[HTMO] 18 - The Truth is Coming Out.

503 102 39
                                    

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.






"Tara!"

Panggil sang Mama mertuanya dari pintu masuk. Tara yang meringkuk langsung mengangkat tengkuknya tegak dan mendapatkan Mamanya membawa beberapa buah buahan serta beberapa tempat bekal yang diyakini itu adalah makanan untuk dirinya. Tara duduk di kursi sendirian, sedangkan Aira berbaring di ranjang yang tubuhnya dipenuhi dengan selang dan kini terlihat wajahnya pucat, sudut matanya sedikit bengkak dan bahkan beratnya kini hanya beberapa kilogram. Tubuhnya habis dimakan penyakit yang begitu mematikan, yang sudah merenggutnya sejak 5 tahun yang lalu.

"Pulang gih, anakmu nyariin .. biar Mama yang temenin Aira disini."

Sang Mama melihati anak menantunya begitu memelas, dia tahu Tara terlalu lelah untuk menemani istrinya tapi apa daya .. yang dimiliki Aira hanya Tara, suaminya.

"Iya mah."

Tara mengambil beberapa makanan yang dibawakan Mamanya. Kemudian ia makan bersama dengan sang mertua. Bercerita tentang keluh kesahnya hari ini di kantor. Bahkan mungkin daripada istrinya, Mamanya Aira lebih tau bagaimana kondisi keseharian sang menantu.

Wajah pasrahnya terbentuk saat sang Mama menuturkan begitu banyak penyesalan terhadap Aira.

Merasa gagal mendidik, dimana mana memang kegagalalan yang dilakukan oleh seorang anak itu diakibatkan oleh didikan orang tuanya. Dan Mamanya menyesali itu terlalu banyak. Bahkan Aira menolam untuk bercerita perihal rasa sakit yang sudah dialaminya beberapa tahun yang lalu. Bahkan tanpa diketahui adiknya.

"Waktu itu kamu kenal Aira nggak sih Tar?" Tanya Mama mertuanya pada Tara. Sementara tara menghabisi satu suap nasi di sendok besarnya dan melahapnya dengan semangat. Dia menelan perlahan sambil memikirkan jawaban apa yang akan dia katakan pada Mamanya.

"Kenal, tapi dari Biya mah."

Tara melahap lagi Ayam goreng bagian paha yang dibawakan sang Mama. Air putih dituangkan Mamanya untuk Tara.

"Kok bisa?"

Tara berhenti mengunyah. Dia merotasi bola matanya hendak mengingat sesuatu. Akhirnya dia teringat akan satu hal, saat adiknya itu mengikutinya bagai seorang stalker, Tara mengikutinya balik karena penasaran. Sayangnya dia tertangkap oleh Kakaknya Biya, Aira.

"Panjang lah mah ceritanya" ungkapnya.

"Waktu Mamah kenalin Aira sama kamu, kamu nggak keberatan kan ya?"

Tara menyimpan sisa makanannya kembali dan mengambil potongan buah apel dari piring yang disediakan. Dia terlihat membuang buang waktu dengan apa yang dia lakukan sekarang. Perihal menghindari pertanyaan semacam itu, yang membuat dirinya harus bohong terhadap Mama mertuanya.

Sementara itu Mamanya hanya melamun menunggu jawaban sang menantu. Tertoreh wajah bimbang serta keragu raguan akan jawaban yang akan didapatinya.

Pengakuan beberapa tahun lalu hanya terasa sia sia baginya. Pengutaraan itu sudah nggak berarti buat Tara. Entah dia masih harus melihatnya atau tidak, Biya bukan orang yang sama sekali mudah dilupakan untuknya.

How to Move on ─ TaeyongWhere stories live. Discover now