31. Day 1

895 77 0
                                    

"Njir aku berasa canggung woy kalo liat Pak Yusuf."

"Sama sih Qi. Si Milan nggak bilang-bilang pula."

Disisi lain Irene sedang menyusun kata-kata yang tepat untuk memberi tau kondisinya yang sebenarnya.

"Duduk dulu, silahkan tanya kalau kamu ingin tau." Ucapan Damar lebih terdengar seperti perintah.

Irene menggigit bibir dalamnya, dia tidak menyangka kalau ada yang mendengar pembicaraannya dengan Damar tadi.

"Baby?? Lo.. hamil?"

"Ya, Irene sedang hamil anak saya."

"Oh, saya lupa sekarang kan saya ada disini sebagai suami dari Irene ya bukan dosen kalian. Bicaranya santai saja kalo begitu."

"Em.. Roy.. iya, aku sebenernya.. ya gitu.. lagi hamil.. udah mau empat bulan."

Roy, dia tentu terkejut dengan pengakuan Irene.

"Wah, kacau lo. Parah Mil, terus? Jadi ini.. kalian, sejak kapan?"

"Wah lo ada main kan pasti biar nilai lo bagus? Terus"

"Gue sama Irene udah lama tunangan, nggak usah sembarangan kalo mikir." Damar segera memotong ucapan Roy sebelum berbicara terlalu jauh dan bisa saja menyakiti perasaan Irene.

"Gue mungkin murahan, hamil duluan, tapi gue hamil bukan demi dapet nilai bagus doang."

"Mm.. sorry. Gue.. kelepasan, terlalu kaget jujur aja."

"Belum lagi selama ini lo keliatan nggak pernah deket sama cowok."

"Kalo lo mikir kita nikah karena hamil duluan, itu nggak salah. Tapi walaupun Irene nggak hamil pun kita bakal nikah, cuma waktunya aja jadi lebih cepet dari seharusnya." Jelas Damar.

Drriinggg

Drringg

Papi
Is calling..

"Papi telfon, kamu nggak papa kan mas tinggal?"

Tiba-tiba saja papi menghubungi saat Damar belum selesai memberikan pengertian pada Roy.

"Nggak papa kok mas, mana tau ada yang penting."

"Yaudah mas angkat dulu, abis ini kamu ke depan nggak papa. Nanti mas susul ya."

Damar langsung mencium pipi Irene sekilas dan mengangkat telepon sambil beranjak ke teras belakang yang sepi.

Sekarang tinggal ada Roy dan Irene di dapur.

"Mil, sorry ya kalo tadi nyinggung lo."

Irene segera menatap Roy dan tersenyum tipis, "Santai aja, wajar kok kan lo juga nggak tau yang sebenernya gimana."

"Tapi nih.. kalo boleh tau.. kok bisa sama Pak Damar sih? Ya.. kalo lo mau cerita aja sih, nggak juga nggak papa."

Irene tersenyum, "Yah bisa aja, gue juga nggak tau tiba-tiba udah sampe sini aja."

"Lo tau nggak si Raka kemaren ngegalau gak jelas waktu tau lo nikah?"

"Why?" Irene ternyum saat bertanya begitu.

"Lo nggak nyadar si Raka lagi usaha deketin lo?"

Irene kembali tersenyum, kali ini sedikit tertawa, "Heh, gue tau kali Raka siapa.. dia gimana.."

"Asal lo tau aja, dulu gue udah suka duluan ke dia. Tapi setelah dipikir-pikir lagi gue nggak beneran suka ke dia, gue cuma seneng aja kali liat orang cakep."

"Yah, mungkin sekarang yang Raka rasain ke gue juga sama."

"Tapi lo selama ini nggak pernah deketin dia?"

Irene terkekeh, "Hey, mau diliat gimana juga kastanya udah beda. Gue insecure kali liat tongkrongan kalian."

"Why?? Lo cantik, jago dance, pinter, siapa yang nolak lo di tongkrongan mana?"

Irene tertawa, "Gue nggak pernah tuh ngerasa begitu, selama ini gue cuma bisa liat kalian dari jauh, kenal juga sebatas tau nama doang. Liat di instagram, gitu gitu doang kan."

"Oh, gue jadi cerita nih, gue bisa deket sama kalian juga karena Mas Damar. Lo inget kan waktu gue ikut kalian nongkrong? Itu gue bawa mobil Mas Damar."

"Jadi lo mau bilang kalo Raka udah kalah dari awal kan?"

Irene tertawa sumbang mendengar pertanyaan Roy yang terdengar tengil.

"Em.. intinya sih, gue harap lo ngerti kalo apa yang lo tau itu nggak semuanya harus orang tau." Ucap Irene dengan serius.

"Huh, yuk kedepan. Ditungguin yang lain ntar." Lanjut Irene sembari berdiri.

Roy masih terduduk, memperhatikan Irene yang sudah berjalan keluar.

"Ngeri juga tu anak. Gue pikir nggak punya dosa dia." Gumamnya masih heran tapi juga maklum.

"Dari mana aja sih Mil??" Tanya Raya.

"Hm? Di dapur aja tadi cari-cari apa gitu."

"Orang cemilan udah diangkut sini semua." Sahut Tisha.

"Pantesan deh nggak ada apa-apa di belakang."

"Besok acaranya ngapain nih kita?" Tanya Ismi.

"Pagi bebas aja pada mau ngapain, istirahat dulu maksudnya. Malemnya baru dehh"

"Partyyy!!!!" Sahut Ismi dengan antusias.

Irene terus berpindah-pindah menyapa teman-temannya, maklum saja kan tidak semuanya saling mengenal dengana akrab. Jadi pasti terbentuk beberapa kelompok sendiri-sendiri.

Damar baru keluar setelah obrolan panjangnya dengan papi dari telepon. Dia segera mencari keberadaan Irene. Hm.. ternyata dia sedang duduk bersama Yura, Emili, dan Johan.

"Udah malem sayang, anginnya kenceng."

"Ooo" Irene segera menengok karena mendengar suara suaminya.

"Masuk yuk." Ajak Damar.

"Bentar lagi deh mas, ademm.."

"Udah jam sebelas.. anginnya makin kenceng."

Irene cemberut, "Yaudah."

"Guys!!" Seru Damar menarik perhatian semua orang. Sementara Irene sudah berjalan mendahului dengan kesal.

"Besok sampe siang nggak ada agenda apa-apa ya, jadi kalian bebas mau jalan jalan atau mau istirahat aja."

"Malemnya baru kita party."

"Siappppp"

"Okeeee"

Begitulah sahutan teman-teman Irene dan juga Damar.

"Oke kalo gitu gue masuk dulu. Malam semua!"

Setelahnya Damar benar-benar pergi untuk menyusul Irene.

Take me, please!Where stories live. Discover now