36. Pertemuan

811 69 1
                                    

Damar memperhatikan dari jauh perempuan yang sudah menyandang status sebagai istrinya sedang mengobrol santai dengan laki-laki lain. Meski sudah tau siapa orang itu, nyatanya itu sedikit membuat Damar merasa kesal.

Dia tidak bisa mendengar apa yang keduanya bicarakan karena jarak yang cukup jauh. Tapi dia dapat menangkap ekspresi yang berubah-ubah diantara keduanya, mulai dari terlihat tegang, bingung, santai, senang, semua itu tentu Damar dapat mengerti kecanggungan diantara keduanya.

Damar sendiri memilih diam disini bukan tanpa alasan. Dia melihat Irene yang sudah terlihat lebih santai dan nyaman saat berbicara. Kalau dia langsung menghampiri keduanya pasti suasana akan kembali canggung.

Sebenarnya ada sedikit rasa iri melihat Galvin yang berhasil membuat Irene tertawa. Entah apa yang ditunjukkan Galvin dari handphonenya, tapi Irene benar-benar tertawa lepas setelah melihat itu.

Ting

Momma
Mas kesini jam berapa? Aku udah lumayan lama loh disini

Damar tidak menyangka kalau Irene akan mengiriminya pesan seperti itu.

"Sayang.."

Akhirnya Damar segera menghampiri keduanya.

"Oh, aku baru wa mas tadi."

Damar melirik Galvin kemudian duduk manis di samping Irene.

"Gal, ini Mas Damar, suami aku."

Irene memperkenalkan Damar dengan senyum tulusnya. Setelah cukup lama mengobrol dengan Galvin, mereka berdua sudah tidak terlalu canggung dan mulai menerima status baru mereka.

"Galvin. Temen lamanya Rene."

"Damar."

Galvin pun tak kalah, ia menampilkan senyum terbaiknya saat menjabat tangan Damar yang terasa dingin.

Setelah acara jabat tangan itu barulah muncul kecanggungan. Tidak ada yang tau harus mulai berbicara apa.

"Dosen ya bang?"

Galvin berinisiatif untuk basa-basi terlebih dulu.

"Oh iya, saya dosen di kampusnya Irene kebetulan."

"Ish, kaku banget sih mas. Galvin kan temen aku."

Irene sedikit menepok lengan atas Damar karena bahasanya terlalu formal.

"Nggak papa kali Re, wajar lah kan lidahnya udah biasa gitu." Sahut Galvin sambil terkekeh.

"Lo.. lo sendiri dj ya? Udah lama belajar nge dj?" Akhirnya Damar mengubah gaya bicaranya.

Galvin mengangguk mantap, "Iya, dari SMP udah suka sih dengerin musik musik edm. SMA mulai iseng iseng belajar, kalo mulai ambil job sih waktu masuk kuliah."

"Ohh, kenal Irene udah lama juga?"

"Udah.. kita dulu kenalan dimana sih?" Galvin bertanya pada Irene.

"Itu loh waktu kamu nonton konser di kampus aku. Masa lupa deh."

"Oh.. iya inget, waktu itu aku sama Romi kan ya."

"Eh aku udah lama nggak ketemu Romi di kampus, kemana aja sih tu anak?"

Damar memperhatikan keduanya yang nampak asik berbicara.

"Eh gimana bang sama Rene? Suka dipukulin juga nggak? Jail banget dia orangnya."

"Oh? Ya.. gitu deh."

"Idih, kapan aku pernah mukulin mas deh??" Sahut Irene tidak terima.

"Halah, kamu kan dari dulu gitu Re. Ringan banget tuh tangan, gamparin orang."

"Idih itu sih kalo orangnya nggak ngeselin juga nggak aku gampar ya!" Jawab Irene sengit.

"Tapi Irene perhatian banget kan?" Tanya Damar menginterupsi keduanya.

Galvin sempat tertegun dengan pertanyaan Damar.

"Yah.. males sih ngakuinnya, tapi sayangnya emang iya." Jadab Galvin songong.

"Oh iya bang, nyokap gue deket-deket ini mau ke Jogja. Boleh pinjem Rene sebentar? Yah kalo nggak boleh juga nggak papa sih.."

Damar menengok ingin tau ekspresi Irene, ternyata Irene juga sedang menatapnya.

"Aku ngikut mas aja kok, kalo boleh aku bakal ketemu mamanya Galvin, kalo enggak ya juga enggak."

"Gue tau lo sama Irene pernah dalam satu hubungan, jujur aja rada berat buat gue ngijinin Irene ketemu nyokap lo."

"Tapi gue harus menghargai keputusan kalian yang selesai baik-baik gini kan? Gue juga harus ngasih kepercayaan ke Irene."

"Jadi, Rene boleh ketemu nyokap gue?"

"Nyokap udah tau kalo gue sama Rene udah selesai, tapi yah.. mungkin nyokap gue juga pengen hubungannya sama Irene tetep baik-baik aja."

"It's ok, gue nggak akan ngelarang Irene ketemu nyokap lo. Dengan Irene ngenalin gue ke elo sebagai suaminya aja gue udah bersyukur, artinya kamu ngakuin aku." Damar menatap Irene di kalimat terahirnya dan memberi penekanan.

"Tapi.."

Baik Damar maupun Galvin menatap Irene yang tengah menunduk dan memainkan jarinya.

"Sebenernya aku agak bingung kalo ketemu Tante Maria."

"Kenapa?" Tanya Galvin bingung.

"Yah.. situasi aku sekarang, pasti mama kamu bakal kaget."

"Re.. kamu kan udah cukup kenal mama.. mama kan bukan ibu-ibu kolot yang nggak open minded."

"Ya aku tau itu Gal.. tapi.." Irene tidak jadi melontarkan ucapannya, sebenarnya dia ingin mengatakan kalau ia takut membuat kecewa Tante Maria dengan kondisinya yang hamil duluan. Tapi dia tidak bisa berkata demikian karena takut membuat Damar kembali merasa bersalah.

"Hey, liat mas." Damar menepuk bahu Irene.

"Mas tau apa yang ada di pikiran kamu. Sekarang mas nggak akan menyesali apa yang udah lewat, mas sadar kalo mas nganggep ini adalah kesalahan, gimana mas bisa terima dia nantinya? Gimana sama perasaan kamu kalo mas terus-terusan ngerasa salah? Mas minta maaf untuk apa yang terjadi sama kamu, kita."

"Ren, yang harus kita lakuin sekarang bukan mikirin apa pandangan orang lain atau menyesali perbuatan kita, tapi gimana perasaan anak kita nanti kalo orang tuanya sendiri ngerasa salah."

Galvin hanya diam mendengarkan ucapan Damar. Ada rasa tidak rela jika dia boleh jujur. Tapi bagaimana lagi, keyakinan yang tidak bisa dipaksakan membuat mereka tidak bisa bersama sebagai pasangan.

"Kamu nggak perlu khawatir soal mama, Re."

Irene akhirnya mengangguki keduanya.

Mereka berbincang-bincang cukup lama. Bahkan Irene sudah memesan dua makanan lainnya.

"Bang, jagain Rene ya. Gue bisa liat kok kalo lo serius sama Rene."

"Udah jadi tugas gue sebagai suami buat jagain Irene."

"Makasih juga lo ngijinin kita tetep temenan kaya sekarang. Gue harap lo juga bisa nganggep gue kaya adek lo."

Damar tersenyum menanggapi ucapan Galvin. Awalnya sulit, tapi sepertinya dia bisa menerima kalau Galvin adalah mantan kekasih Irene.

"Lo juga, cepet move on gih!"

Mereka tertawa mendengar candaan Damar yang ada benarnya juga.

"Thanks ya. Take care perjalanan besok." Galvin memeluk Irene sebentar, mereka saling berpamitan mengingat waktu yang sudah malam.

"Kamu balik Jogja kapan?"

"Kayaknya masih stay dua-tiga hari sih disini. Mau menghirup udara laut dulu."

"Sip deh, ntar kalo Tante Maria jadi dateng kabarin aja."

"Thanks bang."

Galvin pun memeluk Damar khas laki-laki.

Akhirnya mereka berpisah, Irene dan Damar berjalan kembali menuju vila. Sementara Galvin pergi menggunakan sepeda motor.

Take me, please!Where stories live. Discover now