s e m b i l a n b e l a s [re-publish]

237K 37.8K 23.4K
                                    

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.








19. Keputusan Tepat






Bryan membawa mobilnya masuk ke depan rumah Alma saat Ratna membuka gerbang. Dia turun dengan satu keresek di tangan lalu mengulas senyum dan menyalami Ratna.

"Apa kabar, Bryan?"

"Baik, Tante," balas Bryan. "Alma nya ada?"

"Ada. Kamu masuk aja, biar Tante panggilin dulu buat keluar. Khawatir Tante tuh dia diam terus di kamar. Padahal, tadi Luna juga ke sini dan baru aja pulang."

Bryan mengekori Ratna untuk memasuki rumah lalu duduk di sofa depan, kemudian wanita itu naik ke lantai atas memanggil Alma. Bryan menaruh keresek bawaannya dan mengeluarkan ponsel sambil menunggu Alma.

"Bri," panggil Alma tak lama, berjalan mendekat lalu duduk di kursi single.

"Lemes banget," ledek Bryan menyerahkan satu kantung keresek penuh camilan.

"Nggak ada yang rasa strawberry, ya, yoghurtnya?" tanya Alma setelah mengubek isi keresek itu.

"Habis."

"Ya udah, makasih, ya!"

Bryan tersenyum melihat Alma sudah tak terlalu murung. "Mau yang main basket, nggak? Cuaca mendukung," ajak Bryan melihat langit sore ini begitu teduh.

"Bola gue hilang," keluh Alma dengan bahu merosot.

"Gue bawa, di mobil. Kita mainnya di lapangan komplek rumah?"

"Lapangan aja biar luas. Bentar, gue ganti baju dulu."

"Oke."

***

Alma men-dribble dengan gesit, tapi masih belum terlihat semangat. Cewek itu kemudian melakukan lay up shoot, tapi gagal karena bola yang meleset pada papan ring.

"Kurang semangat!" teriak Bryan di tengah lapangan. "Tambah lagi bahan bakarnya!"

"Kasih semangat, dong."

"Semangat, Alma!" balas Bryan yang tanpa sadar membuat senyum Alma tercipta.

Bryan berlari mendekat, menantang Alma untuk duel. Mereka saling merebut dan bertahan, unjuk skill masing-masing. Alma tertawa saat Bryan yang ada di bawah ring malah tertimpuk bola yang ia lempar.

"Parah." Bryan mengelus-elus kepalanya. Ini sakit, tapi Alma malah menertawakannya saat melihat ekspresi cengonya.

"Komuk lo, Bri. Hahaha."

Bryan ikut tersenyum, rindu melihat cengiran Alma. la berjalan mendekat dan mengelitiki Alma yang membuat cewek itu protes.

"Heh, geliiii!"

"Bisa-bisanya ketawa di atas penderitaan orang lain, hm."

"Iya-iyaa, maaf! Ampunnnn!"

Alma tumbang, tidak kuat terus dikelitiki. Ia terduduk dan Bryan langsung merebahkan diri di atas lapangan berbantal paha Alma, melihat langit yang menggelap.

"Lo inget nggak, Al? Alasan lo suka sama basket?"

"Emm... karena pernah ketimpuk sama lo sampe nangis. Terus gue bertekad pengen nimpuk lo balik, tapi setelah pegang bola, rasanya langsung tertarik. Apalagi lo langsung menawarkan diri jadi pelatih, padahal masih bocah."

Bryan terkekeh. Ialah yang mengenalkan basket pada Alma untuk pertama kalinya. Dulu, saat rumah mereka masih bersebelahan, Alma selalu penasaran ketika mendengar suara bola memantul pada lantai semen setiap pagi dan sore hari. Di sanalah, Alma melihat Bryan. Mereka menjadi dekat setelah insiden Alma yang tak sengaja tertimpuk bola, bahkan sampai Bryan yang kini sudah bukan tetangganya lagi.

"Alma." panggilnya begitu menyadari Alma yang kembali melamun.

Cewek itu menunduk melihat wajah Bryan di bawahnya. "Apa?"

Bryan terbangun, ia berhadapan dan mengelus pipi Alma. Masih terlihat mata Alma yang sembab karena menangis.

"Jangan sedih terus. Gue bakal selalu ada di sisi lo. Lo masih inget, kan, kata-kata waktu kita kecil, kalau gue bakal melindungi lo dari orang-orang yang jahat. Keputusan lo udah bener buat mutusin dia, Al. Lebih baik nunggu buat orang yang tepat, daripada ngabisin waktu sama orang yang salah."

.

batas suci

.

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Ayo PutusWhere stories live. Discover now