R. A. 71

1.5K 99 24
                                    

Langkahnya kian memelan saat Ia hampir sampai di tempat tujuannya. Ia memluk erat buku itu untuk menyalurkan rasa gugupnya. Astaga! Ini bukan pertama kalinya Ia bertemu dengan sang pemilik. Namun, tetap saja Ia tidak bisa menghilangkan kegugupannya itu. Terlebih saat ini hubungan mereka tidak baik.

Ia menarik napas lalu membuangnya perlahan. Setelah mengembalikan buku ini Ia akan segera pergi maka semuanya akan selesai. Tidak ada lagi drama perbucinan dan kebohongan yang ada hanyalah dua orang tanpa mengenal satu sama lain. Sangat menyakitkan rasanya. Namun, inilah efek dari kecerobohannya selama ini.

Di rak sepatu hanya tersisa sepasang sepatu berwarna hitam bercorak putih itu pertanda seseorang yang Ia cari masih ada di dalam sana karena Ia sangat hapal dengan sepatu itu. Namun, tiba-tiba sang pemilik mengambil dan memakainya. Sepertinya dia tidak menyadari keberadaannya. Apa Ia harus lari saja?

Bibirnya mengatup rapat, lidahnya kaku dan pita suaranya seakan putus. Rasanya sangat susah untuk mengucapkan satu kata. Kedua matanya mulai memanas dan berkaca-kaca tetapi Ia segera menatap ke atas agar air matanya tidak jatuh. Ayolah! Ia hanya menatapnya dari dekat tapi mengapa sesakit ini?

Tatapan mereka bertemu dan seakan terkunci satu sama lain. Ia baru saja selesai memasangkan sepatunya dan sekarang Ia malah dikejutkan dengan keberadaan siswi terpintar di sekolah ini. Ia merasa beruntung karena tidak memiliki riwayat penyakit jantung dan jangan sampai. Namun, sepintas pertanyaan lewat di pemikirannya. Untuk apa dia ke sini?

Paras ayu serta rona merah pada pipi gadis itu berhasil membuatnya hampir gila karenanya. Namun, Ia sudah berusaha sampai sejauh ini. Berusaha untuk tidak mengenal satu sama lain seperti dulu kala. Ia tidak akan memaksa orang lain untuk tetap tinggal. Meski Ia tahu akan menyakiti hatinya lebih dalam lagi. Ya, hanya hatinya!

Ia memutus kontak matanya lalu bergegas pergi dari sini, hanya membuang waktunya saja. Ia masih memiliki banyak urusan saat ini, seperti menghilangkan kenangannya mungkin? Move on tidaklah mudah bagi dirinya yang baru pertama kali merasakan cinta. Tapi bukan Radyan Arjuna namanya jika tidak bisa melakukannya.

"Arjuna!"

Arjuna terus berjalan tanpa memperdulikan panggilan itu seakan suara itu hanyalah sebuah angin baginya. Berlalu dan hilang tapi masih bisa dirasakan.

"Arjuna!"

Arjuna tetap berjalan.

"RADYAN ARJUNA!" pekiknya lalu menghalangi Arjuna.

Ia sudah kehilangan kesabaran memanggil Arjuna. Namun, Arjuna malah terus berjalan. Hadirnya disini seakan seperti arwah, ada tapi tidak terlihat. Ia tidak bodoh. Ia tahu Arjuna juga menatapnya tadi bahkan Ia sempat melihat sorot kerinduan Arjuna pada dirinya. Apa benar?

"Lo gak denger gue manggil dari tadi?" tanya Litha menatap manik mata Arjuna.

"Peduli gue?" tanya balik Arjuna.

Dingin. Itulah yang Litha rasakan saat ini. Seisi sekolah sudah tahu seperti apa dinginnya Arjuna bahkan Ia sudah berkali-kali mendengar penuturan dari Arjuna. Namun, kali ini ucapan Arjuna terdengar sangat berbeda dari sebelumnya. Apa Arjuna masih marah padanya?

"Buku lo," ujar Litha berusaha bersikap biasa saja lalu memberikan buku itu pada Arjuna.

Arjuna menerima buku itu dan membacanya sepintas. Salah satu sudutnya tertarik ke atas lalu menatap lawan bicaranya. Jadi, Litha datang kemari untuk membawakan bukunya? Astaga! Untuk apa? Arjuna bisa mengambilnya sendiri jika Arjuna menginginkannya tetapi saat ini buku itu tidak lagi berguna untuknya.

"Udah?" tanya Arjuna. Litha menjawabnya dengan anggukan kepala.

Arjuna melewati Litha tanpa mengucapkan terimakasih. Apa lagi yang Arjuna tunggu jika urusan mereka sudah selesai? Benar bukan?

"Arjuna tunggu!" ujar Litha lalu mengejar Arjuna.

"Apa lagi?" tanya Arjuna dingin.

"Gue minta maaf," ujar Litha tanpa menatap Arjuna.

"Gue minta maaf sama lo, gue gak bermaksud buat nyakitin lo atau siapa pun. Gue salah gak seharusnya gue nyakiti orang seperti lo, Ar. Lo cowok baik-baik cuma tertutup dengan kenakalan, lo selalu ada buat gue, di samping gue, nemenin gue dan selalu jadi sandaran buat gue. Gue berusaha buat-"

"Masih kurang puas kemarin? Drama apa lagi kali ini, Tha?" tanya Arjuna memotong ucapan Litha.

"Lo mau gue hancur gimana lagi? Sampai gue berhenti bernafas? Kenapa gak sekalian lo bunuh gue dengan tangan lo sendiri? Gue gak nyangka, Tha. Lo lebih picik dibanding Nessa," lanjut Arjuna.

Degh!

Penuturan Arjuna terdengar sangat kecewa padanya. Tanpa Litha sadari butiran bening itu jatuh dari pelupuk matanya. Litha seakan tidak mengenal Arjuna saat ini. Ia beberapa kali mendengar cerita dari Anjani mengenai perubahan pada Arjuna. Ternyata rumor itu memang benar adanya, Arjuna telah berubah lebih dingin dari sebelumnya dan itu karena dirinya. Ialah sumber perubahan Arjuna.

Namun, Litha lebih tidak terima jika seseorang menghina Nessa di depannya. Litha tidak peduli kalau Arjuna salah satunya. Nessa tidak seperti pemikiran Arjuna selama ini. Ia lebih tahu bagaimana sifat kakaknya dibanding mereka semua. Litha percaya sesuatu telah mengubah Nessa menjadi seperti ini.

"Dia gak picik, Arjuna," ujar Litha.

"Karena lo lebih picik dari dia 'kan?" ujar Arjuna cepat.

"Lo harus percaya sama gue," ujar Litha.

"Buat apa lagi gue percaya sama lo?" tanya Arjuna sinis.

"Gue minta maaf tentang kejadian waktu itu," ujar Litha.

"Semua orang berhak mendapatkan maaf. Tapi lo gak bisa merubah hati yang udah terlanjur kecewa." ujar Arjuna sebelum pergi.

Orang yang ia pikir akan merubah semua ketidakpercayaannya pada cinta nyatanya malah sengaja mempermainkannya. Marah? Kecewa lebih mendominasi hatinya. Sakit? Lebih baik seperti ini, Ia tidak ingin hatinya terluka sendiri.

Litha datang hanya untuk meminta maaf padanya. Arjuna tersenyum sinis, sudah terlambat! Saat Arjuna mempertanyakan kebohongan dari ucapan Litha, Litha malah menegaskan bahwa ucapannya memang benar. Lalu sekarang drama apa lagi yang mereka rencanakan?

Litha terisak di tempatnya. Ia sadar Litha telah melakukan kesalahan yang sangat fatal hingga membuat Arjuna kecewa padanya. Litha memang ceroboh dan sekarang bukan lagi rasa bersalah tapi rasa penyesalan mengikutinya ke manapun Ia pergi. Siang, malam, setiap saat, setiap hari dan mungkin selamanya.

Diluar dugaannya. Litha tidak menyangka Arjuna akan terluka dan kecewa sedalam ini. Berjuta kata maaf terucap di setiap doa dan langkahnya. Namun, kata maaf tak cukup untuk mengembalikan Arjuna. Memang tidak semudah membalikan telapak tangan tapi Ia akan berusaha selama jiwanya masih bersama raganya.

"Arjuna maafin gue. Gue terpaksa ngelakuin ini semua, gue gak mau terus-terusan disiksa, gue capek, Ar. Gue iri sama lo, karena lo punya segalanya sedangkan gue gak punya siapa-siapa. Lo gak pernah tau gimana jadi gue selama ini. Gue pengen bebas, Ar. Cuma ini jalan satu-satunya." ujar Litha.

Namun, sayangnya Arjuna tidak mendengar ucapannya karena kini Arjuna sudah menjauh dari tempat itu. Ia tidak bisa lebih jauh membohongi dirinya sendiri  untuk itu Arjuna lebih memilih untuk segera pergi. Pecundang? Arjuna memanglah pecundang dalam hal cinta. Selebihnya kalian bisa mendeskripsikannya sendiri bagaimana sosok Arjuna.

~**~**~

Satu kalimat dong buat :

1. Arjuna

2. Litha

3. Nessa



Makasih sebelumnya😙😙😙

Radyan Arjuna ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang