R. A. 05

4K 205 32
                                    

Selamat membaca:*
Vote+comment dari kalian adalah penyemangatku

Entah setan apa yang merasuki jiwa Arjuna, Bima dan Guntur. Hari ini mereka berangkat terlalu pagi hingga pintu gerbang kebanggan SMA Trisakti sudah terkunci lengkap dengan gebok. Mereka nangkring di motor masing-masing, menunggu Pak Satpam membukakan pintu gerbang untuk mereka.

Pria yang sudah lama bekerja sebagai satpam SMA Trisakti ini, menatap mereka satu per satu dari atas ke bawah. Seumurnya bekerja di sini, baru kali ini Ia melihat betapa nakalnya tiga siswa di depannya ini.

Rambut acak-acakan dan panjang, seragam yang keluarkan, celana yang sudah kekecilan, kaos kaki semata kaki dan jangan lupakan sepatu putih yang mereka kenakan. Sangat tidak mencerminkan anak sekolah pada umumnya.

"Ngapain sih, Pak lihatin kita gitu?" tanya Guntur pada Pak Satpam.

"Dari pada lihatin kita bertiga, mending bapak buka gerbangnya," sahut Bima.

"Tidak bisa! Kalian harus menunggu sampai tiga puluh menit lagi," jawab Pak Satpam.

"Kalian niat sekolah gak? Rambut panjang, seragam di keluarkan, celana kalian harusnya sudah ganti, sepatu juga harus hitam! Sudah berapa lama kalian sekolah di sini? Saya sampai bosen lihat kalian," cerocos Pak Satpam.

"Gak usah di lihat," ujar Arjuna yang sejak tadi diam. Arjuna sangat benci ketika orang lain menilai dirinya berdasarkan perilakunya.

"Nah tuh, buruan, Pak buka gerbangnya. Si Raden udah mulai ngamuk tuh," ujar Bima melirik Arjuna.

"Tunggu saja." sahut Pak Satpam.

Bima dan Guntur mendengus kesal. Jika bukan karena Arjuna yang melarang mereka untuk masuk melalui tembok samping sekolah, maka sekarang mereka sudah berada di rooftop sekolah.

Bukan ABG namanya jika tidak berbuat ulah. Benar bukan?

"Buka gerbangnya, Pak!" suara tegas dari dalam sana membuat Pak Satpam membuka gerbang dengan segera.

"Kalian bertiga ikut saya!" tegasnya lagi.

Arjuna, Bima dan Guntur menyalakan mesin motor masing-masing. Selesai memarkirkan motor, mereka bergegas mengikuti guru berbadan tebal yang sejak tadi mengawasi mereka.

Di ruangan berAC ini, mereka berkumpul. Ruangan yang sering mereka kunjungi untuk mendapatkan hukuman atas perbuatan mereka. Guru berbadan tebal itu nampak melepas kaca matanya lalu memijit pangkal hidungnya.

Hukuman apalagi yang harus Ia berikan pada anak didiknya ini? Semua hukuman sudah pernah Ia berikan. Namun, tidak satu pun yang mempan. Malah membuat mereka semakin bersemangat melakukan kenakalan selama dua tahun belakangan.

"Hukuman apa lagi yang harus saya berikan pada kalian?" tanya Bu Eni menatap mereka.

"Hukum jadi menantu Ibu aja, saya rela," jawab Guntur.

"Mau kamu kasih maka apa anak saya? Mau kamu kasih makan batu?" tanya Bu Eni sarkas.

"Anak Ibu manusia, masa mau saya kasih makan batu. Emang bahan material, Bu?" jawab Guntur.
Bima terkekeh pelan sedangkan Arjuna diam dengan wajah datarnya.

Guru Bk mereka ini memang memiliki anak cewek seumuran dengan mereka. Banyak yang bilang anak Bu Eni sangat cantik dan sekolah di SMA Trisakri juga. Namun, selama mereka sekolah di sini mereka tidak pernah melihat anak dari Bu Eni. Bahkan Bu Eni tidak pernah terlihat dekat dengan siswi di sini kecuali siswa-siswi berprestasi.

"Jangan salah, Bu. Gini-gini Guntur juga tajir loh," tambah Bima.

"Orang tuanya saja yang kaya, Guntur tidak punya apa-apa," sahut Bu Eni.

Radyan Arjuna ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang