R. A. 62

1.3K 67 4
                                    

Setiap langkahnya Ia terus mengucapkan ribuan kata maaf. Hujan tak kunjung berhenti begitu pula air matanya. Angin malam mulai menusuk ke tulang-tulangnya tapi Ia terus berjalan. Tersisa beberapa langkah lagi dan Ia akan sampai di tempat tujuannya.

Kakinya semakin berat untuk melangkah, tangannya memegang gagang payung kuat-kuat. Ia ragu untuk masuk ke rumah megah di depannya terlebih saat netranya mengangkap seorang laki-laki yang baru saja sampai. Laki-laki itu terlihat sibuk melepas mantelnya.

Segalanya terasa lebih menyakitkan dari sebelumnya. Ia melangkah maju walau terdapat keraguan dalam dirinya. Netranya tak sedikit pun beralih dari sosok laki-laki itu. Ia kembali terisak saat jarak diantara keduanya semakin dekat. Sementara laki-laki itu sudah bergegas untuk masuk ke rumah.

Namun, langkahnya berhenti dan terlihat memikirkan sesuatu. Ia merasa seseorang sedang memperhatikannya dari dekat. Ia mengedarkan iris mata tajamnya ke sembarang arah. Tepat saat Ia menghadap ke samping, seorang gadis menatapnya.

"Arjuna,"

Astaga! Penampilan gadis itu sangat kacau. Air matanya terus mengalir, rambutnya acak-acakan, dan kedua pipinya memerah. Apa yang terjadi pada gadis itu? Siapa yang melukainya? Ia bergegas menghampiri gadis itu, Ia mendekap erat-erat tubuh gadis itu lalu membawanya masuk ke dalam rumah.

Suara keributan mulai terdengar saat mereka memasuki rumah ini. Memang sudah menjadi hal biasa baginya karena tidak sekali atau dua kali keributan di rumah megah milik keluarga Al Faendra ini terjadi. Apa yang mereka ributkan? Jawabannya adalah Ia tidak tahu.

Saat keduanya sampai di ruang makan, mereka bertiga dibuat terkejut dengan penampilan seorang gadis di pelukan Arjuna. Sandra, Bima dan Guntur beranjak dari duduknya dan menghampiri mereka berdua. Raut wajah mereka berbeda-beda. Bima dan Guntur menatapnya penuh selidik sementara Sandra sangat khawatir pada Litha.

"Kamu kenapa, sayang?" tanya Sandra pada Litha.

"Baju kamu basah, kamu ganti baju dulu yuk," lanjut Sandra.

Sepeninggalan Sandra dan Litha, mereka bertiga duduk di kursi dengan tatapan mencurigai Arjuna. Namun, Arjuna tidak peduli. Ia mengambil piring mengisinya dengan nasi, lauk dan sayur. Sejak siang tadi Ia belum menyentuh makanan sedikit pun. Bundanya masih mendiaminya karena itu Arjuna rela tidak makan dari pada mendengar omelan Bundanya.

"Tangan kanan, Bos," tegur Bima pada saat Arjuna hendak menyuapkan nasi ke mulutnya.

"Bacot!" umpat Arjuna.

"Lo kebiasaan deh, Ar," cibir Guntur.

"Bukan kebiasaan lagi, Gun. Tapi emang bawaan dari lahir," ujar Bima.

Arjuna memutar bola matanya malas. Mereka sudah tahu untuk apa lagi menegurnya? Arjuna tidak ingin berlama-lama di meja makan karena saat ini pikirannya hanya terpusat pada Litha.

"Lo apain Litha tadi?" tanya Bima.

"Gak tau," jawab Arjuna.

"Lah dia kan datengnya sama lo," ujar Guntur.

Arjuna tidak mengidahkan ucapan Guntur. Memang benar Litha datang bersamanya tetapi Arjuna tidak tahu apa yang terjadi pada gadis itu. Guntur melempar ceker ayam ke piring Arjuna karena kesal dengan cowok itu lantaran tak kunjung mengucapkan sepatah kata.

Bima tertawa dalam hati. Ia berharap kali ini Guntur merasakan apa yang Bima rasakan saat di kantin dulu dan benar saja Arjuna menghentikan aktivitas makan lalu menatap Guntur serius. Seketika bulu kuduk Guntur merinding, Ia sampai kesusahan menelan salivanya.

"Gue ke belakang bentaran," ujar Guntur.

Arjuna tersenyum devil lalu menahan kerah baju Guntur. Ia tidak akan membiarkan mangsanya lepas begitu saja. Kira-kira pelajaran apa yang pantas untuk tikus satunya ini?

"Ampun, Ar! Ampun! Gak lagi deh," ujar Guntur.

"Enak aja! Kasih pelajaran, Bos. Biar tau rasa dia," kompor Bima.

"Tahu bacem noh yang ada," ujar Guntur tidak terima.

"Waah! Nantangin tuh, Ar," kompor Bima lagi.

"Gue cuma bercanda elah!" ujar Guntur.

Arjuna mengati penampilan Guntur malam ini, kaos putih, celana jeans hitam, tampan? Tentu lebih tampan dirinya. Tapi Ia merasa Guntur sedikit berbeda dari siang tadi. Arjuna kembali tersenyum devil. Mengerti dengan arah tatap Arjuna membuat Guntur semakin memberontak melepaskan diri dari tangan Arjuna.

"Rambut lo bagus juga," ujar Arjuna.

"Rambut Pak Bos malah lebih bagus," ujar Guntur.

Bima terkikik geli melihat wajah Guntur yang memelas. Sebentar lagi.

"Gue udah tau," ujar Arjuna.

Arjuna hendak melakukan aksinya tetapi suara Sandra telah lebih dulu mengintrupsi keduanya. Guntur bernapas lega, Bima menggerutu dalam hati karena Sandra mengganggu pembalasan dendamnya sementara Arjuna memberi peringatan pada Guntur berupa tendangan maut miliknya.

"Arjuna, tolong kamu antar makanan ini ke Litha ya. Dia ada di kamar Bima," ujar Sandra.

"Oke, Mi," ujar Arjuna.

Arjuna beranjak dari duduknya lalu membawa nampan berisi sepiring nasi beserta lauk dan segelas susu coklat untuk Litha. Sepeninggalam Arjuna, mereka kembali beraktivitas seperti tidak terjadi apa-apa. Ia menaiki anak tangga untuk sampai di kamar Bima.

Arjuna menggeser pintu kamar Bima dan netranya menemukan Litha duduk dengan balutan selimut yang menyisakan wajahnya dan rambutnya saja. Arjuna menarik napasnya sebelum masuk dan menutup pintu. Suhu di ruangan ini cukup hangat karena Acnya di matikan.

"Makan dulu, Tha," ujar Arjuna.

"Gak laper," ujar Litha pelan.

"Lo bisa cerita sama gue," ujar Arjuna to the poin.

"Siapa yang buat lo kaya gini?" tanya Arjuna pelan.

Litha melepas selimutnya, Ia mendekat pada Arjuna dan memeluk tubuh cowok itu. Isakannya kembali terdengar, Arjuna memeluk Litha erat-erat. Hatinya seakan teriris mendengar isakan dari Litha. Siapa pun yang berani menyentuhnya Arjuna tidak akan melepaskannya begitu saja.

"Aku capek, Ar. Aku capek," ujar Litha di dekapan Arjuna.

"Istirahat, Tha," ujar Arjuna.

"Gak bisa,"

"Ada gue,"

"Jangan pergi," ujar Litha.

"Gue gak akan pergi sebelum lo yang minta supaya gue pergi," ujar Arjuna tulus.

Mengapa harus kalimat itu lagi yang Arjuna ucapkan? Tidak kah Arjuna terluka karena Litha memutuskan hubungan mereka sepihak? Ia semakin terisak dan menangis sejadi-jadinya. Dalam hatinya Litha terus memaki kebodohan Arjuna. Ya Tuhan! Sebesar itu kah cinta Arjuna untuknya?

Ia sudah berusaha untuk menjaga gadisnya dan membuatnya selalu tersenyum meski tanpa sadar dirinya telah melukai hati Litha dan sekarang seseorang berani melukai gadisnya. Lagi-lagi Ia merasa gagal untuk menjaga gadis itu. Maafkan Arjuna, Tuhan.

"Lo nyiksa gue, Tha." batin Arjuna.

"Jangan nangis lagi, gue ada di sini," ujar Arjuna.

"Cerita sama gue, siapa yang buat lo kaya gini?" tanya Arjuna lagi.

Litha menggeleng pelan. Menceritakan pada Arjuna sama saja membuka kartu terlebih dahulu. Belum saatnya mereka semua tahu tentang kebenarannya. Arjuna kembali menarik napasnya, jika bukan Mamanya pasti Kakak Litha pelakunya.

Selama ini Litha selalu bercerita tentang kedua wanita laknat itu. Arjuna mengepalkan tangannya kuat-kuat. Lihat saja dua orang itu, Arjuna tidak akan tinggal diam. Tunggu saja saat Arjuna mulai bertindak maka semuanya hanya tinggal kenangan.

"Arjuna maafin aku."

~**~**~

Gimana bab ini? Dikit yak? Cuma 1050 kata aja awokawok.

Susah mo nambah lagi.

Xixixixi

TBC😘😘

Radyan Arjuna ✔Where stories live. Discover now