R. A. 59

1.3K 87 2
                                    

Mohon bijak dalam memilih bacaan!

Pilih bacaan yang sesuai dengan usia kalian, cerita yang saya tulis bukan untuk ditiru/ dipraktikan! Apalagi ditulis ulang!

Ambil sisi baiknya dan buang sisi buruknya!

Selamat membaca!

~**~**~


Seseorang duduk manis di kursi penumpang, tatapanya terus mengarah ke jalanan luar sana. Sesekali butiran bening menetes dari pelupuk matanya. Ia membuang napas beratnya lalu menghapus jejak air matanya hingga berkali-kali.

Sudut bibirnya selalu terangkat membentuk lengkungan, Ia harus bisa menahan sakit pada bagian ulu hatinya. Keputusannya sudah benar. Ia tidak ingin menjadi penyebab sebuah kehancuran hidup seseorang.

Hati dan logika selalu berlawanan arah. Sejak masuk taxi yang membawanya pergi bersamaan dengan separuh hatinya, logikanya menolak menuruti hati kecilnya menginginkan untuk tetap tinggal.

Ia tidak ingin egois lebih dari ini, Ia tidak mungkin terus mempertahankam keegoisannya. Tidak hanya mereka yang terluka tetapi seseorang juga ikut terluka karenanya. Lali-laki itu sudah baik padanya.

Biarlah kali ini Ia mengalah untuk kebahagiaanya karena dia sudah lebih dari cukup untuk membahagiakannya selama ini. Jalan tengah yang Ia ambil seharusnya bisa mengembalikan keadaan seperti semula.

Cintanya begitu besar pada laki-laki itu. Ia tidak ingin menggores luka semakin dalam di hatinya. Untuk saat ini, rasa sakit di hatinya harus Ia terima karena sakit yang di terima laki-laki itu akan berkali lipat dari rasa sakitnya saat ini.

Penolakan darinya masih teringat dengan jelas. Bagaimana tidak menolak jika Ia mengambil keputusan sepihak tanpa membicarakannya terlebih dahulu? Air matanya mengalir deras saat seklebatan memori laki-laki itu memohon padanya.

Ia hanya bisa mengucapkan kata maaf berkali-kali. Tutur katanya Ia jaga agar tidak terlalu melukai hatinya. Tapi dia tetap saja keras kepala menahannya. Seandainya dia tahu menahannya sama saja menancapkan tombak lebih dalam lagi.

~**~**~

"Lo kenapa, Tha?"

Litha menatap Arjuna dengan mata berkaca-kaca. Ia merasa bersalah sekarang, tidak mungkin maksud Bunda Arjuna bukan dirinya. Tentu saja itu Litha. Seharusnya sejak awal Arjuna mengatakan semuanya pada dirinya. Tapi cowok itu malah diam.

"Gue jahat banget sama lo," ujar Litha.

Kerutan di dahi Arjuna mulai terlihat. Apa maksud Litha? Apa yang Litha lakukan hingga membuatnya merasa bersalah seperti ini? Aneh. Tadi mereka baik-baik saja bahkan Litha sudah berhenti menangis.

"Jahat gimana?" tanya Arjuna duduk di samping Litha sambil mengeringkan rambutnya yang basah dengan handuk.

"Gue jahat banget udah buat hubungan anak dan ibu renggang," ujar Litha.

"Lo ngomong apa sih, Tha?" tanya Arjuna tidak habis pikir dengan Litha.

"Bunda lo gak suka 'kan sama gue?" tanya Litha menatap Arjuna.

"Sok tau, ketemu aja belum," elak Arjuna.

"Gue bukan sok tau, Ar. Tapi gue tau dan gue denger sendiri dari Bunda lo," ujar Litha cepat.

"Kenapa gak cerita sama gue dari dulu?" tanya Litha.

"Tha, gue cuma gak mau lo terbebani sama permasalahn gue," ujar Arjuna.

Radyan Arjuna ✔Where stories live. Discover now