R. A. 73

1.5K 92 22
                                    

Selamat malam minggu!

Happy Reading!

****

Bugh!

Malvin tersungkur ke tanah akibat pukulan tiba-tiba itu. Tidak sampai disitu, laki-laki yang sudah dikuasi oleh emosi itu terus memukul Malvin dengan tangan kosongnya. Ia tidak peduli jika Malvin mati ditangannya. Dimatanya semua terlihat sama terlebih saat melihat Litha tergeletak lemah dengan kelopak mata tertutup. Ia tidak akan memaafkan Malvin kali ini.

"Bangun lo bangsat!" ujarnya menyeret Malvin lalu memberikan bogeman pada wajah Malvin.

"Segitu doang kemampuan lo?" tanyanya sengit.

Malvin berdiri dan meyerangnya tapi Ia sudah dikuasai oleh emosi dan amarah. Ia tidak akan memberikan celah sedikitpun bagi Malvin untuk melukainya. Selama ini ia sudah menjaga Litha sebaik dan sebisanya agar selalu aman. Namun, apa yang dilihatnya tadi? Malvin hampir membunuh Litha. Jika saja Ia tidak datang lebih cepat maka semuanya akan terlambat.

"Kalau lo emang cowok! Lawan lo gue bukan Litha!" bentaknya lalu menendang perut Malvin.

Ia merasa geram dengan cowok itu. Tidak sekali atau dua kali Malvin kalah dalam pertarungan tapi Malvin tetap saja tidak kapok mencari masalah. Dia sudah mencari masalah dengannya, maka jangan salahkan dirinya jika Ia berbuat nekat kali ini. Akal sehatnya sudah menghilang.

"Kalian berdua bawa Litha ke rumah sakit, gue nyusul setelah urusan gue selesai," ujarnya tak terbantahkan.

"Inget batasan, bro." ujar salah satu dari mereka.

Ingat batasan? Yang benar saja Ia harus memiliki batasan menghajar Malvin? Ini belum seberapa dibanding apa yang Litha rasakan. Ia tidak takut jika orang tua Malvin melapor ke polisi. Bahkan sebaliknya, orang tua Malvin harus menanggung malu karena anak kebanggan mereka hampir membunuh seseorang.

"Gue gak pernah main-main sama ucapan gue. Sekali lagi lo sakitin Litha, nyawa lo taruhannya." ancamnya sebelum meninggalkan tempat itu.

Saat ini pikirannya berpusat pada kondisi Litha. Apa Litha baik-baik saja? Apa terjadi hal serius pada gadis itu? Ya Tuhan! Semoga Litha baik-baik saja. Ia memakai helm fullface lalu menyalakan mesin motornya dan bergegas menyusul mereka di rumah sakit.

~**~**~

Disebuah tempat yang sering disebut rumah sakit ini mereka duduk dan menunggu dokter keluar dari ruangan bertuliskan UGD ini. Meski terlihat tenang tetapi, sebenaranya mereka tengah mengkhawatirkan keadaan orang di dalam sana. Tak terkecuali laki-laki dengan setelan hitam itu.

Ia berdiri dan menatap pintu. Rasanya Ia ingin mendobrak pintu kaca itu dan memastikan sendiri bagaimana keadaan gadis itu. Namun, akal sehatnya mulai kembali. Ia tidak mungkin mengganggu dokter dan perawat yang sedang menangani Litha. Layaknya setrika, Ia terus berjalan mondar-mandir tanpa henti.

Mereka cukup tahu bagaimana perasaan laki-laki itu dan seberapa penting seorang Litha dihidupnya. Berkali-kali mereka menegur tapi sama sekali tidak digubris olehnya. Memang susah berbicara dengan orang yang dilanda rasa khawatir. Apalagi jika orang itu seperti laki-laki ini. Sangat langka.

Decitan bunyi puntu terbuka terdengar, sontak mereka berdiri dan menghampiri sang dokter. Wanita  yang sudah mencapai kepala empat itu tersenyum pada mereka. Namun, tetap saja mereka sangat khawatir dengan kondisi Litha. Senyuman dari dokter itu sangat tidak meyakinkan.

"Gimana keadaan Litha, Dok?"

"Kalian tenang saja, tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Pasien hanya terlalu banyak pikiran, dan pola makannya juga harus dijaga."

Radyan Arjuna ✔Tahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon