- Chapter 29 -

932 124 35
                                    

Cahaya putih bersinar dari sehelai rambut yang diikatkan ke lengan Lucas. Aku duduk di sampingnya dan menggenggam tangannya yang lain. Air mataku tak kunjung berhenti.

Aku takut. Sungguh takut.

Seolah dikejar oleh waktu yang tak terlihat, aku takut Lucas akan hilang dari hadapanku dalam sekejap. Ia sudah terlalu lemah. Kami semua tau apa yang akan terjadi padanya jika Shuo tidak membawa pulang 'obat' untuk Lucas.

"Ini hanya untuk tiga hari ke depan. Setelah itu rambutku tidak akan memiliki efek apapun untuknya. Ia butuh sesuatu yang lebih kuat untuk menjaga mana-nya tetap stabil dan sekaligus mengembalikan ingatannya." Nenek pohon dunia memberi penjelasan pada kami setelah selesai memberikan beberapa helai rambutnya untuk Lucas.

Kini raut wajah Lucas sudah kembali seperti sedia kala. Nafasnya kembali normal. Begitu pula dengan kuku-kukunya yang sempat menghitam.

"Terima kasih, Nenek. Kami sangat berhutang budi padamu." Atheia yang mewakili segenap keluarga kami berterima kasih sambil menundukan kepalanya.

"Terima kasih.. Aku tidak tau harus bagaimana  membalas jasa Anda." kataku dengan lirih.

Nenek pohon dunia menatapku sejenak lalu Ia menghembuskan nafas panjang.

"Si brengsek ini sungguh beruntung. Aku memang tak menyukainya tapi melihat betapa kalian menyayangi pria ini, aku tak bisa tinggal diam." Katanya sambil melirik tajam ke arah Lucas. "Ia akan siuman dalam beberapa jam ke depan. Kalian tidak perlu khawatir."

Nenek pohon dunia lalu bangkit dan berjalan keluar kamar ditemani oleh Aluxio dan Celestine. Ia butuh istirahat katanya.

"Mama juga perlu istirahat. Kami yang akan menjaganya bergiliran..Jika Papa sudah bangun, kami akan segera memberitahu Mama." Atheia merangkul pundakku dan mencoba memindahkanku dari sisi Lucas.

"Tidak. Mama akan beristirahat disini bersama Papamu. Ia pasti akan segera mencariku setelah bangun. Jadi sebaiknya Mama tetap disini."

Katakanlah aku keras kepala. Aku tidak ingin beranjak dari sisi Lucas walaupun semua orang telah membujukku, termasuk Ibuku. Ayah bahkan sampai membentakku. Tapi aku tidak bergeming.

"Sudahlah. Jika Ia sakit maka yang akan menjadi sasaran amukan dariku adalah pria itu." ujar Ayah sambil berlalu meninggalkan kamar.

"Claude!" Ibuku menyusulnya.

"Nenek." Aiden mendekatiku lalu menjulurkan tangannya.

"Hentikan Aiden. Nenek tidak akan bicara lagi denganmu jika sampai kamu menggunakan sihir pada Nenek."

Aku menghentikannya sebelum Aiden bisa membuatku tertidur dengan sihir. Dulu Lucas sering melakukan itu padaku jadi aku sudah terbiasa.

"Ck." Aiden berdecak lalu ikut pergi meninggalkan kamar.

"Peganglah ini, Mama. Kalau Mama sudah lelah, panggilah salah satu dari kami." Atheia menyerahkan sebuah telpon ke tanganku.
"Ayo kita keluar." Putriku membawa anak-anaknya keluar dari kamar.

Sekarang hanya ada aku dan Lucas di dalam kamar. Malam semakin larut namun aku sama sekali tidak lelah ataupun mengantuk. Aku terus menggenggam tangan Lucas dan sesekali mengelus wajahnya.

"Kami pasti akan menolongmu." kataku dengan yakin.

Saat itu aku sungguh berharap Lucas akan bangun dan kembali padaku seperti biasa.

Tanpa ada firasat apapun, aku naik ke tempat tidur dan berbaring di sebelahnya. Aku menidurkan kepalaku di atas dadanya dan mendengarkan setiap detak jantungnya. Dengan begini aku merasa lebih tenang. Setiap detak jantungnya menunjukan Ia masih hidup.

Edelweiss (Who Made Me A Princess Fanfic)Место, где живут истории. Откройте их для себя