- Chapter 25 -

1K 151 34
                                    

Kedua pria di sampingku masih saling menatap tajam. Ayah belum menurunkan pedangnya, begitu juga dengan Lucas yang tidak juga menghindari pedang ayah yang semakin dekat dengan lehernya.

"Lepaskan tangan putriku." perintah Ayah dengan nada tegas.

Bukan hanya Lucas yang tidak berubah, Ayah juga tidak pernah berubah. Dulu ataupun sekarang. Dia masih Ayahku yang tidak suka anak perempuannya dekat dengan anak laki-laki. Tidak peduli berapa pun umurku. Dan sampai dia terakhir menutup mata pun dia masih enggan menghilangkan sebutan 'brengsek' dan 'tengik' untuk memanggil Lucas. Sungguh konsisten.

"Saya akan melepaskan tangannya jika Anda bersedia membiarkan saya memperkenalkan diri dengan sopan dan tidak dengan pedang di leher seperti ini." Lucas tidak menuruti perintah Ayah dan malah berusaha bernegoisasi.

"Ayah. Turunkan pedang Ayah." aku ikut memohon dan melancarkan jurus maut yang dari dulu sering kupakai untuk meluruhkan hati Ayah. Tatap mataku Ayah, lihatlah putrimu yang cantik ini memohon dengan mata berkaca-kaca.

Tak lama tanganku terangkat untuk menyentuh permukaan pedang Ayah.
"Kita sudah tidak memerlukan ini lagi Ayah. Simpanlah di tempat yang seharusnya."

Ayah masih menatap tajam ke arah Lucas tapi sedikit demi sedikit dia membiarkanku menurunkan pedangnya. Pedang ini seharusnya sudah tidak ada di tangannya lagi. Saat dia akan meninggalkan kami, dia memberikannya pada Aluxio. Seharusnya pedang ini dibawa Aluxio.. Huh? Anak itu tidak membawa pedang kebanggaannya ini ke tempat berbahaya seperti ruang antar dimensi?

Selama beberapa detik setelah pedangnya diturunkan, Ayah masih terdiam.

"A.. Ayah. Ini Lucas, dia.." dengan hati-hati aku mulai memecahkan keheningan di antara kami. Ini jelas basa basi. Ayah tau persis siapa pria kurang ajar yang sedang menggenggam erat tanganku.

"Selamat siang Tuan. Sebuah kehormatan bisa bertemu dengan Anda di depan gerbang seperti sekarang. Saya Lucas, kekasih Putri Anda yang cantik." Lucas melanjutkan perkataanku dan memperkenalkan diri sambil membungkukkan badan dengan sudut 45 derajat dan tangan di dada kanan. Sama seperti yang dilakukan para bangsawan pria saat memberikan hormat pada Ayah.

Aku selalu merasa aneh setiap kali dia bersikap sopan seperti ini. Siapa ini? Dia bukan Lukas-ku. Kira-kira rasanya seperti itu.

"Sekarang lepaskan putriku. Aku sudah cukup mendengar basa basi darimu." Ayah memberi perintah untuk kedua kalinya, diikuti dengusan yang cukup keras.

Lucas menepati kata-katanya, jemariku terlepas dari genggaman tangannya. Dia menoleh ke arahku dan tersenyum hangat. Seolah mempersilahkan aku untuk kembali ke sisi Ayah.

"Masuklah Athanasia. Ada Ibumu di dalam." Ayah menatapku sekilas dan menyuruhku masuk. "Ayah ingin bicara berdua dengan pria ini."

Berbicara berdua? Tidak. Aku tidak mau meninggalkan kalian berdua. Sejarah mengatakan tidak baik meninggalkan naga mengamuk dan serigala hitam berdua saja.

"Bagaimana jika kita berbicara di dalam Ayah? Ibu juga pasti mau bertemu dengan Lucas." bujukku.

Aku yakin di dalam lebih aman, ada Ibu yang menjadi pawang naga. Lalu Aiden...
Lupakan soal dia. Dia tidak akan membantuku melerai dua orang ini.

"Athanasia. Kamu tau Ayah tidak suka mengulang perintah dua kali. Masuk ke dalam."

Ugh. Sekarang rasanya seperti anak remaja yang ketahuan sedang berpacaran diam-diam. Dan sebentar lagi akan dipingit hingga waktu yang tidak bisa ditentukan.

"Kakek!" Seorang pria terdengar berteriak dari arah pintu masuk mansion dan membuat langkahku terhenti. Suaranya jelas sangat kukenal. Aku mengenalnya dari sejak dia masih sekecil biji sesawi.

Edelweiss (Who Made Me A Princess Fanfic)Where stories live. Discover now