- Chapter 14 -

1.9K 182 47
                                    

*Pyasssh*

Cahaya putih di tangan Lucas menghilang dengan perlahan. Seberapa kerasnya dia berusaha cahaya putih di tangannya tidak bisa bertahan lama. Aliran mana yang ada di tubuhnya kini semakin tidak terasa. Kedua matanya tertutup menahan rasa frustasi.

"Apa memang sudah waktunya.."

Lucas bisa merasakannya, ini sudah saatnya dia pergi. Tubuhnya kian melemah dari hari ke hari. Wajahnya sudah tidak semuda dulu lagi. Rambut hitamnya kini mulai diselingi dengan rambut putih. Anak dan cucunya bahkan sering mengatakan dia semakin kurus. Hanya Athanasia yang bersikeras mengatakan Lucas masih sama seperti dulu, tidak ada yang berubah. Istrinya itu sedang mencoba menghindar dari kenyataan.

Suara ketukan di pintu kamar membuat Lucas membuka matanya perlahan. Wanita yang mengetuk pintu tidak berbeda jauh dengannya, Rambutnya sudah memutih. Wajahnya masih terlihat cantik untuk wanita seusianya, walaupun sudah dihiasi dengan beberapa keriput.

"Sayang, Aiden dan yang lain sedang bermain bola di taman. Apa kamu mau melihatnya?" Athanasia mendekati suaminya yang sedang terduduk di pinggir tempat tidur.

Lucas tersenyum dan menjulurkan tangannya untuk meraih tangan istrinya.

"Kemarilah.."

Bukan kematian yang dia takuti. Dia sama sekali tidak takut menghadapi ajalnya.

"Athanasia.."

Lucas memeluk erat pinggang istrinya dan menyandarkan kepalanya di perut Athanasia. Tangan lembut keibuan membelai rambutnya dengan penuh kasih sayang. Apa dia masih akan merasakan tangan lembut ini setelah melewati kematian? Apa pemilik tubuh rapuh yang dia peluk ini bisa bertahan tanpa dirinya? Apa Athanasia masih bisa tersenyum tanpa dirinya?

Lucas menutup lagi matanya, cairan bening mengalir membasahi pipinya. Dia berusaha sekuat tenaga agar Athanasia tidak menyadari kesedihannya. Dibanding ketakutan akan kematian, dia lebih takut melihat wanita yang dia cintai sepenuh hatinya ini menderita karena kehilangan dirinya.

"Lucas?"

Sekuat apapun dia menahan, getaran di pundaknya terlihat jelas di mata istrinya.

"Lucas, jangan begini.. Jangan membuatku takut.."

Bukan hanya Lucas, Athanasia juga sadar suaminya kian melemah. Perasaan tidak enak terus menghantuinya. Perilaku Lucas juga semakin aneh di matanya.

"Jangan bersedih. Kumohon.. "

"Cukup! Ada apa denganmu?! Hanya kata kata itu yang terus kamu ucapkan!"

"Athanasia.. Maaf, aku mungkin tidak bisa menepati janji kita berdua."

"...... "

Athanasia mengerti janji yang dimaksud Lucas. Janji yang mereka ucapkan ratusan tahun lalu, saat semua terlihat baik baik saja. Janji yang mereka pikir bisa mereka tepati dengan mudah.

"Tidak.. Kita akan pergi bersama. Aku akan ikut denganmu."

"Sayang.. Kamu tau itu tidak mungkin."

"Apa yang tidak mungkin?!! Aku.. Aku hanya tinggal meminum racun atau apapun yang bisa membuatku pergi bersamamu!"

Kata kata Athanasia semakin tidak masuk akal. Dia sendiri tau Lucas paling membenci kata bunuh diri. Tapi dia masih juga mengatakannya, rasa takut kehilangan suaminya lebih besar dari apapun saat ini. Air mata sudah mengalir deras dari kedua mata biru sapphire miliknya. Kakinya tidak kuat lagi menopang tubuhnya. Athanasia jatuh terduduk di depan Lucas dengan tubuh yang bergetar.

"Jangan pergi.. Jangan tinggalkan aku.."

Tangisan Athanasia kian bertambah histeris. Lucas sendiri tidak bisa berkata apa apa lagi. Takdir yang kejam akan segera memisahkan mereka. Waktu sudah tidak bisa mereka lawan lagi. Yang bisa Lucas lakukan saat ini hanyalah berharap semuanya berjalan sesuai rencananya dan saat mereka berdua membuka mata di kehidupan selanjutnya, mereka akan bisa kembali bersama.

Edelweiss (Who Made Me A Princess Fanfic)Where stories live. Discover now