- Chapter 30 -

1.2K 123 48
                                    

"Ck. Dimana ponselku?!" Lucas berdecak kesal sambil mencari-cari ponselnya di setiap sisi ruangan. Ia sungguh ingin segera menelpon Herold untuk menjemputnya.

Tidak ada alasan untuknya berlama-lama. Kamar mewah bergaya abad pertengahan yang Ia tempati membuat kepalanya sakit. Orang-orang yang tadi ditemuinya pun tidak Ia kenal, terutama Sang Wanita yang membuat kepalanya serasa ditusuk beribu jarum yang tak kasat mata.

Wanita itu jelas sangat cantik, Lucas mengakuinya. Ia pria normal yang terpesona dengan makhluk luar biasa seperti yang tadi berbaring di sampingnya. Namun hal itu tidak membuat rasa sakit yang Ia rasakan berkurang.

"Brengsek." Lucas mengumpat sambil mengacak-acak rambutnya dengan tangan kirinya. Sedangkan tangan kanannya begitu sibuk mencari benda berbentuk persegi panjang itu di dalam saku jasnya untuk kesekian kalinya. Ia berharap benda itu akan muncul di dalam jasnya secara ajaib.

Semuanya sudah tidak masuk akal. Jadi Ia tidak akan terkejut jika ponselnya tiba-tiba muncul di dalam saku jasnya yang jelas-jelas kosong.

"Hei. Mencari ponsel milikmu?" tanya seorang pria yang berdiri di ambang pintu kamar.

Lucas tersentak dengan kehadiran sosok pria berambut hitam yang tidak terdeteksi olehnya. Pria itu bertubuh kekar dengan bola mata hijau topaz.

Lagi-lagi orang asing. Lucas mengerutkan dahinya dan menunjukan rasa tidak sukanya pada keadaan di sekitarnya.

"Sebenarnya kalian ini siapa?" tanyanya dengan nada sedikit meninggi.

"Ini ponselmu."

Eric tidak menjawab pertanyaan Lucas. Ia melemparkan ponsel yang sedari tadi menjadi fokus pencarian Lucas. Setelah itu Ia hanya diam bersidekap sambil menyender di salah satu dinding.

"Apa semua orang disini sudah gila? Tidak ada yang bisa menjawab pertanyaanku." Lucas mulai kehilangan kesabarannya.

"Aku hanya pengawal disini. Aku tidak punya kapasitas untuk menjawab pertanyaanmu." jawab Eric dengan tegas.

Melihat keadaan Lucas membuatnya tidak habis pikir. Kakeknya yang dulu begitu kuat dan selalu menjadi tumpuan bagi keluarga mereka, kini jadi terlihat rapuh baginya.

"Haaah..." Eric menghela nafas panjang dan mulai memikirkan seberapa besar kemungkinan ingatan Lucas akan kembali jika Ia memukul kepala kakeknya itu sekarang.

"Eric."

Tepukan di bahunya dan suara lembut Ibunya membuyarkan skenario pemukulan yang ingin Eric lakukan.

Atheia masuk ke dalam ruangan dengan penuh wibawa layaknya seorang kepala negara. Ia mencoba mengontrol emosinya dengan sekuat tenaga.

'Jangan menangis. Kamu ini kuat, Lucy. Jika Papa sudah tidak ada, kamu dan Aluxio harus menjaga Ibu kalian.'

Perkataan Ayahnya terus terngiang dalam kepalanya. Ayahnya tidak ingin dirinya menjadi wanita lemah dan tidak bisa menjaga keluarga mereka.

"Tuan, saya mohon maaf atas ketidaksopanan pengawal saya." Atheia tersenyum lalu membungkukkan badannya sedikit sebagai tanda permintaan maaf.

Lucas memicingkan matanya dan menatap lekat-lekat wanita di hadapannya. Wajah wanita itu tidak asing. Ia seperti pernah melihatnya di suatu tempat.

"Mungkin ini terdengar tidak masuk akal, tapi saat ini Anda sedang berada di Istana Kekaisaran Obelia. Kami menemukan Anda pingsan di salah satu koridor Istana." ujar Atheia dengan tenang. "Apa Anda sudah merasa lebih baik sekarang?"

"Kau pikir aku bodoh? Jangan berbohong padaku. Tidak mungkin aku bisa berada disini jika bukan kalian yang membawaku kesini." Lucas menggeram. Ia mencengkram jasnya dengan kuat dan berjalan mendekati wanita yang entah mengapa mengingatkannya pada dirinya sendiri.

Edelweiss (Who Made Me A Princess Fanfic)Where stories live. Discover now