- Chapter 31 -

1.1K 88 39
                                    

Kunjungan singkat ke kamar Ayahnya benar-benar membuat kepala Atheia pusing. Keadaan Lucas memang membaik dengan bantuan Nenek pohon dunia. Namun itu tidak cukup untuk membuat ingatan Lucas menjadi lebih stabil ataupun mengembalikan kekuatan sihirnya. Semuanya benar-benar kacau. 

"Ck.." Atheia berdecak sambil memijat keningnya. Dia tidak tau harus melakukan apa lagi untuk bisa memperbaiki keadaan Ayahnya. Terlebih saat Ibunya bangun nanti, apa yang harus Ia katakan padanya?

Betapa malangnya Sang Ibu. Hatinya terasa sakit memikirkan kemungkinan Ayahnya tidak mengingat apapun soal Ibunya.

Tangan Atheia bergerak ke sisi meja untuk mencari obat di dalam laci. Sedikit obat sakit kepala mungkin bisa membantunya untuk beristirahat sejenak.

Trak!

Tangan seseorang menggenggam pergelangan tangannya hingga botol obat yang digenggamnya terjatuh kembali ke dalam laci dan memuntahkan semua butir obat berwarna putih di dalamnya.

"Jangan. Obat itu tidak baik untuk kesehatanmu." ujar seorang pria yang berdiri di sisi kanannya. Omelan itu tidak asing lagi di telinga Atheia. Tubuhnya sekarang terasa lebih hangat dengan tangan pria yang melingkar di bahunya. 

"Shuo!" teriak Atheia seraya bangkit dari kursinya.

Shuo, suaminya telah kembali. Pria itu terlihat sangat lelah dan pakaian yang dipakainya sedikit berantakan. Noda merah darah terlihat jelas di sudut bibirnya. 

"Apa yang terjadi? Kenapa keadaanmu seperti ini?" tanya Atheia panik. Sudah lama dia tidak melihat wajah Shuo terluka. Terakhir kali bibirnya sedikit sobek karena terkena pukulan dari Ayah mertuanya. Cerita masa lalu yang membuat Atheia sempat kabur dari rumah. Yah walaupun hanya setengah hari. Siapa yang bisa menyembunyikan diri dari Ayahnya. Ayahnya terlalu tau segalanya dan itu terkadang membuat Atheia dan Ibunya kesal. 

Shuo tertawa pelan sambil menyeka darah di sudut bibirnya. "Ini bukan apa-apa. Kamu tidak perlu khawatir. Aku tidak akan mati hanya karena dipukul satu kali." 

"Siapa yang memukulmu?" tanya Atheia penasaran. Suaminya terlalu kuat untuk bisa dipukul oleh manusia biasa, para dewa lainnya pun tidak berani saling memukul. Manusia yang berani memukul Shuo… 
"Huh? Tidak mungkin.. Shuo.." 

Shuo menyentuh wajah istrinya yang tidak percaya dengan rencana yang telah dibuatnya. 
"Semua akan baik-baik saja. Dia akan menolong Ayahmu." 

Tidak ada lagi yang bisa membuat Lucas sembuh sepenuhnya selain orang itu. Meskipun kemungkinan akan terjadi perang kecil di dalam istana, Shuo tidak punya pilihan lain selain membawanya. 

"Kamu.. Kamu membawa orang itu?" tanya Atheia tidak percaya. "Dia mau menolong Ayah? Kamu yakin?" 

Shuo mengangguk yakin. Ia sudah berkali-kali memohon hingga menjanjikan sesuatu yang selama ini sangat diinginkan orang itu. Pukulan di wajahnya pun kini tidak berarti apa-apa. Yah walaupun ini hanya karena ada beberapa kesalahpahaman di antara mereka. 

Shuo menyentuh lembut pipi istrinya lalu mengecupnya pelan. "Semua akan baik-baik saja setelah ini. Aku janji padamu." 

_______

Sebuah tangan yang penuh kehangatan terasa di keningku. Kehangatan yang sangat familiar dan tidak mungkin kulupakan. 

"Lucas.." Aku bergumam sambil mencoba membuka kedua mataku yang terasa berat. Menangis terlalu banyak sungguh membuat mataku lelah. 

Pemilik tangan hangat itu lalu tersenyum melihatku yang kesulitan membuka mata. Mata merah ruby nya kini terlihat sama seperti yang selalu kuingat. Rambut hitam yang berkilauan masih terlihat sangat indah di mataku. 

"Athanasia.." panggilnya lembut di samping telingaku. "Jangan menangis lagi." 

Air mata kembali mengalir di pipiku. 
"Aku pasti sedang bermimpi kan? Kamu akan hilang jika aku menutup mataku lagi." isakku sambil menatap wajah Lucas lekat-lekat. 

"Maaf…" Kini senyumnya berubah menjadi senyum yang menyakitkan. Sama seperti saat dia akan meninggalkanku dulu. 

Aku segera menariknya ke dalam pelukanku. 
"Jangan pergi. Kumohon.. Jangan pergi lagi."

"Aku tidak akan pergi, Athanasia. Aku tidak akan membiarkanmu sedih sampai seperti ini. Tidak akan pernah. Aku yang akan memastikannya sendiri." 

"Kamu sudah membuatku sedih. Kamu sudah meninggalkanku.."

Wajah pria itu tiba-tiba mengeras. 

"Bukan. Kau yang sudah meninggalkanku dulu. Jika saja waktu itu kau tidak pergi meninggalkanku bersamanya.."

…….. 

Gadis muda yang berdiri di belakang Atheia tampak memejamkan matanya. Dadanya terasa perih. Dia tidak suka melihat pria itu memperhatikan wanita lain selain dirinya. Apalagi dengan raut wajah seperti itu. Walaupun dia tau bahwa wanita itu bukanlah orang asing baginya. 

"Hei.. Kau baik-baik saja? Wajahmu terlihat pucat." Eric memegang bahu gadis itu dan membuatnya sedikit terkejut. 

"Ah tidak.. Aku.." jawab gadis itu terbata-bata. Tubuh besar Eric sedikit membuatnya terintimidasi. Perbandingan ukuran tubuh mereka cukup mencolok. 

Dan jika bisa menjawab dengan jujur, saat ini dia sangat tidak baik-baik saja. Dia merasa terkejut, sedih, takut dan bingung melihat apa yang telah terjadi sepanjang hari ini. Terutama dengan adegan yang baru saja dia saksikan. 

Seharusnya hari ini mereka pergi bermain ke taman bermain. Pria jahat itu sudah berjanji padanya. Seharusnya hari ini dia bahagia. Mereka seharusnya berada di taman bermain sambil berpegangan tangan dan mereka akhirnya bisa bersenang-senang setelah sekian lama. 

"Jangan menakuti dia, bodoh!" Suara melengking Erika terdengar di samping mereka. Cubitan maut pun mendarat di pinggang Eric. "Maafkan kembaranku yang bodoh ini. Dia memang sedikit mirip gorilla tapi bisa kupastikan dia pria baik-baik." 

Gadis itu tersenyum canggung melihat dua orang itu. Tempat ini terasa sangat asing baginya. Dia adalah orang yang tidak seharusnya berada di pertemuan keluarga besar seperti sekarang. 

"Aku.. Aku sebaiknya keluar dari sini." ujarnya pelan. Sebaiknya dia pergi sebelum keadaan menjadi semakin canggung dan dadanya terasa semakin sakit. 

Di luar mungkin dia bisa berpikir lebih jernih dan kembali bernafas dengan normal. 

Perlahan dia berjalan mundur dan berbalik meraih gagang pintu yang berukuran sangat besar itu. Dia hanya bisa berharap dia bisa membukanya dengan baik dan tidak membuat adegan memalukan. Semua orang itu sedang serius, adegan dirinya yang terjatuh karena tidak bisa membuka pintu tentu bukan adegan yang diharapkan semua orang. 

Eric dan Erika ingin menghentikannya sebelum terdengar suara lantang memanggil gadis yang hampir menangis itu. 

"Ji- Hye!" 

_______

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 25, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Edelweiss (Who Made Me A Princess Fanfic)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang