- Chapter 28 -

787 140 20
                                    

Sudah dua jam sejak kami kembali ke Istana. Lucas masih terbaring lemah di atas tempat tidur dengan wajah pucat serta bibir yang membiru. Kuku-kukunya pun sedikit menghitam. Matanya tertutup rapat tapi bisa kulihat alisnya berkerut dan sesekali mendesis kesakitan.

Aku berusaha menenangkan diriku. Disini yang sedang kesakitan adalah Lucas, aku tidak boleh jadi wanita cengeng yang terus menangis di sampingnya.

"Nenek, istirahatlah sebentar. Biar kami yang bergantian menjaga Kakek." ujar Erika yang berdiri di sampingku.

"Tidak. Aku ingin berada di sampingnya." Aku menolak untuk beranjak dari sisi Lucas.

Aku takut.

Aku takut jika aku pergi dari sisinya, dia akan menghilang dan kembali meninggalkanku lagi.

Erika menghela nafas panjang lalu beranjak pergi keluar, meninggalkan aku dan Lucas berdua di dalam kamar.

"Lucas.." Aku bergumam memanggil namanya.

Sapu tangan milikku sudah penuh dengan peluh yang menetes dari dahi Lucas. Dia jelas sedang sangat menderita.

"Bodoh. Kenapa kamu memaksakan diri.. Hidup kita akan baik-baik saja meskipun kamu tidak mengingat masa lalu." bisikku lirih.

Sampai kapan dia harus menderita seperti ini? Apa tidak ada cara untuk mengurangi rasa sakit yang dia rasakan?

Aku membuka telapak tanganku dan mencoba mengumpulkan manaku yang mungkin masih tersisa dalam tubuhku.

"Ayolah. Sedikit saja.."

Aku terus berusaha hingga rasanya seluruh darah yang mengalir di tubuhku terpusat di tanganku. Rasanya sakit. Tapi rasa sakitku pasti tidak akan separah seperti yang dirasakan Lucas.

Beberapa menit kemudian, aku berhasil membuat bola cahaya kecil yang mengambang di atas telapak tanganku. Bola cahaya berwarna biru itu terangkat ke atas dan seolah tau tujuanku mengeluarkannya, ia masuk ke dalam dada Lucas.

Pendar cahaya biru terlihat dari balik kemeja yang dipakai Lucas. Berkelip bagai kunang-kunang kecil. Manaku yang sangat lemah itu tampaknya cukup berguna. Perlahan kuku kuku Lucas yang sempat menghitam kembali seperti semula. Wajahnya pun tidak sepucat tadi.

Aku menghela nafas lega melihat sedikit peningkatan pada keadaan Lucas.

"Kali ini aku yang harus berusaha untukmu." kataku sambil sedikit merintih.

Dengan nafas tersengal-sengal kucoba lagi mengeluarkan bola cahaya yang serupa. Tenagaku terkuras sedikit demi sedikit.

Tidak apa-apa. Ini demi Lucas. Orang yang paling kucintai.

"Cukup Nenek." Suara Aiden mengagetkanku. "Nenek bisa ikut sakit seperti dia jika terus memaksakan diri."

Dia menepuk bahuku lalu memberikan isyarat agar aku menjauh.

"Nenek lihat, mana nenek hanya bertahan sebentar. Kukunya kembali menghitam."

Aiden menunjukan kuku Lucas yang kembali menghitam. Usahaku sama seperti usaha anggota keluarga yang lain, tidak ada yang bisa berhasil mengembalikan keadaan Lucas seperti semula.

"Apa yang harus kita lakukan? Kita tidak bisa membiarkannya seperti ini terus." ujarku, mulai frustasi.

"Tenanglah Nek. Kami semua sedang berusaha mencari cara yang terbaik."

"Berapa lama.. Berapa lama Lucas bisa bertahan dalam keadaan seperti ini. Setiap menit aku bisa melihat keadaannya kian memburuk. Jika terlalu lama.. Dia.. Dia.." Aku mulai kembali terisak.

Edelweiss (Who Made Me A Princess Fanfic)Donde viven las historias. Descúbrelo ahora