Mémoire : 50. Useless

13.8K 1.6K 338
                                    

Setiap membuka matanya di pagi hari, Lisa yang masih mendapati ingatannya utuh selalu merasa bersyukur. Tapi dia tak bisa tersenyum. Bahagianya sudah memudar, dan Lisa sulit untuk menumbuhkan bahagia itu lagi di dalam hidupnya.

Canda tawa yang keluarganya berikan tidak cukup untuk menutupi luka Lisa. Setiap melihat keluarganya bahagia, Lisa justru merasa sedih. Karena nanti, dia akan melupakan bahagia itu. Melupakan tawa itu dari mereka.

Lisa mangancingkan kemeja merah mudanya sembari memandang wajahnya yang pucat dan tak bersemangat dari kaca di walk in closetnya.

Betapa menyedihkannya gadis itu sekarang. Lisa bahkan merasa kasihan dengan dirinya sendiri. Hidupnya memang tidak berakhir dalam waktu dekat. Tapi dia merasa sudah sekarat karena begitu tak berguna.

Ini pukul enam pagi. Rutinitas keluarga itu sekarang adalah sarapan. Lisa sudah membersihkan diri dan berpakaian, maka dia mulai melangkah lunglai meninggalkan kamar.

Dia ingin terlihat bahagia. Tapi dia tidak bisa. Lisa biasanya selalu hebat dalam berpura-pura atau berbohong. Tapi sekarang, dia bahkan sudah tak mampu melakukan itu. Dia tidak bisa bilang jika sedang baik-baik saja. Dia tidak bisa bilang jika dia akan terus menjadi kuat. Dia benar-benar lemah sekarang.

"Lisa-ya, kenapa keluar dari kamarmu? Demammu belum turun," Yejin berujar khawatir saat mendapati Lisa berjalan mendekat pada meja makan yang sudah dihuni oleh keluarga itu.

"Aku sudah sembuh." Jawab Lisa datar, hendak semakin mendekat pada kursinya namun tangan Yejin menahan.

"Tidak, kau belum sembuh. Kita kembali ke kamar, eoh? Eomma sudah menyiapkan sarapanmu untuk dibawa ke atas."

Yejin menghentikan langkahnya ketika Lisa hanya terdiam bahkan ketika sebelah tangan Yejin menarik lengannya. Tatapan Lisa sungguh asing. Seumur hidup, dia tak pernah melihat mata anaknya memerah dengan sorot dingin disana.

"Kau tak suka aku sarapan dengan kalian?" tanya Lisa tegas. Tentu membuat semuanya terbelalak kaget.

"Kau tak suka aku bergabung dengan kalian? Kau tak suka keberadan anak tak bergunamu ini, Eomma?" nada suara Lisa meninggi.

Jisoo yang tak mau Lisa melakukan hal di luar batas lagi, hendak menghampiri adiknya. Namun dia semakin terdiam melihat Lisa merebut nampan di tangan Yejin dan membantingnya ke lantai.

Prang~

"Aku memang tidak berguna! Aku memang tidak pantas berada di keluarga ini!" Lisa berteriak. Menarik rambutnya sendiri dengan kasar.

Yejin tentu panik. Dia menggeleng kuat dengan air mata menggenang. Berusaha menarik tangan Lisa agar tak menyakiti diri sendiri, tapi putri bungsunya itu justru mendorongnya hingga tersungkur di lantai.

"Eomma!"

Jisoo berlari pada Yejin. Membantu ibunya untuk bangkit. Tapi tubuh wanita empat orang anak itu terasa sangat lemas seakan tak bertulang. Dia hanya menangis dan membiarkan Jisoo memeluknya.

Lisa tidak suka jika ibunya menangis. Tapi hatinya begitu keras hanya untuk meminta maaf. Matanya masih berkilat marah, tapi mulutnya tak berani lagi berucap. Dia menahannya sekuat mungkin.

Gadis berponi itu menahan napasnya. Memejamkan mata sesaat lalu berbalik dan berjalan dengan lesu meninggalkan ruang makan.

Jennie tidak tinggal diam. Dia berlari dan meraih lengan Lisa.
"Kau ingin kemana, hm?"

Wajah Lisa mendadak linglung. Jennie sungguh sedih karena seakan tubuh adiknya itu tak memiliki jiwa. Begitu kosong, kadang tak terkendali.

"Kamar." Tangan kurus itu menunjuk entah kemana. Yang sebenarnya mengarah ke pintu taman belakang.

Mémoire ✔Where stories live. Discover now