Mémoire : 26. The Day

12.5K 1.6K 285
                                    

Lisa tahu, perbuatannya hari ini sangat mengecewakan sang kakak. Terbukti ketika Lisa dan Rosé berpapasan di garasi mansion, gadis blonde itu melewatinya begitu saja. Padahal siapa pun tahu, Lisa adalah adik kesayangan Rosé. Dan mengabaikan Lisa tidak akan mungkin Rosé lakukan.

Karena tidak ingin kakak ketiganya semakin marah, Lisa segera meraih lengan itu dengan lembut. Menghentikan langkah Rosé yang hendak memasuki lift mansion.

"Maaf, Unnie. Aku tidak bermaksud mengabaikanmu. Aku meninggalkan ponselku di dalam mobil." Ucap Lisa yang berharap Rosé akan memaafkannya dengan alasan itu.

Dia tidak mungkin mengungkapkan alasan sesungguhnya yang tampak sangat aneh. Lagi pula, Rosé mana mungkin percaya dengan alasan konyol seperti itu. Bukankah Lisa masih waras untuk membuang ponselnya sendiri?

"Kau mengabaikanku dan memilih bersenang-senang dengan temanmu?" tanya Rosé tajam. Memang hari ini, dia hanya tahu jika Lisa pergi bersama teman-temannya. Tak tahu bahwa sesungguhnya ketika Lisa meggunakan alasan itu, dia sedang bekerja.

Tampaknya Rosé benar-benar tak menyadarinya jika itu hanyalah kebohongan semata. Karena pergi bersama teman-teman tak akan mungkin dia lakukan. Nyatanya, Lisa memang tak memiliki teman selain Seulgi dan Hoseok. Di kampus pun, sia hanya berinteraksi baik dengan teman satu group dancenya. Tapi di antara mereka, tak ada teman yang amat dekat dengan Lisa.

"Aku... Sedang mengurus impianku, Unnie. Maaf jika aku mengabaikanmu." Ungkap Lisa ragu. Dia tak punya pilihan lain agar Rosé berhenti marah padanya.

Teebukti, mendengar kalimat Lisa kini sang kakak tampak mulai menerbitkan senyum cerahnya. Menggantikan wajah muram yang Lisa temui tadi. Impian Lisa memang adalah kebahagiaan untuk ketiga kakaknya.

"Jeongmal? Apa kau ingin mengikuti kompetisi lagi?" tanya Rosé antusias. Gadis blonde itu berbarap kali ini Lisa tak menyia-nyiakan kesempatan lagi. Karena saat itu, Lisa harus menolak kerja sama bersama koreografer kelas dunia karena sang Ayah menentang.

"Unnie akan mengetahuinya, nanti." Jawab Lisa yang masih tak ingin mengungkapkan apa yang sebenarnya dia siapkan.

"Tak masalah. Yang terpenting, kau harus benar-benar meraihnya."

Rosé bergerak untuk merangkul Lisa. Mengajaknya pergi ke lantai empat bersama. Melupakan kekecewaannya pada sang adik. Karena jika alasan Lisa adalah impiannya sendiri, Rosé tak akan bisa marah. Dia bahagia, jika Lisa bisa segera meraih apa yang Lisa angan-angankan sedari dulu.

.........

Detik, menit, jam, hari, bulan, semuanya terlewatkan dengan berbagai warna. Tapi sepertinya pagi ini, perasaan masing-masing manusia yang sedang melakukan sarapan rutin itu tampak cerah. Tak ada kelabu, juga tak ada kesedihan yang hampir dua bulan lalu sempat menyerang.

"Dua hari lagi adalah ulang tahunmu. Ingin merayakannya dimana, Lisa-ya?"

Lisa menoleh pada sang ayah yang baru saja bertanya. Berada di keluarga yang memiliki kasta tinggi, tentu perayaan adalah hal utama. Tapi Lisa sungguh membenci itu. Walau dia tak suka kesepian, dia juga tak suka keramaian.

"Bisakah tahun ini tidak usah dirayakan, Appa?" tanya Lisa ragu. Karena biasanya, sang ayah akan menjadikan pesta ulang tahun anaknya sebuah ajang untuk menyombongkan kekayaan. Memperlihatkan seberapa berhasilnya dia kepada orang-orang yang meremehkannya dulu.

"Itu yang kau inginkan? Baiklah, Eomma dan Appa hanya akan membuatkanmu kue ulang tahun." Bibir Lisa tertarik membentuk senyuman lebar mendengar penuturan sang ayah. Sungguh, dia sangat senang hingga rasanya seperti terbang ke angkasa.

Mémoire ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang