Mémoire : 51. Snow

13.7K 1.6K 665
                                    

"Alzheimernya mulai memasuki tahap enam."

Suara Jinhwan mampu terdengar oleh Hyunbin, Yejin, Jisoo, dan Jennie di ruangan itu. Sedangkan Lisa dibiarkan ada di luar ruangan bersama Rosé yang menjaganya. Jika mendengar hal ini, bungsu Kim itu bisa saja kembali mengamuk atau berputus asa seperti tadi pagi.

"Perkembangan penyakitnya sangat pesat." Lagi, kalimat Jinhwan tak pernah menenangkan mereka.

Semua sudah tahu jika Alzheimer memiliki 7 tahapan. Dan sebentar lagi Lisa akan menyentuh tahapan akhirnya. Mereka sungguh tidak siap. Tapi itu memang takdirnya.

"Lakukan saja apa yang dia inginkan. Jika dia dibantah, emosionalnya semakin tak terkendali. Pada tahapan ini, dia akan sering merasa curiga pada siapa pun dan berhalusinasi."

Hyunbin hanya mengangguk kaku. Sedangkan ketiga wanita di dekatnya tak bisa melakukan apa pun untuk terlihat kuat. Memang mereka nyatanya lemah. Hanya saja di hadapan Lisa, mereka berusaha tampak kuat.

"Dia juga sudah mulai memerlukan perhatian saat pergi ke kamar mandi, berpakaian, lalu---"

"K-Kami mengerti, Dokter. Sudah cukup penjelasanmu." Yejin tidak tahan. Dia memotong kalimat Jinhwan begitu saja. Walau tampak tak sopan, dia tak peduli. Hatinya sakit. Selain itu, ada kedua anaknya yang memiliki perasaan lebih lemah dibandingkan dirinya.

"Maaf, aku tidak bisa menyampaikan berita baik sedikit pun." Sorot mata Jinhwan penuh sesal.

Hyunbin terlebih dahulu merespon dengan anggukan paham. Saat ini tubuhnya lemas, tapi dia berusaha bangkit dari duduknya. Menarik secarik kertas yang berisi resep obat untuk Lisa dan keluar dari ruangan itu disusul istri dan kedua anaknya.

Di luar, mereka mendapati Lisa duduk di pangkuan Rosé pada pojok koridor. Rosé pun tampak memeluknya erat adiknya, seakan tidak ada yang dia izinkan untuk mengambil Lisa darinya. Terlihat bungsu Kim itu terus berucap entah tentang apa. Membuat Hyunbin dan yang lainnya semakin berniat mendekati mereka.

"Lalu, semut bernapas menggunakan apa?"

Hyunbin tersenyum kecil mendengar pertanyaan yang di lontarkan Lisa. Putri bungsunya akhir-akhir ini menanyakan hal-hal aneh. Bahkan pernah dia bertanya apa fungsi sendok.

"Lisa ingin es krim?" Lelaki Kim itu berjongkok di hadapan Lisa. Menghentikan anaknya untuk terus bertanya pada Rosé.

Lisa menggeleng. Dia tidak ingin hal apa pun selain tidur.
"Pulang."

"Geure. Ayo kita pulang."

..........

Tidak ada matahari yang menyambut pagi. Tak ada juga burung yang berkicau untuk membangunkan manusia dari mimpi semunya. Hari ini langit kelabu. Seperti perasaan Jisoo ketika membuka matanya.

Tiga bulan berlalu, banyak hal yang sudah terlewati. Tak banyak bahagia, tapi justru rasa sakit yang bertumpuk memenuhi hatinya. Setiap detik takut, seakan dia hanya terus berjalan menuju jurang tanpa bisa berhenti.

Jisoo terus mendekap Lisa yang masih terlelap. Menyiapkan hatinya untuk kembali kuat saat mata hazel itu terbuka. Beberapa hari lalu, adiknya itu melupakan sosok Jisoo. Bahkan namanya sendiri.

Tapi kemarin, semuanya berjalan baik. Dan Jisoo sudah bersiap jika hari ini hal buruk kembali datang. Ini adalah pilihannya. Padahal Lisa sudah memperingatkan bahwa lebih baik mereka membuang Lisa jauh-jauh agar tak merasakan sakit.

Mata itu akhirnya mulai terbuka. Jantung Jisoo berdegub lebih kencang. Memamerkan senyum manisnya yang sungguh dia paksakan.

"Kau... Ingat aku?" tanya Jisoo ragu. Matanya sudah memerah saat Lisa hanya diam.

Mémoire ✔Where stories live. Discover now