Mémoire : 16. Lonely

17.5K 1.9K 298
                                    

Gadis berambut cokelat itu memilih duduk di salah satu kursi tunggu dengan wajah lelah. Mengusap wajahnya kasar, karena bayang-bayang mengenai kondisi adiknya tadi malam tak bisa hilang begitu saja.

Walaupun sekarang kondisi Lisa jauh lebih baik, batin Jisoo masih saja terkejut melihat bagaimana adiknya itu hampir mati karena alergi berat yang Lisa punya. Dia bahkan masih ingat dengan jelas, bagaimana tenaga medis yang datang ke mansion mereka berusaha membuat detak jantung Lisa kembali normal dengan melakukan resusitasi jantung paru.

Jisoo sama sekali tak habis pikir dengan Lisa. Dokter bilang, adiknya itu mengkonsumsi terlalu banyak makanan yang membuat alerginya kambuh. Apakah Lisa ingin bunuh diri? Padahal Dokter sudah memperingatkan Lisa agar hal seperti ini tak terjadi lagi. Anak itu sudah pernah mengalami syok anafilaksis. Dan ketika dia mengalaminya lagi, akan terasa lebih membahayakan.

"Jisoo-ya," panggilan itu membuat Jisoo mendongak pada seorang gadis yang kini ada dihadapannya.

Dia berada di bangku ruang tunggu itu memang karena sedang menunggu seseorang. Dan kini yang dinantikannya sudah datang. Membuat Jisoo hendak beranjak, namun gadis itu malah duduk tepat di sampingnya.

"Bagaimana keadaannya sekarang?" tanya Wendy pada Jisoo yang kini tampak sangat lesu pagi ini. Selain masih khawatir terhadap kondisi Lisa, dia juga pasti sangat lelah karena tidak tidur semalaman.

"Lisa baru saja keluar dari ruang ICU."

Wendy mengangguk dengan raut kelegaan. Dia tahu seberapa mengerikannya seseorang yang sudah memasuki ruangan itu. Dan dia amat bersyukur karena Lisa sudah keluar dari sana.

"Padahal baru kemarin dia menemuiku." Ungkap Wendy dengan senyum tipis. Masih sangat ingat jika bungsu Kim itu kemarin datang menemuinya pagi-pagi sekali. Menceritakan betapa bahagianya dia ketika keluarganya kembali hangat seperti saat Lisa masih kecil.

"Dia masih sering menemuimu?" tanya Jisoo terkejut.

Karena Lisa tak pernah mengatakan apa pun mengenai pertemuannya dengan Wendy. Tampaknya, gadis berponi itu tak seterbuka yang Jisoo bayangkan. Adiknya itu terlalu banyak menyembunyikan sesuatu.

"Akan lebih sering nantinya. Karena dia memutuskan untuk tidak meminum obat penenang lagi."

"Apakah tidak apa-apa jika dia melepaskan obat itu disaat dia sudah ketergantungan?" tanya Jisoo gusar.

Jujur saja, Jisoo memang senang karena Lisa memutuskan untuk berhenti mengkonsumsi obat penanang. Tapi di sisi lain, Jisoo amat khawatir jika adiknya tersiksa. Karena Jisoo tahu, jika seseorang yang sudah candu dengan obat itu akan sulit baginya untuk terlepas. Banyak sekali efek yang timbul, dan Jisoo tak ingin melihat adiknya lebih tersiksa lagi.

"Siapa yang bilang dia ketergantungan? Dia baru mulai mengkonsumsinya belum lama ini." Sahut Wendy bingung. Walaupun nyatanya Lisa selalu meminta obat penenang dalam jumlah yang banyak, obat itu akan bertahan cukup lama. Menandakan jika Lisa tak terlalu sering mengkonsumsinya. Dan Wendy memberikan izin untuk mengkonsumsinya pun belum terlalu lama.

"Tapi--"

"Dia bukan ketergantungan, tapi kesepian." Wendy segera memotong kalimat Jisoo. Menimbulkan sesak yang kini dirasakan oleh kakak pertama Lisa itu.

Apakah benar selama ini Lisa merasa kesepian? Tapi bagaimana bisa? Padahal Jisoo dan kedua kakak Lisa yang lain selalu berusaha memberikan waktu mereka untuk Lisa. Walau memang sangat sulit karena semuanya memiliki kesibukan masing-masing.

"Kau sudah tau jika dia memiliki rasa takut yang berlebihan sejak kecil. Dan sampai sekarang pun itu masih ada. Kau tau apa sebabnya? Itu karena dia sendirian." Ujar Wendy yang sungguh membuat Jisoo seakan harus merenungkan sesuatu.

Mémoire ✔Where stories live. Discover now