Mémoire : 8. Shield

13.9K 1.8K 419
                                    

Semuanya berubah dalam sekejab mata. Hidup Jennie, tak akan pernah sama lagi. Gadis itu benar-benar terpuruk sekarang. Kala semua orang satu-persatu meninggalkannya. Kekasih, teman, bahkan sahabatnya sendiri. Tak ada yang tersisa.

Jennie tidak tahu, jika selama ini dia hanya dikelilingi oleh kasih sayang palsu. Padahal, yang Jennie harapkan dari mereka semua hanyalah dukungan. Yang seharusnya mereka berikan untuk Jennie yang baru saja terjatuh.

Kedua tangannya berusaha merapatkan sweeter yang kini membungkus tubuhnya. Memandang pohon-pohon hijau yang mengelilingi mansion itu. Tapi walaupun terlihat indah, pemandangan di hadapannya itu sama sekali tak membuat suasana hati Jennie membaik.

Sudah tiga hari dia menjalani perawatan di rumah sakit. Dan kemarin setelah melakukan cuci darah, gadis itu diperbolehkan untuk pulang. Meninggalkan gedung putih rumah sakit yang penuh akan tangis dan haru.

Perlahan, Jennie memandang lengannya yang kini sudah dipasang dengan Arterio-Venous shunt. Sebuah akses yang digunakan Dokter untuk melakukan hemodialysis pada Jennie. Namun kateter itu saat ini belum dapat digunakan karena harus membutuhkan waktu sekitar 6 sampai 8 minggu untuk matang. Sedangkan kemarin, Jennie harus kembali dipasangi dengan double lumen. Sebuah kateter vena yang terpasang di lehernya. Berfungsi untuk menggantikan Arterio-Venous shunt yang belum siap untuk digunakan.

Mulai sekarang, Jennie harus benar-benar terbiasa dengan kebiasaan hidupnya yang berubah total. Menjalani cuci darah selama dua kali seminggu, meminum obat yang amat memuakkan, dan menjaga pola makannya dengan baik.

Jennie hendak memejamkan matanya karena lelah dengan kenyataan yang harus dia terima dengan lapang dada. Namun dia segera mengurungkan niatnya ketika ada sebuah tangan yang memeluk lehernya. Dan tak lama, sebuah Jar berisi satu tangkai bunga Dandelion tersaji di depan matanya.

Anak kedua Kim Hyunbin itu tersenyum tipis. Dia tahu siapa yang memeluknya kini. Siapa lagi jika bukan adik yang selalu dia jaga sekuat tenaga? Bungsu Kim, si pecinta Dandelion.

"Aku mengambilnya dari padang bunga yang ada di Swiss saat kita berlibur." Beritahu Lisa walau kakaknya itu tak bertanya.

"Bukankah itu berarti untukmu? Kau bahkan akan marah tujuh hari tujuh malam jika Rosé membuang bunga itu."

Lisa terdiam sejenak. Lalu memilih melepaskan dekapannya pada sang kakak. Membuat Jennie segera berbalik arah, dan memandang adiknya itu dalam.

"Kau tau, Unnie? Sesuatu yang rapuh, sebenarnya adalah sesuatu yang lebih kuat dari apa pun." Ujar Lisa mengangkat Jar yang ada di tangannya.

"Aku ingin kau menyimpannya. Karena bunga ini akan mengingatkanmu, ketika kau merasa lelah." Lisa meraih tangan Jennie, memindahkan Jar itu pada telapak tangan sang kakak.

"Sebagian orang, akan menganggap bunga ini lemah dan rapuh. Tapi sesungguhnya, bunga ini sangatlah kuat. Bahkan walau diterpa angin badai yang begitu hebat."

Lisa tahu, seterpuruk apa pun dirinya saat ini. Jennie lah yang lebih merasa buruk. Gadis berpipi mandu itu pasti sedang menyimpan beban yang amat berat di lubuk hatinya. Lisa hanya tak mau, kakaknya itu menyerah akan keadaan.

"Dan walau semua orang memandangmu lemah. Kau... Tetap kakakmu yang kuat." Jennie sungguh terharu akan ucapan adiknya itu. Dia tersenyum, tapi juga menangis. Sampai rasanya gadis itu tak tahan lagi, hingga merengkuh tubuh Lisa ke dalam kedakapannya.

"Jangan pernah menyerah, Unnie. Kau... Harus selalu memberiku pelukan seperti ini. Kau... Tidak boleh hilang dari pandanganku."

.........

Mémoire ✔Hikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin