Mémoire : 46. Sick

18K 1.8K 525
                                    

Langit malam ini tampak indah. Tak ada kelabu, menandakan cuaca begitu baik. Menyambut kedatangan Lisa di balkon kamar itu setelah lama tak mengunjunginya karena selama dua minggu dirawat di rumah sakit.

Sore tadi, dia sudah meninggalkan rumah sakit dengan berbagai ocehan seorang Dokter. Dia juga mendapat pesan dari Kim Jinhwan agar tak ceroboh dan membahayakan nyawanya sendiri.

"Apakah aku akan mati konyol dengan penyakit ini?" gumam Lisa kesal. Dia juga tak ingin ceroboh, tapi bagaimana bisa jika penyakit itu terus membuatnya lupa.

Lisa menatap langit. Ingatannya kembali berputar dimana dia hampir membunuh dirinya sendiri karena ceroboh. Selain menyakiti hati orang, ternyata penyakit itu akan membuat Lisa benar-benar tampak buruk.

Sedang melamunkan nasib sialnya, tiba-tiba sebuah tangan melingkar begitu saja di perutnya. Orang itu tampak merapatkan diri pada tubuh Lisa. Lalu menghirup dalam-dalam aroma tubuh Lisa yang sangat menenangkan.

"Hangatnya," ujar Jennie sembari mencium leher adiknya.

Lisa bergidik. Tapi dia membiarkan saja kakaknya itu. Kembali memandang langit malam yang tampak begitu indah dengan cahaya bulan dan bintang di atas sana.

"Lisa-ya," panggil Jennie pelan.

"Hm."

"Kita akan selamanya seperti ini kan? Kau tidak akan pergi meninggalkanku kan?"

Lisa terganggu dengan ucapan Jennie. Gadis berponi itu segera melepas pelukan erat kakaknya dan berbalik. Ketakutan itu semakin terlihat dari sorot pada Jennie. Dan Lisa tahu itu karenanya.

"Aku masih disini. Jangan berpikir terlalu jauh." Bungsu Kim itu mengusap pipi mandu kakaknya.

"Aku takut---"

"Aku akan bertahan berpuluh-puluh tahun bersama kalian." Lisa memotong ucapan kakaknya dengan cepat. Lisa bertekat, dia tak akan mati muda. Walau tak ada yang bisa menghalangi maut, Lisa yakin bisa membuat dirinya bertahan selama mungkin. Walau dengan penyakit yang akan membuatnya sangat buruk di hadapan keluarganya itu.

Jennie mengangguk pelan. Kembali merengkuh tubuh kurus adiknya. Memejamkan mata merasakan kehangatan yang ingin dia dapatkan selamanya.

"Walaupun sakit, tak apa. Unnie akan merawatmu walau nanti kau melupakanku," ujar Jennie lirih. Sekarang, dia berusaha tidak peduli lagi dengan fakta bahwa nantinya Lisa akan melupakannya. Yang terpenting, gadis berponi itu akan selalu ada di sisi Jennie.

..........

Sore itu, Yejin menemukan suaminya sedang berada di ruang tamu. Membersihkan piala-piala Lisa yang berjajar disana dari tumpukan debu. Melihatnya membuat Yejin tak bisa menahan senyumannya sendiri. Karena dulu, Hyunbin adalah orang yang paling menentang Lisa untuk menari. Tapi sekarang, pria itu bahkan memperlakukan penghargaan-penghargaan Lisa dengan hati-hati.

"Pemilik DX Entertainment sangat terkejut mengetahui penyakit Lisa. Pasti dia sudah terlalu berharap pada putri kita." Hyunbin berucap tanpa menoleh pada istrinya. Berusaha menggali ingatannya mengenai raut wajah Siwon saat dia memberitahu jika Lisa tak akan bisa menari lagi.

Menjadi Lisa, pasti sangat berat. Gadis itu tak menemukan kesulitan untuk meraih impiannya. Tapi ternyata Tuhan tidak menginginkan Lisa menjadi apa yang gadis itu inginkan. Mungkin jika Ayahnya yang menentang, Lisa masih bisa melakukannya diam-diam. Tapi kali ini, Tuhan yang menentangnya.

"Dia sudah menyusun impiannya dengan amat rapi. Pasti dia merasa kecewa, walau terus berkata jika dia baik-baik saja." Yejin menimpali. Mengusap salah satu piala berwarna keemasan yang terpajang disana.

Mémoire ✔Where stories live. Discover now