Mémoire : 5. Cafeterian

13.8K 1.9K 325
                                    

Setelah membersihkan diri, Jisoo memilih mengunjungi kamar Rosé. Membuka pintunya perlahan, namun tak mendapati adiknya di dalam kamar.

Tapi gadis itu tetap melangkah masuk. Dan melihat sosok Rosé sedang berdiri di balkon kamar. Entah memandang apa, tapi tampaknya sang adik sedang melamunkan sesuatu.

Jisoo menghampirinya. Memeluk gadis blonde itu dari belakang. Dan menempatkan dagunya di atas bahu sang adik. Merasakan sensasi terkejut yang muncul dari reaksi tubuh Rosé.

"Bolehkah Unnie menanyakan satu hal padamu, Rosé-ya?" tanya Jisoo pelan. Hendak mengeluarkan beban yang terus melekat di kepalanya sejak siang tadi.

"Mwo?"

Jisoo tak langsung menjawab. Dia memilih menggigit bibir bawahnya terlebih dahulu. Karena saat ini ada keraguan yang begitu besar di lubuk hatinya. Dia sangat takut, jika jawaban Rosé tidak seperti apa yang dia harapkan.

"Apa kau pernah berpikir bahwa Unnie pilih kasih? Apa kau pernah berpikir bahwa Unnie lebih menyayangi Lisa daripada--"

"Tidak. Sama sekali tidak." Rosé segera berbalik menatap kakak sulungnya.

"Kau, Jennie Unnie, dan aku sama-sama menyayangi Lisa melebihi apa pun. Itu wajar karena dia adalah adik bungsu kita. Lagi pula, kau dan Jennie Unnie tak terlihat pilih kasih. Semuanya masih normal." Rosé tidak tahu dari mana asal pikiran Jisoo saat ini. Namun dia sangatlah tidak suka dengan pembahasan yang kakaknya angkat.

Sekali pun dia tak pernah merasa iri terhadap Lisa. Karena dia menyayangi Lisa pun sama seperti Jisoo dan Jennie yang menyayangi Lisa.

"Unnie lega mendengarnya. Malam ini... Maukah tidur bersama Unnie?" Rosé tersenyum. Segera mengangguki ajakan Jisoo.

.........

Keluarga itu bukanlah keluarga yang berantakan. Jisoo, Jennie, Rosé, dan Lisa tumbuh dengan kasih sayang yang cukup. Karena walaupun kedua orang tua mereka sibuk, tapi tak sekali pun sepasang suami istri itu melupakan keempatnya.

Hanya saja, keluarga itu terlalu mementingkan kekuasaan. Dan Hyunbin tak akan membiarkan anak-anaknya untuk memilih masa depan sendiri. Dia ingin menyetir keempat anaknya, agar dia tak pernah di pandang remeh oleh orang lain. Termasuk saudara-saudaranya yang memuakkan.

Lisa menatap lirih pada jajaran piala kompetisi tari yang terpajang di lemari kaca kamarnya. Karena Hyunbin tentu tak akan sudi jika piala-piala itu di pamerkan di ruang tamu. Padahal semua itu adalah hasil jerih payah Lisa.

Sedari tadi, gadis berponi itu tak pernah berhenti memikirkan tawaran yang diberikan oleh Siwon. Jujur saja, dia ingin sekali menyetujuinya. Karena dengan hal itu dia bisa menari di seluruh dunia. Impian yang tampak mustahil untuk diraihnya.

Tentu bukan karena dia tidak mampu untuk melakukannya. Tapi, dia memiliki tembok kokoh yang menghalangi. Tak membiarkan Lisa keluar dari jalur yang sudah Ayahnya buat.

Tak sengaja matanya menatap jam dinding yang terpasang, Lisa menghela napas lelah. Tak sadar sudah merenung begitu lama dan kini waktu sudah hampir menyentuh tengah malam.

Dia mulai berjalan menghampiri meja nakas. Membuka laci dan meraih tabung kecil berisi obat penemang yang biasa dia konsumsi saat sedang memiliki beban berat seperti sekarang.

Namun tiba-tiba ada tangan lain yang merebut obat itu. Membuangnya ke dalam kotak sampah tanpa meminta persetujuan si pemilik.
"Kau tidak pernah memberitahu Unnie jika kau mengkonsumsi obat seperti itu, Lisa-ya?"

Lisa gugup. Tapi dia berusaha untuk tetap tenang. Dia tak ingin salah bicara dan membuat Jennie khawatir. Dalam hati hanya bisa merutuki diri sendiri karena lupa mengunci pintu kamar.

Mémoire ✔Where stories live. Discover now