Mémoire : 20. Plan

13.3K 1.7K 237
                                    

Dengan wajah cerah menyambut pagi hari ini, Yejin meletakkan Kimbab buatannya tepat di hadapan Lisa. Makanan itu adalah kesukaan anak bungsunya, dan pagi ini dia ingin sekali membuatkan makanan itu karena akhir-akhir ini Lisa terlihat kurang napsu makan.

"Eomma, apakah hanya Lisa yang dibuatkan Kimbab?" tanya Rosé dengan wajah memelas. Padahal sekarang mulutnya sudah penuh dengan makanan.

"Kau ingin, Unnie?" Lisa mengulurkan piring berisi Kimbab pada Rosé yang duduk tepat di hadapannya.

"Aniya. Makanlah, Lisa-ya. Kau tidak lihat kakakmu itu sudah menghabiskan dua piring Bibimbap?"

Jisoo menggelengkan kepalanya melihat Rosé yang bahkan masih terlihat belum merasa kenyang. Padahal pagi ini hanya dia yang memakan makanan berat di pagi hari. Adiknya satu itu memang luar biasa dalam urusan makanan. Dan hebatnya, tubuh Rosé tidak menggemuk sama sekali.

"Ah, arraseo." Lisa meringis menatap wajah Rosé yang memelas.

Setelahnya, keadaan di ruang makan itu mulai hening. Semua sibuk menyantap makanan masing-masing. Kecuali Rosé yang memilih memakan buah-buahan karena sedari tadi Jisoo terus menatapnya tajam saat ia hendak mengambil makanan berat lagi.

Bukan Jisoo tak suka jika adiknya terlalu banyak makan. Tapi ayolah, ini masih pagi. Dan akan berdampak buruk untuk pencernaan Rosé jika dia terlalu banyak memakan makanan berat di pagi hari.

"Bagaimana rencana kalian untuk ke Swiss besok?" tanya Hyunbin di sela-sela kegiatan sarapannya.

Lelaki itu memang cukup terkejut ketika Jennie meminta izin padanya untuk pergi ke Swiss bersama ketiga anaknya yang lain. Ingin menolak permintaan itu, tapi melihat wajah sendu Jennie akhirnya Hyunbin memberi izin.

"Appa, sepertinya---"

"Kami akan pergi besok, sesuai rencana." Ucap Lisa dengan cepat memotong kalimat Jennie. Berusaha memberikan senyuman lebarnya pada sang Ayah, dan mengabaikan tatapan Jennie padanya.

"Apakah tak apa, Sayang? Kau baru saja keluar dari rumah sakit." Ujar Yejin gelisah. Bayang-bayang mengenai Lisa yang hampir mati di hadapannya masih terus melekat. Dan sepertinya Yejin tak akan melupakan kejadian itu seumur hidup.

"Gwenchana. Kau bisa melihatnya sendiri, Eomma. Hari ini pun aku sudah ingin pergi ke kampus."

Melihat tatapan meyakinkan yang terpancar dari mata cokelat Lisa itu, Yejin akhirnya mengangguk pasrah. Walau dalam hati sangat sulit untuk membiarkan keempat anaknya pergi esok hari.

"Aku sudah selesai."

Lisa bangkit dari duduknya, meraih tas yang semula ada di samping kakinya. Lalu melangkah meninggalkan ruang makan megah itu. Tak tahu jika kini kepergiannya sedang dibandang dengan tatapan bingung.

"Apa dia lupa dengan kebiasaan kita?" tanya Jisoo heran. Karena biasanya, mereka akan memberikan salam perpisahan di pagi berupa kecupan.

"Dia bahkan hanya memakan satu suap." Lirih Jennie sendu. Dia berpikir, apa yang dilakukan adiknya kini adalah karena kesalahannya tadi malam.

Sedangkan di garasi mansion yang dipenuhi oleh mobil mewah itu, Lisa berjalan dengan santai menuju mobil putihnya. Lalu setelah memasuki kendaraan beroda empat itu, dia merogoh saku mantel hitamnya. Mengeluarkan sebuah kertas note dan menempelkannya di dashboard.

"Geure. Aku tak akan melupakan alamatku lagi kali ini." Ujar Lisa bangga menatap alamat lengkap mansion Kim yang kini tertera di kertas itu.

Setelah puas memandang note yang sudah dia buat, Lisa mulai memasang seatbeltnya. Namun ketika tangannya baru saja menyentuh kemudi mobil, mendadak wajahnya berubah menjadi bingung.

Mémoire ✔Where stories live. Discover now