- 2. Serpih Ingatan -

5.4K 769 83
                                    

Kamu tak perlu menjadi baik untuk terlihat baik. Sarkasme yang dipahami semua, sayangnya dianggap tidak ada.

oOo

Guru yang harusnya mengisi jam pertama belum terlihat hadir. Sedikit menguntungkan karena Kikan tidak perlu diintrogasi sebab kedatangannya yang terlambat. Sayangnya meski Kikan sudah lama menjadi penduduk kelas ini, entah kenapa setiap kedatangannya selalu menarik perhatian. Dengan garis bawah bahwa itu bukan dalam artian bagus. Karena setelah beberapa saat menatap, mereka pasti berbisik pada teman di sampingnya. Tindakan wajib para orang yang tak mau diadili keburukannya. Kata lainnya pecundang muka baja. Karena kalau sampai didesak pun, mereka akan membantah dengan sejuta alasan.

"Ngerjain PR ya?" Langkah kaki Kikan berhenti sebelum waktunya. Bangku urutan kedua yang diduduki cewek ber-nametag Vanya menggugah rasa tertariknya.

"Gue belum nih, buat gue ya?" Kikan meraih buku yang masih dalam keadaan dicatat itu, menciptakan coretan memanjang dari pulpen yang masih menyentuh kertas. Kikan hendak melanjutkan langkah namun melihat Vanya yang begitu berani menatapnya, Kikan urung kembali.

"Kenapa?" tanyannya. Vanya terdiam. Namun, Kikan bisa membaca jika cewek itu menahan kesal.

"Enggak rela buku PR-nya gue ambil?"

Vanya menunduk kemudian menggeleng kecil. Sadar jika dirinya tak bisa melawan.

"Bisa bilang kok kalo lo keberatan."
Kikan mengamati reaksi Vanya baik-baik, termasuk tangan di bawah meja sana yang kini mengepal kuat. Kikan tertawa pelan.

"Tinggal bilang loh," ulangnya dengan nada yang lebih mendayu. Namun hingga detik berulang kali berganti pun, Vanya tetap membisu.

"Good girl," ucap Kikan seraya menepuk-nepuk kepala Vanya. Mata Kikan mengedar, lagi-lagi ia jadi pusat perhatian. Sepertinya manusia memang terlahir dengan porsi alamiah untuk lebih peduli urusan orang lain. Satu alasan yang membuat Kikan sempat berpikir untuk tak menyebut dirinya manusia.

"Balikin buku Vanya!"

Kikan yang tinggal beberapa langkah lagi mencapai bangkunya itu berhenti. Kepalanya ia tolehkan ke arah kanan di mana Andre, ketua kelas yang sudah berdiri tegap dengan garis rahang mengeras.

"Nggak ada urusannya sama ketua kelas," jawab Kikan cuek sebelum akhirnya menuntaskan niatnya untuk duduk. Buku Vanya yang ia bawa ia jatuhkan dengan gestur serampangan  pada atas meja.

"Lo udah ngambil hal yang bukan milik lo!"
Suasana kelas yang memang sudah hening sejak cowok itu pertama kali menegur, tak heran membuat kalimatnya kini terdengar menggema.

"Dan kalian juga nggak nyadar udah mengambil hal yang bukan milik kalian, ketenangan milik gue, sialan," guman Kikan yang diikuti decakan.

"Gue udah bilang kalau Vanya keberatan, cukup B-I-L-A-N-G." Kikan menarik senyuman. Sudah tidak aneh lagi, dalam situasi seburuk apapun, senyumnya selalu menghiasi wajah, yang  tentunya bisa membuat emosi lawan kian bergolak.

"Lo pasti udah denger respon Vanya tadi gimana."

"Vanya diam karena takut sama lo!"

Kikan mengorek kupingnya untuk mengejek Andre yang terus-terusan berujar dengan nada tinggi.

"Vanya, lo takut sama gue?" tanya Kikan yang tak dihiraukan oleh cewek itu. Membuat Kikan harus merogoh sakunya, mengambil sebuah permen lalu melemparkannya.

Bad Person [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang