- 6. Teman -

3.7K 547 168
                                    

Hidup itu pilihan, bagi mereka yang cukup tangguh untuk bersuara.

oOo

Saga membuka pintu setelah mendapatkan sahutan
dari orang di dalam sana. Satu senyuman manis tersungging begitu netranya menangkap Hardi yang berdiri dengan ekspresi gusar. Bibirnya bergerak-gerak, seolah ingin berkata namun dirinya sendiri menolak. Belum lagi gerakkan tangannya yang menunjukkan seberapa bingung ia sekarang.

"Eu ... begini Saga, eu...."

"Saga pindah ke kelas Kikan?" tukas Saga yang seketika membuat tindakan gusar Hardi itu berhenti. Tertohok di tempat yang amat tepat membuat  Hardi hanya mengangguk kecil dan duduk pada kursi kebesarannya.
Saga tersenyum penuh kemenangan sebelum melakukan hal yang sama dengan kakeknya itu.

"Saga tadi nemuin Bu Sinta, karena Kakek nggak bisa memenuhi keinginan Saga, jadi Saga mau minta sama dia. Tapi ternyata ketika Saga lihat, Saga udah dipindahkan ke kelas Kikan." Saga menarik senyuman, lebih tepatnya seperti seringai.

"Ternyata prinsip Kakek nggak sekuat kegigihan Saga ya," sindirnya yang membuat Hardi menghela napas kesal.

"Oke, jangan dulu senang karena saya melakukan ini juga bukan untuk memenuhi keinginan kamu itu."

Alis Saga sedikit terangkat. "Maksudnya?"

"Katanya kamu suka Kikan 'kan?"

Saga terdiam sejenak, terlihat merangkai kata dalam benaknya. "Bukan begitu sih ... tapi ... ya anggap begitu aja deh."

Hardi menatap tajam Saga yang tidak serius memberikan jawaban itu. "Apa maksudnya itu? Seorang laki-laki itu harus punya keteguhan, bukan kalimat mengambang seperti itu."

Saga mendesah bingung, bagaimana menjelaskannya ya. "Saga tahu, maksud Saga tuh seperti ini." Saga menggerak-gerakkan tangannya mencari kata yang tepat.

"Saga nggak tertarik sama Kikan seperti yang Kakek pikirkan. Ada hal lain yang membuat Saga tertarik pada dia. Jadi ya...."

"Kemampuan bicara kamu buruk," potong Hardi berkomentar. "Bicara itu untuk membuat orang mengerti, bukan berbelit-belit seperti itu."

Saga mencebik. Jika Saga menjelaskan secara rincinya, justru mungkin akan menimbulkan masalah. Kakeknya mungkin akan mencemoohnya.

"Oke, intinya kamu tertarik pada Kikan 'kan?" putus Hardi yang tidak ingin pembicaraan ini menjadi debat yang tidak penting sehingga membuang waktu.

"Dalam hal positif?"

Meskipun Saga tidak mengerti hal positif yang dimaksud kakeknya itu apa, Saga tetap menganggukkan kepala. Yang jelas dirinya tak merasa punya niat buruk. Sama saja 'kan?

"Jadi setidaknya kamu sudah dengar tentang Kikan 'kan?"

Saga kembali mengangguk. "Kikan itu pembuat masalah, dia suka nge-bully, terus waktu SMP Kikan...." Saga, menggantungkan ucapannya menyadari jika yang ia ketahui mungkin hanya miliknya sendiri. Melihat dari ekspresi Hardi dan Kikan ketika pertama kali mengetahui mereka satu sekolah, membuatnya berkesimpulan bahwa 'rumor itu' tidak menyebar di sini.

"Katanya dia nggak lulus ya,” dalih Saga yang diikuti cengirannya.

"Bisa-bisanya kamu tertawa karena hal begitu." Hardi mendelik sinis. "Memang benar, Kikan tidak lulus SMP sebagaimana normalnya. Dia pun mendaftar dengan ijazah Paket B."

Bad Person [TAMAT]Where stories live. Discover now