17. Antagonis

2.4K 408 126
                                    

"Jadi makanan favorit lo soto?"

Dengan perdebatan alot namun pada akhirnya Saga dan Kikan pun pergi mencari makan bersama. Saga tak tahu apa nama kawasannya karena dia juga orang baru di sini, namun banyak sekali pedagang kaki lima yang berjejer. Sudah seperti stan-stan bazar, segala macam ada.
Jaraknya lumayan jauh namun bukannya makai motor Saga, mereka malah naik angkot. Keputusan Kikan sebenarnya, yang tentunya Saga hanya mengekori.

"Hanya karena makan soto, bukan berarti suka soto," jawab Kikan yang menarik kursi plastik untuk diduduki setelah membuat pesanan pada pedagangnya.

"Kalau enggak suka ngapain makan?"

"Lapar," jawaban simple Kikan. Meski intonasinya terdengar asal, namun maknanya memang masuk akal.

"Ya orang makan emang karena lapar Ki, tapi buat apa dimakan kalau nggak suka?"

Kikan sedikit mengubah posisinya hingga menyamping, menghadap ke arah Saga. "Ada situasi di mana yang lo inginkan nggak bisa lo genggam, dan hal yang nggak lo inginkan harus lo pegang," ucapnya dengan nada serius. "Lo rela mati kelaparan hanya karena nggak suka sama makannya terakhir di bekal lo?" tanyanya yabg kemudian diikuti ekspresi ejekan.

Saga berdecak. "Bukan gitu maksudnya, Ki."

Iya Kikan tahu apa yang dimaksud Saga. Bukan hal seserius yang dirinya ungkapkan. Hanya karena mungkin hari ini ia sedikit sensitif. Tak mau terlena dengan kesederhanaan padahal nyatanya hidup itu adalah tentang kerumitan.

"Lo juga deket sama gue bukan karena suka kan?" sarkas Kikan yang diikuti delikan sinisnya. Karena Si Pacar pura-puranya itu dengan tak tahu diri menambah keribetan hidup Kikan. Harus ikut kerja kelompok, berbaur dengan yang lain, hingga akhirnya bertemu wanita itu. Kalau dihitung-hitung Kikan rugi banyak di situasi ini.

"Suka, Ki!" ralat Saga dengan nada tak terima atas vonis Kikan yang selalu hanya dari satu sisi pandang itu.

Kikan hanya membuang muka malas seperti biasa. Hingga matanya menatap 2 orang di mana satu cowok membawa gitar dan satu cewek membawa wadah uang. Kikan mendengus kecil.

"Buktiin kalo suka dengan pengorbanan."

Saga menatap Kikan penuh tanya. Sebelumnya tak peduli tapi kenapa sekarang malah seperti menguji?

"Kasih pengamen itu 50 ribu terus suruh dia pergi sebelum mengganggu pendengaran gue," jelas Kikan seraya menunjuk orang yang dilihatnya itu.

Saga mengikuti arah pandangnya, dan mengernyit bingung.

"Ga, cepetan."

"Eu? Okey, tapi setelahnya lo harus jelasin kenapa gue harus ngelakuin itu." Saga sudah bisa meraba-raba sifat Kikan. Sekarang dia bukan sedang menguji hal konyol untuk pernyataan suka Saga, tapi Kikan memang sedang membutuhkannya. Tapi kenapa?

"Iya," Kikan sedikit mendorong tubuh Saga.

Saga pun mulai melangkahkan kaki ke arah pengamen itu. Meski bingung kenapa ia bisa semudah itu menuruti perkataan Kikan, padahal wataknya sendiri juga bukan yang senang disuruh-suruh.

"Wah Mas kita emang nyari uang tapi kalau dikasih yang gede terus disuruh cabut, kesinggung kita," ucap Si Pengamen cowok begitu Saga menyodorkan uang sekaligus menyampaikam maksud yang Kikan inginkan.

"Sorry, Bang. Bukan maksudnya menghina tapi pacar saya enggak suka," jelas Saga. Tadinya ia mau menambahkan bahwa Kikan sakit gigi biar lebih relevan, sayangnya kalau jadi doa kasihan juga.

"Ambil aja Mas, mending receh tapi hasil keringat sendiri," ujar cowok itu yang tetap keukeuh dengan penolakannya.

Kikan yang memang sedari tapi memerhatikan mulai berdecak kesal. Meski tak terdengar, namun dari gestur dan gerak bibir membuat Kikan tahu apa yang terjadi.

Bad Person [TAMAT]Where stories live. Discover now