8. Perdebatan

3K 494 156
                                    

Saga mendesis. Aroma dari alkohol yang memenuhi ruangan begitu mengganggu indera penciumannya. Musik yang bisa membuat telinga menjerit dengan lampu warna-warni yang membuat mata panik ketika menjalankan tugasnya.

Bukan berarti Saga itu orang yang suci yang tak terjerat kenakalan-kenakalan masa kini. Ia sadar bahwa dirinya tak bisa disebut good boy, hanya saja ia lebih terbiasa nongkrong di luar. Penikmat jalanan, bukan ruang seperti ini.

"Kenapa harus dini hari gini?"

Saga berharap mengikuti rencana Mario ini bukan hal yang salah. Mungkin tak apa kehilangan uang untuk perut kebanggaannya, namun Saga sedikit tak terima jika waktunya terbuang percuma.

"Ya kalau magrib, ke masjid ngaji sama Pak Ustadz," kelit Mario dengan joke garingnya.

Saga menahan diri untuk tidak kesal. Yang ia maksud, kenapa mereka mendatangi tempat ini di saat jam 1 malam? Sedangkan sebelumnya hanya menunggu sampai kebosanan di rumah Mario.
Kenapa mereka tak berangkat dari tadi?

"Kata lo pengen ketemu Kikan? Yaudah ayok!"

Mario berperan sebagai tour guide Saga. Ia berjalan memimpin melewati orang-orang dengan kesadaran minim yang menggerakkan tubuhnya hingga membentur orang lain.

"Kikan!"

Saga pikir percuma Mario berteriak karena di sini terlalu bising. Namun, ternyata orang yang di sana punya pendengaran yang sangat baik, dia menoleh dengan sisa-sisa asap yang masih mengerubuni wajahnya.

Kikan hanya mengangkat tangan, kemudian melanjutkan aktivitasnya. Sepertinya dia belum menyadari keberadaan Saga. Baru ketika Saga duduk pada kursi di hadapannya cewek itu menatap dengan raut kaget.

"Gue kesana dulu."
Sesuai janjinya, Mario akan membantu Saga bertemu Kikan. Ia tak akan mengganggunya. Bahkan ia sempat memberikan semangat pada Saga lewat tangannya. Andai dia mengerti apa yang sebenarnya terjadi antara Kikan dan Saga.

"Lo terlalu terniat. Sampai sejauh ini ya?" Kikan membuka obrolan di antara mereka. Ia terkekeh pelan. Matanya yang sedikit sayu itu tanpa riak gentar menatap Saga.

"Gue cuman pengen ketemu lo. Sorry kalau gue gunain Mario."

Kikan tersenyum dan mengangguk kecil. "Nggak papa, gue juga kadang melakukan berbagai cara buat mencapai apa yang gue tuju."

Saga tahu makna ucapan Kikan bukan pada 2 kata pertamanya. Selama berinteraksi dengannya, yang Kikan ucapkan tak lebih dari kalimat sarkas. Dengan wajah tenang yang bisa tiba-tiba berubah tanpa perhitungan.

"Jadi kapan mau laksanain tujuannya?"

Saga mengernyit, jujur saja dirinya selalu dihadapkan pada kebingungan ketika menghadapi cewek ini.

Kikan mengangguk-angguk lagi, untuk kesekian kalinya. "Oke berarti masih lama," ucapnya.

Yang Saga mengerti Kikan menuduhnya atas sesuatu yang juga tak Saga tahu. Apa ini berhubungan juga dengan 'bilang' yang Kikan ucapkan ketika di depan toilet itu? Lalu soal teman ketika di depan Vanya yang Kikan menanyakan siapa yang beruntung antara Kikan dan Vanya? Seolah Saga berada di dalam lingkup masalah mereka. Padahal mengenal Vanya saja Saga tidak.
Dan apakah berhubungan juga dengan ekspresi takut siang tadi? Tapi semuanya berporos ke mana?

"Gue bener-bener--"

"Enggak ngerti?" tebak Kikan. "Enggak apa-apa, karena kalau lo ngerti, lo harus nyalahin diri sendiri."

Cukup. Cewek itu mabuk hingga berbicara melantur.

"Gue tunggu kok." Kikan bangkit, namun ketika melangkah, dirinya hampir saja oleng. Ia memegangi kepalanya dan meringis pelan.

Bad Person [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang