26. Titik Lelah

2.2K 426 75
                                    

Saga memutuskan berhenti sejenak di sebuah warung yang tak terlalu jauh dari tempat kos Kikan. Setelah menghabiskan minumannya Saga pun bersiap kembali untuk pulang meskipun perasaannya kacau. Ada khawatir tentang Kikan, takut jika terjadi apa-apa pada cewek itu.

Saga tak tahu bagaimana Kikan menghadapi masalah ini dulu, namun situasi pengulangan sekarang memunculkan dua opsi di kepala Saga. Mungkin tak apa jika Kikan merasa hal sama, bukan masalah lagi. Namun yang Saga takutkan adalah Kikan yang merasa lelah kenapa masalah ini menimpanya lagi.

Sebuah mobil yang melintas sedikit membuat perhatian Saga terambil. Lebih tepatnya pada pengemudinya yang merupakan seorang pria. Saga juga berpapasan dengan dia ketika habis mengantar Kikan tadi.

Sebenarnya tak ada yang aneh dengan dia, namun Saga merasa pernah melihat dia. Tadinya ia pikir hanya rasa sepintas, namun setelah melihatnya dua kali, Saga benar-benar yakin jika mereka dipertemukan bukan hanya di hari ini saja. Malah bisa dikatakan mungkin dia bukan orang asibg.

"Siapa sih?" Saga menekan otaknya. Dirinya orang baru di kota ini rasanya tidak mungkin mereka pernah bertemu jika bukan di tempat asalnya dulu.

Mungkin tak penting juga. Saga mengambil helmnya. Ia mengangkatnya hingga sebuah kelebat bayangan menghampiri.

"Nanti jemput Rara sorean ya."

"Oke, hubungin kakak kalo kegiatannya udah selesai."

Saga tertegun. "Kikan?"
Perasaan tak enak langsung merayap di dada Saga. Meski pria itu Kakak Kikan, entah mengapa Saga malah merasa khawatir.

Saga bergegas kembali ke tempat kos Kikan. Memasuki tempat itu dengan hati yang diisi praduga buruk. Saga memang belum mendengar cerita jelasnya dari Kikan. Namun melihat bagaimana kehidupan cewek itu saat ini dengan yang dulu, Saga tahu bukan hubungan yang baik antara dia dan keluarganya saat ini.

"Kikan ada, Bu?"

Saga bertemu dengan Fatma yang terlihat kebingungan. Bahkan gestur yang ia lakukan menunjukkan jika dirinya cemas.

"Tadi ada yang datang terus Neng Kikan marah. Tapi belum lama Neng Kikan pergi gitu aja. Tolong ya Nak Saga, Ibu khawatir apalagi tangannya lagi terluka."

Praduga buruk Saga ternyata memang benar.

oOo

Kikan berdiri di depan rumah megah itu. Ia melewati gerbang tanpa mengucap permisi. Saptamnya berkata "Oh temennya si Non ya." Seraya tersenyum dan memepersilahkan dirinya.
Kasihan sekali dirinya yang dulu, yang hanya bisa menangis di balik pintu gerbang. Apa Tuhan kini berpihak padanya? Entah, Kikan pun sadar dirinya tak pantas mendapatkan hal itu. Ia terlanjur kotor, amarah dalam dirinya terlanjur tubuh subuh. Berakar kuat, hingga tak mudah ditumbangkan.

"Ada yang ketinggalan, Tan? Kenapa pulang lagi."
Pertanyaan Vanya pun tersapu hening begitu ia berbalik dan melihat siapa pencipta derap kaki itu. Bukan orang yang ia perkirakan.

"Lo udah tau ini bakal terjadi kenapa masih kaget lihat gue datang?" ucap Kikan datar.

Vanya pun sedikit mundur sebelum memberanikan diri untuk mendongak, menatap Kikan. Gestur tubuhnya langsung berubah panik. Kikan melihatnya dengan wajah memiring. Kenapa harus selalu seperti ini. Kenapa Vanya terus bereaksi jika dia takut pada Kikan, padahal yang jahat di sini jelas dirinya.
Selama ini Kikan berusaha menekannya, tak lain untuk mendapatkan apa yang ia inginkan.

Bertahun, pandangan Kikan tentang manusia berubah. Ia benci semua orang, ia merasa jijik pada setiap hal yang mereka lakukan. Sekuat apapun Kikan melihat sisi baik orang lain, yang ditemuinnya malah kemuakan.
Mungkin ini alasan Tuhan tak mencintainya, karena dirinya terlalu banyak membenci makhluk-Nya. Tak apa, Kikan terima, itu konsekuensi. Hanya saja Kikan ingin membela bahwa ia tak segelap itu, masih ada degup dalam dirinya yang menginginkan sebuah bahagia. Dia masih hidup meski berjuta luka terus menghujam.
Tak apa seluruh dunia membecinya, karena Kikan juga membenci itu semua. Namun, izinkan Kikan kembali di titik itu. Meski dirinya akan terpenjara dalam lingkup sempit, Kikan ingin di sana. Hanya hal itu yang membut Kikan bertahan sampai saat ini, meski semua orang menginginkan dirinya musnah.

Bad Person [TAMAT]Où les histoires vivent. Découvrez maintenant