32. Fakta Menyakitkan

2.4K 445 50
                                    

"Pa--papa, tau...."

Kikan merasa jantungnya dicabut saat itu juga. Semua suara mendadak menghilang berganti dengan suara denging yang memenuhi telinganya.

Kikan kehilangan daya, tubuhnya melemas sehingga ia terjatuh dengan posisi terduduk. Bibir Kikan bergetar, bola matanya mulai bergerak liar dengan air mata yang bercucuran membasahi permukaan tanah di bawahnya.

"Papa tahu bukan aku ... aku nggak salah." Kikan menelan ludah pada lehernya yang tercekat.
Ia dihantam informasi yang sama sekali tak pernah dirinya bayangkan. Terlalu mendadak, terlalu mengejutkan hingga kini dirinya benar-benar kebingungan. Kepalanya terasa kosong, seluruh tubuhnya bergetar menggigil. Yang dirinya pahami kini bahwa dirinya tak bisa membendung tangis dan sakit dalam dadanya. Semuanya tumpah ruah, membuatnya terseret arus deras yang membuat tubuhnya dijerat, sekarat.

"Selama ini ... selama ini Papa ... tahu aku nggak salah ... aku nggak salah?" Kikan terlihat tak sepenuhnya sadar dengan apa yang keluar dari mulutnya. Begitu dengan tangannya yang kini sudah mencakar tanah di bawahnya. Setelah sekian lama dalam keadaan compang-camping, hatinya kini dihancurkan sehancur-hancurnya.

"Terus ... kenapa aku dibuang?"

Jika Papanya tahu dirinya tak bersalah, kenapa dirinya tetap dibuang. Kenapa dirinya tak juga dibawa pulang berkumpul sebagaimana seharusnya sebuah keluarga.

"Maafin gu-gue, Ki...," ucap Vanya yang juga sudah terisak hebat di depannya. Dia si penghantar luka.

"ENGGAK!!!" Kikan menjerit seraya menutup kedua telinganya.

"PAPA NGGAK JAHAT! PAPA NGGAK BUANG AKU, PAPA SALAH PAHAM, DIA KECEWA KARENA NGIRA AKU YANG SALAH!" Kikan histeris ia bahkan menjambaki rambutnya untuk menghilangkan pikiran buruk tentang dirinya yang benar-benar dibuang, dirinya yang benar-benar memang tak diharapkan, dirinya yang--

"AAA!!!" Kikan berteriak semakin kencang. Hatinya yang tak tahan menahan sakit mencoba menyangkal sementara pikirannya semakin gencar menyadarkan dengan fakta logika.

"PAPA NGGAK JAHAT! PAPA SAYANG RARA!" Kikan terus meracau sementara tangis pilunya semakin keras terdengar menentang apa yang mulutnya ucapkan.
Ia memukul-mukul dadanya, berusaha mengusir paksa rasa sakit di dalam sana. Tidak, tidak boleh sakit, karena jika sakit itu artinya ia percaya Papa jahat pada dirinya.

"Jangan sakiti diri lo, Ra. Gue mohon." Tubuh Kikan sedikit tersentak karena kini Vanya memeluk. Menahan Kikan agar tidak memukul-mukul dirinya lagi.

"LO BOHONG KAN, NYA?"

Vanya terisakan semakin dalam ia menggeleng dengan ucapan kata maaf yang terus terulang keluar dari bibirnya. Maaf untuk dirinya yang tidak bisa lagi berbohong, maaf untuk dirinya yang terlalu jahat menampar Kikan agar sadar dengan kenyataan menyakitkan yang sudah lama terkubur ini.

"PAPA BELUM TAU KAN? LO BILANG ITU CUMA BUAT GUE NGGAK BULLY LO LAGI KAN?"

Vanya mengeratkan pelukannya ketika Kikan mulai lagi berontak. "Ra, maaf...."

"LO BOHONG! LO PEMBOHONG!"

Kikan menjerit lagi sebelum terlunglai lemas dalam pelukan Vanya dengan wajah menegadah. Ia sadar yang dilakukannya sedari tadi hanya denial. Menolak fakta yang sudah dicerna baik oleh kepala karena hatinya sudah terlalu sakit untuk menerima luka.
Namun, kenyataan akan tetap berjalan sebagaimana mestinya kan?
Tak peduli jika diri sudah tak sanggup menghadapi, tanpa belas kasih terus saja menghampiri.
Tapi kenapa harus dirinya? Kenapa harus selalu dirinya yang sakit? Apa selama ini pun belum cukup banyak derita yang dirinya tanggung?

"Maaf, Ra...."

Tangan Kikan mengepal. "Kenapa lo ngelakuin ini?" Suara Kikan merendah karena ia berbicara dengan gigi terkatup rapat menahan gejolak amarah yang mulai hadir menguasai dirinya.

Bad Person [TAMAT]Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt