34. Ketakutan

2.3K 417 22
                                    

Termenung, Kikan hanya melewati waktu dengan menatap kosong tembok. Pikirannya melayang tanpa arah entah ke mana. Terlalu kebingungan dengan segala yang ia rasakan hingga rasanya hanya mengendap pada kebas. Kebas yang tidak baik-baik saja.

"Hallo, Kikan ya?"

Kikan mengerjap, ia menoleh dan mendapati Virna yang kini sudah duduk di tepi kasurnya. Kapan dia masuk, Kikan benar-benar tak menyadarinya.

"Kikan udah lama temenan sama Saga?" tanya wanita itu dengan senyum hangat yang menenangkan. Raut keibuan terpancar begitu jelas.

"Belum lama, Tan."

Virna mengangguk-angguk kecil tanpa menghilangkan senyumnya. "Kamu cantik. Tante pengen banget punya anak perempuan," adunya tanpa beban.

"Ya meskipun sekarang Tante juga bersyukur banget karena bisa dianugerahi anak lagi," tuturnya lembut, seolah memang sengaja berhati-hati memasuki diri Kikan yang berantakan.

"Mau pegang? Dia sering gerak loh." Virna mengelus perutnya. Kikan mengamatinya dengan sorot aneh. Entah apa yang kini tengah berkerumul di dalam kepalanya.

"Mau?" tawar Virna lagi.

Kikan sedikit mengerjap sebelum dengan perlahan mengarahkan tangannya ke arah perut Virna.

"Sebelah sini." Virna meraih tangan Kikan kemudian mengarahkan ke sisi kiri perutnya.
Benar saja, ada sebuah gerakan yang Kikan rasakan hingga membuat matanya sedikit melebar takjub.

Virna tertawa kecil. "Aktif banget kan."

Kikan perlahan mengangguk. Membuat Virna semakin tersenyum ketika raut Kikan pun berangsur tak sekaku tadi.

"Tante sayang banget sama dia," tukas Virna yang seketika membuat Kikan tertegun dan menarik tangannya.
Mendadak ia mengingat orang tuanya. Dulu mereka juga mengatakan jika mereka menyayanginya, namun pada akhirnya ... dirinya dibuang.

"Kenapa?" Virna memerhatikan raut Kikan yang kini memampangkan luka juga amarah di saat bersamaan.

Kikan menggeleng cepat. Menepis semua yang kini menyerangnya agar Virna tak melihatnya.

Virna kembali tersenyum memaklumi. "Kalo gitu ikut Tante makan malam yuk. Saga sama Om udah nungguin."

Bola mata Kikan membelalak, tak mengira jika akan ada kalimat seperti itu yang ditujukan pada dirinya.

"Yuk." Virna bangkit, meraih tangan Kikan dan menuntunnya untuk ikut keluar. Tak mudah, namun meski pun menampilkan wajah enggan, Kikan pada akhirnya menurut. Kikan terlalu sopan jika disebutkan sebagai pembuat onar. Ia mau menghargai orang tua meski sendirinya terpaksa. Orang tuanya dulu mendidik dengan baik, meskipun sekarang ia juga bertanya-tanya kenapa Kikan bisa dibuang.

"Hello Pa, hello Ga," sapa Virna. Ia membimbing Kikan untuk duduk di salah satu kursi. Hidangan sudah tertata baik di atas meja. Saga dan Papanya juga menyambut dengan senyuman hangat.
Seharusnya tak terjadi masalah, namun kini Kikan mulai merasakan kepalanya yang pusing serta telinganya yang berdenging aneh.

Entah apa yang kini tengah Virna katakan, Kikan merasa pandangannya bergoyang. Suara-suara mereka yang tengah mengobrol perlahan bertransformasi menjadi suara-suara yang tak asing, suaa yang sangat ia kenal. Kikan terengah ketika melihat ke arah Saga namun yang didapati malah sosok kakaknya. Begitu pun ketika ia beralih menatap orang tua Saga, mereka mendadake berubah menjadi orang tuanya.

Napas Kikan semakin terasa sesak. Ia harus segera pergi dari situasi ini. Namun karena kondisi tubuhnya yang sudah tremor, Kikan malah tak sengaja membuat sebuah gelas terjatuh ketika ia berusaha bangkit dan pergi.

Bad Person [TAMAT]Where stories live. Discover now