35. Problem Attack

2.3K 443 39
                                    

Daniah mengacungkan tangannya, siap mengetuk, namun ia urung ketika mengingat kejadian semalam. Tangan itu pun beralih untuk menekan handle pintu.
Terbuka, Vanya tak menguncinya. Menuruti apa yang Brata ucapkan tadi malam.

"Nya, sarapan yuk?" Daniah menoleh kanan-kiri. Kamar Vanya kosong. Dia pasti tengah di kamar mandi. Daniah pun memutuskan duduk di kasur menunggunya.

Daniah masih menatap satu-satu keadaan di dalam sana. Rapi, bersih, dan ... monoton. Tak banyak pernak-pernik yang Vanya pasang di kamarnya. Daniah menghela napas. Dirinya sangat tahu bahwa seperti ini bukanlah Vanya. Vanya anak yang ceria, penuh imajinasi, hanya saja ia tak bisa mengekspresikannya.
Dari kecil, Vanya bukanlah orang yang berpijak dengan kakinya sendiri.

'Bukan Vanya yang berubah, tapi Tante!'
Ucapan Vanya hari itu kembali terngiang. Dia salah paham. Daniah bukan lagi tak berpihak padanya, dirinya hanya tak ingin melihat Vanya terus menderita.
Menjadi tega karena lelah terluka, manusia bisa seperti itu kan? Wajar kan?
Maaf, Daniah sadar ia hanya mencari pembenaran untuk hal yang salah. Seharusnya tak boleh seperti ini. Dirinya harus meminta maaf pada Vanya dan menjelaskan semuanya.

Daniah mengernyit ketika melihat gulungan kertas di tempat sampah. Pembantunya selalu membersihkan setiap pagi, artinya Vanya membuang kertas-kertas itu antara kemarin juga semalam.
Daniah menghampiri kemudian mengambilnya. Ia menatap setiap lembar yang merupakan gambar-gambar karakter. Ini adalah hobi Vanya, yang hanya bisa diam-diam ia lakukan karena tak sesuai dengan keinginan Brata.

Tangan Daniah sedikit terjeda ketika gambar-gambar itu tak menunjukkan hal indah lagi. Melainkan coretan-coretan yang memiliki kesamaan yaitu kata maaf.
Daniah terus membukanya hingga ia tertegun di kertas terakhir.

Aku pergi, Ra.

Daniah segera beralih ke arah kamar mandi. Tubuhnya berubah panik apalagi ketika menyadari setelah beberapa menit di dalam sini Daniah sama sekali belum mendengar suara air. Vanya tidak senekad itu kan. Vanya tidak mungkin mencoba tindakan itu lagi kan.

Dengan tangan yang sudah bergetar, Daniah membuka pintunya. Tubuhnya terasa lemas ketika melihat gadis dalam pikirannya yang terlunglai di antara simbah darahnya.

oOo

"Kamu beneran mau pulang sekarang?" tanya Virna dengan raut khawatir. Ia terlihat begitu berat menatap Kikan yang pagi-pagi menghampiri untuk pamit pulang.

"Iya, Tante. Lagian saya juga harus sekolah kan?"

Dengan segala rumor tak baik tentangnya, tuduhan keji, bagaimana bisa Kikan menghampiri tempat yang berpotensi besar menyakitinya itu.

"Kamu bisa istirahat dulu, nggak perlu memikirkan hal itu," saran Virna menatap baik-baik gadis di depannya.

Kikan menarik senyuman. "Terima kasih atas semua perhatian dan kebaikan Tante. Saya rasa saya lebih nyaman tinggal di tempat saya sendiri."

Virna menghela napas berat. "Baiklah kalo itu keinginan kamu. Tapi janji jaga diri baik-baik. Harus sering juga kunjungin Tante ya. Kalo ada apa-apa langsung telepon aja."

Kikan mengangguk kemudian meraih tangan Virna untuk dicium sebelum pergi dari sana.

"Eh bentar, dianterin sama Saga ya?" tawar Virna yang terlihat hendak ingin pergi namun Kikan segera menahannya.

"Nggak usah Tante, kasihan Saganya masih tidur."

"Nggak papa, dia gampang dibangunin kok."

"Tapi Tan--"

"Udah, kamu tunggu di sini ya."

Kikan pun hanya menatap kepergian Virna dalam diam. Padahal ia sengaja ingin pergi pagi-pagi untuk menghindari cowok itu.

Bad Person [TAMAT]Where stories live. Discover now