22. Hal yang Sama

2K 394 61
                                    

Semua makanan sudah dipesan bahkan lengkap dengan minumannya. Namun tak sedikit pun dari mereka yang terlihat memiliki nafsu untuk melahapnya. Bahkan Nolla mendorong mangkuknya semakin jauh. Pertanda final bahwa ia benar-benar tak bisa makan untuk saat ini.

"Gue bingung," ucap cewek itu melirik Saga, Mario, juga Erik yang duduk semeja dengannya, kemudian menghela napas. Orang-orang menghampirinya, memberondongnya dengan pertanyaan tentang Kikan, yang membuat sangat kewalahan. Nolla pun memutuskan untuk mengikuti Saga agar terhindar dari orang-orang itu. Tadinya Kikan juga bersama mereka, namun dia harus pergi karena dipanggil Hardi.

"Gue malah nggak nyangka Kikan ternyata gitu," ucap Erik dengan wajah lesu yang langsung mendapatkan injakkan dari Mario. Cowok di sampingnya itu mendelik tak suka.

"Lo mau ngikut mereka yang julid? Kikan itu temen kita, amnesia lo?" tukas Mario bersungut.

Erik meringis kemudian menggeleng. "Bukan gitu, tapi wajar kan kalo gue kaget?" belanya.

Nolla menghela napas, untuk kesekian. "Tapi kok gue nggak bisa nerima kalo itu Kikan. Meskipun gue benci sikap Kikan yang seenaknya, tapi buat bikin kasus kayak gitu kayaknya enggak banget. Kita bahkan tahu selama ini Kikan sama sekali nggak kelihatan tertarik gitu sama cowok." Nolla pernah berdiri di seberang Kikan, membenci cewek itu bahkan berniat menyingkirkannya. Namun Nolla berbohong jika ia benci karena sikap Kikan. Sejujurnya ia punya urusan pribadi yang tentunya berhubungan dengan Hardi. Kikan tahu rahasia Hardi, dan Nolla takut cewek itu membuatnya terbeber.

Tak ada yang salah dengan Kikan jika ditelaah lebih jauh, ia hanya terlalu ekspresif dengan ketidak nyamanan. Dia orang baik, bahkan tak banyak protes membantu Nolla untuk pura-pura pacaran dengan Saga, di saat tak ada satu poin pun yang menguntungkan cewek itu.

"Sama kayak Erik, gue juga kaget." Bukan kaget benci, namun lebih kepada rasa denial bahwa semua ini pasti tidak benar, Kikan tak mungkin melakukan hal itu.

Mario tersenyum kecut. "Ga, ngomong dong. Katanya satu sekolah sama Kikan dulu." Mario kehilangan ungkapan, penyataan Nolla masuk ke dalam akalnya, yang sudah sering melihat bagaimana keseharian Kikan.

"Dulu emang sempat viral di tempat gue, Kikan juga dikeluarin."

"Jadi intinya itu bukan hoax?"

Dengan berat, Saga mengangguk.
Mereka mendesah berat, kemudian menunduk lesu. Seolah kehilangan sinar terakhir untuk dikejar.

"Eh tapi konsepnya apa nggak rancu?" Semua orang memandang Mario tak mengerti.

"Buat orang yang pernah bikin aib besar, dia pasti bersikap baik buat lembaran barunya. Hingga orang-orang nggal berpikir buruk tentang dia, apalagi kepikiran masa lalunya. Tapi kita sama-sama tahu gimana Kikan di sini. Dia malah seolah ingin di pandang buruk," papar Mario mengutarakan hipotesisnya.

"Bisa aja karena dia udah lelah berusaha baik, tapi image-nya tetap buruk," timpal Erik.

Mario mengangguk, tak semerta-merta menolak sangkaan Erik meski sama sekali tak cocok dengan apa yang dipikirkannya. "Cuma ada dua alasan seseorang masih bertahan, harapan untuk jadi lebih baik dan amarah." Mario kembali memandangi wajah teman-temannya satu persatu.

"Menurut kalian Kikan ada di opsi mana?"

Saga terdiam, menimang penyataan Mario yang membuatnya mengingat suatu hal. Hal yang selama ini hanya dirinya pikirkan sendiri, bahkan mungkin Kikan pun tak akan mengiranya.

"Kalian mau bantu Kikan?" tanyanya tiba-tiba.

"Kita di pihak dia, Bro. Nggak peduli dia bersalah, sebagai temen harusnya bantu dia bangkit dari kesalahan itu. Kalo nggak dukung dia, kita nggak bakal ngumpul di sini. Tapi ikut ngerumpi julidin dia," papar Mario yang sedikit dibumbui kesal karena secara tak langsung Saga meremehkan rasa pertemanannya.

Bad Person [TAMAT]Where stories live. Discover now