33. Kompleks

2.3K 442 35
                                    

Saga menaikkan selimut untuk menutupi tubuh Kikan yang sudah tenang dalam lelap.

Virna, wanita dengan perut mengandung 7 bulan itu mengamati di ambang pintu. Ia hanya memperhatikan kemudian memberi isyarat pada Saga untuk pergi dari sana dan membiarkan Kikan beristirahat dengan tenang.

"Dia temen kamu?" tanya Virna setelah mereka sama-sama duduk di sofa ruang tengah. Saga tahu bahwa Kikan tak punya tempat untuk pulang. Dengan kondisinya sekarang, ia pun hanya bisa meminta keluarganya agar mengizinkan untuk menjaga Kikan sementara waktu.

"Iya."
Saga merentangkan tangannya, membuang lelahnya pada sandaran sofa.

"Kenapa dia bisa kayak gitu?"

"Mama inget nggak, waktu SMP di sekolah pernah ada kasus besar?" tanya Saga yang membuat kening Virna sedikit berkerut mencoba mengingat hal yang sudah cukup lama itu.

"Ituloh yang sampe Tante Desi datang ke rumah heboh ngasih tau Mama, terus Saga pecahin vas karena Tante Desi nggak mau berhenti ngomong," rinci Saga yang membuat mulut Virna membentuk huruf 'O' mengerti.

"Dia anaknya?" tebaknya. Rekan-rekannya dulu bahkan sempat mengajak membuat petisi untuk mengeluarkan anak itu. Namun sebelum terjadi, sekolah sudah lebih dulu mengambil langkah tegas. Cukup miris mengingatkan, seorang yang beranjak remaja sudah melakukan hal seperti itu. Dalangnya tentu saja orang tua. Kekurangan kasih sayang hingga akhirnya mencari kasih sayang dari orang lain. Pemikiran yang belum matang membuatnya salah mengambil langkah.

"Tapi kok ada di sini?" herannya.

"Mmm ... jadi gini." Saga menautkan jemarinya. "Yang di video itu bukan dia, tapi temen dia."

Virna sedikit membelalak.

"Orang tuanya nggak percaya sampe istilah kasarnya Kikan dibuang. Kikan ngikutin Vanya, si temennya yang salah pindah ke sini. Kikan bully Vanya agar Vanya mau ngaku bahwa sebenernya dia yang salah. Kikan sering bilang sama Saga kalo dia capek, malah yang terakhir Kikan nggak bully Vanya, tapi dia nyakitin dirinya sendiri dengan maksud biar Vanya iba. Tapi...."

Virna mengangguk mempersilahkan Saga untuk melanjutkan ceritanya.

Saga menghela napas berat. "Tadi Vanya bilang, kalo dia dari dulu udah ngaku pada Papa Kikan bahwa dia yang ada di video itu bukan Kikan. Dengan kata lain, Papa Kikan sudah tau Kikan nggak bersalah, sementara selama ini Kikan masih mengira Papanya masih salah paham. Itu yang bikin Kikan terpukul."

"Berat juga masalah yang dia hadapi." Virna menghela napas. "Sekarang dia tinggalnya di mana?"

"Dia ngekos sendiri."

"Sendiri?" Virna menampilkan raut tak percaya. Seorang anak perempuan hidup sendiri di kota besar dengan permasalahan yang rumit.

Saga mengangguk. "Bahkan ketika pertama kali Saga ketemu dia. Dia nggak punya temen, dia kayak narik diri dari orang lain. Kakek Hardi tau banget seberapa sering dia bikin masalah," papar Saga.

Virna terdiam sejenak. "Dia pernah nggak semacam ngelukai diri sendiri?"

"Mmm ... Saga kurang tau kalo itu. Nanti Saga tanya Dhea."

"Siapa Dhea?"

"Teman Kikan."

"Tadi katanya nggak punya."

"Eu ... maksudnya tuh ada satu yang deket, cuma karena dia Kakak kelas jadi nggak keliatan sama-sama terus. Sekarang dia lagi di rumah sakit, sakitnya cukup serius. Makanya Saga bener-bener khawatir karena sekarang Kikan bener-bener sendiri."

Virna mengangguk-angguk. "Pasti sulit banget jadi dia. Tapi sejauh ini dia gadis yang tangguh. Dengan masalah sebesar ini wajar tadi dia ngamuk, seseorang butuh pelepasan emosi. Justru jika dia cuma diam, dia benar-benar definisi dari sakit yang sebenernya. Benar kata kamu, sekarang dia nggak boleh sendiri. Harus ada yang menemani, mendengarkan, mengingatkan bahwa dia tidak sendiri."

Bad Person [TAMAT]Where stories live. Discover now