38. Keputusan

2.3K 457 29
                                    

Kikan menutup buku itu.
Satu kekeh singkat keluar dari bibirnya. Sebelum ia menengadah menatap langit di atas sana dengan nanar.

Kikan sudah tahu jika alasan dia dicoret dari daftar keluarga itu memang untuk pencalonan Wirya. Namun dirinya benar-benar baru tahu jika Brata turut andil di dalamnya.

Ke mana sebenaranya nalar Kikan selama ini. Kenapa ia sempat punya pikiran naif jika keluarga adalah yang terbaik. Ia pernah berpikir, tak apa-apa dipunggungi seluruh dunia, karena ia punya keluarga. Siapa kira, yang dirinya anggap pahlawan justru si sebab dirinya dibenci dunia.

'Vanya nggak pernah lari, Ra. Dia nggak pernah berniat jahat. Dia menerima semua perlakukan kasar kamu, karena menurut dia itulah cara biar dia bisa nebus kesalahannya. Padahal itu juga bukan karena keinginan dia.' Ucapan Daniah tadi kembali terngiang. Membuat dirinya tertampar-tampar oleh kebodohan yang selama ini dirinya lakukan.

"Bodoh," gumam Kikan. "Apa selama ini lo bungkam juga cuma biar gue nggak sakit hati tahu ternyata keluarga gue brengsek?"

Manusia-manusia gila. Mengapa dunia masih mempertahankan orang-orang seperti mereka. Kenapa mereka yang seharusnya dihukum justru masih tenang berjaya yang yang menjadi korban semakin terperdaya.

"Jangan nangis terus."

Kikan menoleh dan mendapati Saga yang tengah menyodorkan sebuah sapu tangan ke arahnya.

"Eh, Ga. Kok bisa di sini?" Kikan menyentuh pipinya yang ternyata memang basah. Bahkan sekarang dirinya bisa menangis tanpa disadari. Semenyedihkan itukah dirinya?

"Kenapa lo keluar malam-malam tanpa bilang?"

Kikan hanya tak ingin terus merepotkan Saga, namun melihat pria itu yang sekarang di sini, Kikan sadar bahwa keputusan dirinya jauh lebih merepotkan dia.

"Ki, jangan bikin khawatir," ucap Saga dengan sorot mata menyiratkan sebuah kecemasan yang besar.

"Sorry," gumam Kikan.

Saga hanya menghela napas. Memarahi karena sudah membuat khawatir rasanya bukan hal tepat.

"Yaudah, kita pulang sekarang ya?" Dini hari, di depan sebuah Rumah Sakit besar. Tak ada jaminan jika Kikan akan baik-baik saja.

Kikan hanya menunduk. Dia tak menjawab, namun Saga mengerti jika Kikan menolak ajakannya.
Saga tak akan memaksa. Ia hanya menengadah, melihat kelip bintang seperti yang tadi Kikan lakukan.

"Katanya jangan terlalu berharap dalam hidup. Karena ketika harapan itu pupus, kita nggak tahu lagi untuk apa hidup," ucap Kikan seelah beberapa saat mereka diselimuti keheningan.

Saga menoleh, Kikan menunduk, namun ia bisa melihat jika Kikan menatap kosong tanah di depannya.

"Itu gue, Ga." Kikan menarik senyuman getir. Gerumbulan air mata di bola matanya nyaris terjatuh.

"Buat apalagi gue hidup? Gue nggak punya alasan untuk bertahan, hal yang selama ini gue anggap harapan. Ternyata nggak begitu." Kikan mengangkat wajahnya dan menatap Saga.

"Gue udah nggak punya keluarga, nggak punya mimpi, semua orang benci gue," terang Kikan yang membuat Saga juga bisa merasakan denyut nyerinya.

"Ki...."

Bad Person [TAMAT]Where stories live. Discover now