Ekstra II

5.4K 574 85
                                    

Dhea memainkan ponselnya, lebih tepatnya menggulir-gulirkan tanpa tujuan. Malam kian larut, namun rasa kantuk sedikit pun tak menghampirinya.
Ibunya sudah pamit sejak petang karena ada urusan. Di luar memang ada orang yang berjaga, namun jika tahu Dhea belum tidur, yang ada dirinya malam diomeli.

Klek!

Dhea secara spontan menjatuhkan ponselnya dan memejamkan mata berpura-pura tertidur.

"Gue Kikan."

Dhea segera membuka matanya kembali. Bahkan ia langsung bangun dari posisi tidurnya ketika benar melihat Kikan ada di sana.

"Aaa ... Ki, ini beneran lo, gue kangen banget," ucapnya seraya menarik Kikan ke dalam pelukan.

"Iya, ini gue." Kikan terpaksa melepaskan pelukannya karena takut mengganggu infusan yang terpasang di tangannya.

"Gue khawatir sama lo, lo nggak papa kan?" Dhea mulai menutupi wajahnya dan menangis.

"Maaf karena di posisi kayak gini, gue nggak bisa bantu lo." Dhea baru menangis sebentar, namun sudah terdengar segukan.

"Lo dilarang ngomong gitu. Gue malah ngerasa beban," ucap Kikan yang membuat Dhea segera terdiam menahan tangisannya.

"Semua terjadi tanpa terkendali dan terduga."

Dhea menatap Kikan khawatir. "Lo nggak apa-apa kan?"

Kikan menggeleng. "Gue kenapa-napa." Ia menyerahkan buku dan kamera Vanya pada Dhea.

"Cepet pulih, gue butuh bantuan lo--enggak, gue selalu butuh bantuan lo."

oOo

"Ya Tuhan, Neng. Dari mana aja, kenapa baru pulang?" ucap Fatma yang segera menyambut kedatangannya. Wajahnya terlihat khawatir. Ia menggenggam tangan Kikan memastikan jika yang di hadapannya benar-benar gadis itu.

"Ibu khawatir banget. Kemarin orang-orang yang di foto datang semua. Mereka kelihatan jahat, marah-marah cari Neng."

Kikan mengangguk mengerti. Karena sebenarnya kemarin pun dirinya juga melihat kedatangan keluargannya.

"Yaudah ke dalam dulu, ayo Nak Saga."

Mereka berkumpul di ruang tengah. Fatma menyuguhkan teh manis karena melihat dari wajah Kikan dan Saga, mereka terlihat kelelahan, kurang tidur.

"Yang kemarin itu keluarga saya, Bu."

Fatma melotot. Mereka datang dengan mobil yang mewah namun selama ini dia sangat tahu Kikan yang sampai kerja malam-malam untuk mencari uang. Dan setelah lebih dari setahun Kikan tinggal di sini, kenapa mereka baru mendatanginya sekarang.

"Hubungan kalian nggak baik ya? Maaf kalau Ibu lancang," ujar Fatma hati-hati.

"Nggak papa kok, Bu. Kami bukan nggak baik-baik lagi, tapi jauh lebih buruk dari itu." Kikan menatap nyalang kemudian menceritakan semuanya pada Fatma.

"Ya Ampun Neng, malang sekali nasibnya," Fatma memeluk Kikan seraya menangis.

"Kok ya ada orang tua sejahat itu." Fatma benar-benar tidak menyangka. Ternyata hidup dari gadis yang terlihat kuat seperti Kikan ternyata begitu berat.

"Udah daripada sedih jadi anak mereka, mending Neng jadi anak ibu aja."

Kikan sedikit berjengit kaget.

"Ibi serius, mending Neng Kikan jadi anak Ibu aja."

Kikan terlihat berpikir. "Ibu beneran?"

Fatma mengangguk. Kikan pun tersenyum dan memeluk wanita itu. "Makasih banyak, Bu."

Bad Person [TAMAT]Where stories live. Discover now