10. Anomali

19 16 0
                                    


Dimas

"Lelah" ucapku sembari melepaskan jas kantor yang ku taruh di sofa.

"Masih jam delapan malam" aku memandang jam tanganku yang akan ku lepas. Aku sekarang memandang dikaca dari rumahku pada lantai duanya.

Bintang begitu banyak saat itu. Yogyakarta kelihatan tidak akan diguyur hujan malam ini. Kelihatan aneh karena setiap malam merupakan malam yang panjang bagi guyuran titik-titik air dari langit di kota ini.

"Krek" bunyi itu tak dapat terelakan ketika aku menggerakan leherku ke kanan. Ya sepertinya aku terlalu lelah.

Kemudian aku duduk di sofa yang sudah aku pindah posisinya agar bisa memandang kaca untuk melihat langit Yogyakarta malam ini, dan tentunya sofa tersebut masih ada jas kantorku tergeletak manis disana.

"Teh hangat"

Aku memandang gelas yang asap tehnya begitu mengepul. Ya Ibu seperti biasa membuatkanku segelas teh setiap jam seperti ini, dan sepertinya aku telat pulang malam ini sehingga ibu sudah tidak berada dilantai dua yang juga kamar ku ada di sana.

"Hmmm" aku meletakan bibirku di ujung gelas tersebut. Masih Panas.

"Kupu-kupu?"

Aku mengucap pelan di saat aku mau mengecap teh panasku sekali lagi. Ya ada hewan terbang dengan tubuh dan sayapnya berwarna abu-abu silver. Kupu-kupu itu menari didepan mataku seolah tak takut dengan keberadaanku.

"Bagaimana bisa malam seperti ini ada kupu-kupu" aku mengedikan bahu dan mulai berdiri.

Drrtttt drrtttt!

Kupu-kupu itu pergi ketika ponselku bergetar. Ya hari ini ada rapat sehingga harus ku buat getar saja ponselku. Aku merogoh ponselku di saku celanaku. Dan ku lihat nama yang tak asing di layar ponselku.

"Ya Flora ada apa?"

.......................................

Flora

De javu.

Aku tak mengerti kenapa kaki ku membawaku ke pinggir jalan seperti ini, persis seperti dulu ketika aku diselamatkan oleh Dimas ketika aku akan tertabrak.

De javu.

Semua seperti terulang lagi kini, aku seperti tak punya kendali pada tubuhku. Mata ku seperti hanya ingin menatap ke bawah sementara kaki ku ingin sekali menyeberang, seperti ada sesuatu disebelah sana.

Perlahan kakiku mulai melangkah, sangat kecil langkahan yang ku ambil. Perlahan aku mulai berjalan pelan. Aku terus merunduk, sampai tiba-tiba mataku terbelalak ketika mendengar suara khas orang yang pernah ku kenal. Mataku ku arahkan ke seberang sana.

Andrea! Aku melihat Andrea! Sedang berjalan dengan temannya dengan jari jemari kanannya mengapit rokok. Ya itu Andrea, lengannya berubah, dilengannya terdapat tato. Anomali tertulis disana. Itu jelas Andrea, wajahnya ya seperti itu, dengan baju tanpa lengan ia perlahan lewat didepanku, yang aku tengah mau menyeberang menghampirinya.

"Andrea!!!" panggilku sambil tanganku melambai. Namun panggilanku ternyata lebih keras daripada suara klakson yang tau tiba-tiba semakin keras mendekatiku. Lampu sen itu begitu menyilaukan.

"Arrh" aku rasa benda keras itu menabrakku. Aku bisa merasakan tubuhku melayang bersama bayangan Andrea.

Andrea. Anomali. Itulah aku Andrea, aku hanya sebagai pembeda didunia ini. Semua orang merasa senang, namun aku tak diperbolehkan Tuhan merasakan itu. Akulah Anomali Andrea.

Sekali lagi aku tak mengerti kenapa aku mengejar Andrea. Yang aku tahu, pandangan semakin buram. Tubuhku terasa perih hampir di seluruh tubuh. Dan perutku terasa tertekan. Lama ku tahan rasa sakit itu, sampai kemudian bayangan hitam mencoba menutup penglihatanku. Aku terpejam.


Jejak Langkah yang Kau Tinggal (SELESAI)Where stories live. Discover now