17. Desiran Rasa

9 9 0
                                    


Flora

Aku mulai bosan dengan tempat ini, sudah hampir tiga minggu aku berada di tempat ini dengan hanya tertidur manis dikasur rumah sakit.

"Sus, kapan saya boleh pulang ?"

"Mungkin dua sampai tiga hari sudah boleh bisa pulang"

"Sus"

"Iya ada apa ?"

Angin berdesir hebat ketika aku akan menanyakan pertanyaan ini.

"Apa yang sebenarnya terjadi denganku sus, mengapa aku bisa berada di tempat ini?"

"Jadi gini Bu Flora"

"Ya?"

"Ibu kecelakaan hebat dan pada hari itu laki-laki yang selalu menemani ibu menggotong ibu dengan masih mengenakan seragam kantornya, Ibu mengalami luka serius pada kepala"

"Dimas sus?"

"Ya, bukannya itu pacar Ibu ?"

Pacar ?

Secepat kilat tiba-tiba aku melihat Dimas dengan wajah yang sedikit agak muda di sampingku duduk diatas rumah pohon namun seketika gambaran tersebut hilang dan otak ku kembali sakit yang amat parah dan aku tak tahan untuk tidak memeganginya dan memekik pelan.

"Bu Flora ? Bu Flora tidak apa ?"

"Sakit sus, tolong panggilkan Dokter" ucapku lirih sambil tetap memegangi kepalaku.

"Dokter!"

Kata-kata itu terdengar samar-samar ditengah aku menutup mata dan masih memegangi kepalaku.

Dimas ? Siapa sebenarnya dirimu ?

.........................................

Dimas

Aku menyingsingkan lengan panjang kemeja putih kantorku dengan jas yang ku bawa di pundak kiriku, aku berjalan memasuki rumah sakit JIH. Aku merasa lelah hari ini, kerjaan kantor yang hampir dua minggu terbengkalai akibat dua minggu yang lalu aku ambil cuti dan lebih memilih mengurus Flora yang akibatnya pekerjaan itu terlalu menguasaiku seharian dan itupun pekerjaannya belum tuntas semua. Ku lihat jam yang mengalung dengan cantiknya dipergelangan tanganku. Disana jarum jam menunjuk angka sebelas malam. Sepertinya aku telat menemani Flora untuk hari ini.

Benar saja dugaanku. Ketika aku masuk ke kamarnya, yang kurasakan hanya hening yang terbentuk. Flora sedang tertidur. Aku berjalan mendekatinya. Kemudian kuraih kursi dan kudekatan dengan dia.

"Flora"

Aku mengelus rambutnya yang menutupi dahinya. Kau tau, Flora malam ini sanagt cantik. Aku lihat mulai ada perubahan dalam diriya karena hamil. Pipi nya kini berubah, yang dulu tirus sekarang mulai berisi, Aku arahkan kemudian tanganku ke pipinya, dan ku belai.

"Kau tidur nyenyak ya Flora"

"Lusa kamu boleh pulang"

Tanpa sadar aku beranjak dari kursiku dan berdiri untuk menuju dahi Flora. Ya tanpa sadar aku menciumnya.

Tidak banyak hal yang bisa aku lakukan didunia ini, kecuali melihat senyummu yang dulu. Cepat sembuhlah, cepat ingatlah karena aku menyayangimu.

Jemari Flora seperti bergerak dan aku lepaskan ciumanku pada keningnya, aku naikan selimutnya yang sempat turun tadi sehingga sekarang badannya terlihat hangat dibalut selimut berwarna biru muda itu. Aku tersenyum melihat Flora yang sepertinya tertidur sangat nyenyak malam hari ini.

Aku sayang kamu.

Ucapku samar-samar ketika kaki-kakiku mulai menjauh dari keberadaan Flora untuk keluar dari kamar perawatannya. Sekali lagi, samar-samar, kata itu terus terdengung dalam jiwa.

............................

Flora

"Selamat pagi, Flora"

Kata itu terdengar jelas ketika mataku masih belum terbuka benar-benar. Masih buram, belum sempurna. Dimas. Orang itu yang berkata seperti itu. Dimas terlihat sangat rapi pagi hari ini. Ia juga sudah memakai jas, sepertinya mau berangkat ke kantor.

"Ini minum air putih dulu"

Aku hanya diam saja sambil meraih segelas air putih yang diberikan Dimas dan berusaha memperbaiki posisi untuk meminum segelas air putih tersebut.

"Mau makan sekarang ?"

Aku masih diam, nyawa didalam tubuhku seperti belum terkumpul sepebuhnya.

"Bubur" Dimas menyuapiku. Tiga suapan sudah dan aku meminta untuk meneruskannya sendiri nanti.

Dimas.

Mengapa aku tidak ingat sekali siapa dirimu.

Dimas sekarang sedang duduk dan menghadap kebawah karena sedang memakai sepatu kerjanya. Selesai memakai sepatu kerja, dia menghampiriku.

"Besok kamu sudah bisa pulang, jadi jangan banyak pikiran ya, aku kerja dulu" ucapnya dengan mengelus dahiku. Lalu dua detik kemudian punggung itu terlihat jauh meninggalkanku.

Beberapa menit kemudian, ganti suster yang datang ke kamarku memastikan keadaan ku yang katanya makin membaik.

"Sus..."

"Iya ?"

"Kemarin Dimas kesini tidak ?"

"Yang laki-laki keluar tadi dari ruangan ini ?"

Aku mengangguk.

"Kemarin dia kesini sekitar pukul sebelas malam, Ibu sudah tidur"

"Oh"

Kemudian tiba-tiba punggung yang menjauh itu terlihat lagi dalam bentuk bayangan yang sedang membuka pintu dan meninggalkan ruangan. Perasaanku mulai berdesir. Aku menggeleng berulang kali.

"Mengapa aku tidak ingat sama sekali?"

Aku memberantakan rambutku sendiri.

"Bu Flora, ada apa ?"

Aku hanya tersenyum.

Jejak Langkah yang Kau Tinggal (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang