15. Tanda Tanya

11 10 1
                                    


Dimas

Meja makan rumah terlihat sangat mewah pagi ini jika untuk dinikamti hanya tiga orang. Ya tiga orang itu, aku, mama, dan papa. Mama dan papa duduk di depan hadapanku. Aku iri dengan mereka, bagaimana tidak, mereka sangat menikmati pagi hari dengan obrolan-obrolan ringan yang tak henti-hentinya dari sisi mereka, sementara dari sisiku hanya terdengar dentingan akibat garpu sendok bertemu dengan piring.

"Dimas"

"Ya pa ?"

"Dua hari lalu, kamu tidak pergi ke kantor kenapa ?"

Dentingan garpu sendok dengan piring masih terdengar.

"Teman sakit pa, dia tidak punya keluarga disini"

"Siapa ? apakah Papa Mama kenal dengannya?"

"Kenal pa, teman SMA, Flora, yang dulu selagi sekolah di Surabaya sebelum pindah ke sini, dia sering main ke rumah pohon"

Dentingan dari piring Papa Dimas terdengar seolah otak Papa terlihat berpikir disana mencoba mengingat-ingat 4-5 tahun ke belakang.

"Yang matanya biru itu ? Tinggi ? Rambung lurus dengan kriting di ujung ?"

"Yang ranking satu terus itu kan Dim ?" Mama berujar setelah Papa perlahan berkata-kata tadi.

"Iya, itu Flora"

"Dia sakit apa Dim?" tanya Mama.

"Sakit...."

"Jadi gini Ma Pa, Flora.........."

Rentetan kata-kata kemudian mengalir dengan begitu derasnya disertai anggukan dari kedua orang tua ku.

"Boleh Ma Pa ?"

"Kalau itu bahagiamu, kita bisa apa kan Ma ?" alis papa terangkat disertai anggukan Mama.

"Tapi, sudah kamu bilang ke dia kalo kamu akan membawanya ke rumah ini Dimas ?"

Aku terdiam sejenak mendengar kata yang terucap dari Mamanya.

............................

Flora

"Apa yang sebenarnya terjadinya?"

Aku merasa bingung di keadaan seperti ini. Pria itu. Mengapa dia selalu menemaniku di rumah sakit. Ada apa sebenarnya. Lalu ? Dimana Andrea ? Benarkah bayi yang terkandung di perutku ini anaknya ? Pertanyaan-pertanyaan begitu berat menusuk otakku.

Kamar Rumah Sakit ini begitu luas. Air Conditioner menyala begitu mempekaan kulit. Juga Kamar yang begitu hampa menurutku tanpa ada yang menemaniku pagi hari ini. Aku melenguh. Aku seperti mengalami bosan. Dimeja sampingku hanya terdapat tas. Aku mengambil tas tersebut. Aku mengangkat alis ketika aku mendapat sebuah buku disana. Buku siapa ini ? aku buka buku tersebut, sepertinya ada bagian yang tertekuk disana. Entah kenapa aku tidak ingin membaca dari awal buku ini, dan otakku memilih aku membaca dari tekukan buku tersebut. Aku baca judul babnya. Sukma-ku.

Ini novel atau kumpulan cerpen ?

Aku mengerutkan dahi, dan perlahan membacanya.

Sukma-ku.

Aku masih tak menyangka semuanya telah terjadi dengan begitu cepatnya.


.............................................

Sukma-ku

Aku masih tak menyangka semuanya telah terjadi dengan begitu cepatnya. Sekarang di otak ku sedang terekam momen-momen bersama Rasya, rasa penyesalan begitu mengotori jalan pikiranku saat ini. Aku pandang langit, langit masih berwarna sama, aku pandang Matahari, matahari masih seperti biasa dan saat kupandang sekitar, semuanya seperti tak biasa. Semuanya seperti masih tak percaya ini terjadi. Kaca mata hitamku seperti benar-benar tak berfungsi, hanya pandangan kosong yang aku lihat di antara orang-orang yang disekilingku memakai baju hitam serta payung-payung yang menyelamatkan mereka dari terik matahari.

Jejak Langkah yang Kau Tinggal (SELESAI)Where stories live. Discover now