𝟎𝟔𝟏. ran haitani - thank

5K 738 30
                                    

[ sequel : ran haitani - braid ]

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

[ sequel : ran haitani - braid ]

Hari demi hari berganti, perlahan Ran mulai mengikhlaskan kepergian gadisnya dan memulai kehidupan baru sebagai eksekutif Bonten. Ran sudah berandalan sejak di bawah umur—[Name] tahu itu, tetapi ia tidak tahu seberapa kejamnya pria itu sekarang. Ran sudah terlalu masuk ke dalam gelapnya dunia kriminal.

Tetapi eksistensi seorang gadis akhir-akhir ini membuat Ran kembali teringat tentangnya. Dia Sano [Name], gadis yang belakangan ini tiba-tiba masuk ke dalam Bonten—juga mengaku sebagai kakak dari Sano Manjirou itu berhasil mencuri perhatian Haitani Ran.

"Koko sini!" Gadis pemilik rambut sebahu serta bekas jahitan di pelipis itu menepuk sofa kosong di sebelahnya. Anehnya, Koko yang merupakan tipikal hanya suka uang terus menuruti semua yang gadis itu ucapkan—walaupun seringkali menggerutu di belakang. Lagipula sejak kapan Koko akrab dengannya?

Ran terus mengamati interaksi antara sang gadis dengan Kokonoi Hajime dari kejauhan. Bukan kali pertama Ran melihat gadis itu mengepang rambut panjang Koko.

Tidak hanya memiliki hobi mengepang rambut, banyak kemiripan antara Sano [Name] dengan [Full Name]. Tetapi satu hal yang sedikit menggoyahkan keyakinan Ran—gadis itu terlalu kekanak-kanakan dibandingkan dengan [Name]-nya.

Bukan tanpa sebab Ran berpapasan dengan [Name] petang itu—melainkan Ran dengan sengaja menghadangnya. Tingkat keinginan tahuan Ran akan gadis itu sudah tidak bisa di realisasikan lagi. Ran ingin membuktikan jika gadis itu memang [Name]—gadisnya dulu.

Gadisnya? Bolehkan disebut demikian? Bukankah sejak awal hubungan mereka hanya sebatas teman kecil dan tetangga sebelah rumah saja?

Gadis itu sedikit memiringkan kepalanya. "Apa kita pernah bertemu sebelumnya?"

Belum sempat ia menginterogasi sang gadis dengan ribuan pertanyaan yang terus mengganjal di otak, tetapi pertanyaan yang baru saja keluar dari bibir mungil itu membuat Ran tertegun.

"Mungkin." Satu kata menjadi jawaban yang keluar dari mulut eksekutif Bonten itu. Layaknya seorang yang baru saja kasmaran, Ran justru sedikit salah tingkah dan sulit membuka suara.

[Name] memutar bola matanya malas, menarik paksa tangannya yang sempat di tahan oleh Ran kemudian melenggang pergi begitu saja. Terlihat sang adik sudah menunggunya di depan sana. "Jangan menganggu ku jika tidak penting."

Hari berikutnya, Ran mendapat hadiah berupa satu tendangan di pelipis dari Mikey. Kalimat 'jangan mengganggu kakakku lagi atau aku akan membunuhmu' masih terus berdengung di telinganya.

Menggunakan ide lain, Ran memilih untuk bertanya kepada Koko saja—karena dialah satu-satunya pria yang dekat dengan [Name] selain Mikey.

"Sejak kapan bos punya kakak perempuan?"

Kalimat itu menjadi pembuka percakapan antara dirinya dengan Koko.

Koko menghela nafas lelah. Banyak orang yang menganggap ia dekat dengan kakak dari bos, tetapi kenyataannya dari pada dekat—Koko lebih seperti boneka bagi [Name].

"Setelah Touman bubar," Koko menjeda kalimatnya, kemudian menatap Ran yang duduk di depannya. "Gadis itu selalu saja menjadikanku seperti boneka Barbie, jika bukan kakak bos sudah ku bunuh sejak dulu."

Mendengar penuturan pria di hadapannya, Ran sedikit tersulut emosi—rasanya tidak rela jika gadis itu di bunuh. "[Name] itu seperti ap—"

"Sedang membicarakan ku?" Bagai setan, gadis itu sudah duduk di sebelah Koko. Tangannya mulai meraih beberapa helai rambut panjang Koko, kemudian mengepang nya.

Entah karena kenangannya dulu, tetapi Ran iri dengan kedekatan Koko dan [Name]. Bukankah jika itu memang gadisnya, seharusnya dirinya lah yang berada di posisi Koko saat ini?

"Aku ada urusan," Koko beranjak—entah benar-benar memiliki urusan atau hanya sekedar alasan untuk melarikan diri dari [Name]. "Nanti lagi ya?" lanjutnya seraya mengulas senyum, yang langsung mendapat balasan senyum juga dari sang gadis—Ran semakin dibuat iri dengki.

Sebelum gadis itu beranjak, Ran kembali menahan pergelangan tangannya. Kali ini ia benar-benar akan mengajukan banyak pertanyaan. Tetapi ia menghela nafas lebih dulu. "[Name]...."

[Name] menaikkan salah satu alisnya, ia kembali menarik tangannya—tetapi saat ini dirinya tidak berniat untuk kabur. "Huh??!"

"Apa kau pernah naik pesawat?" Dia bodoh dalam memulai sebuah percakapan. Bagaimana bisa hal itu justru menjadi pertanyaan pertama?!

[Name] menggelengkan kepala tanpa berniat menjawabnya menggunakan suara. Ia memiliki phobia terhadap ketinggian, mana mungkin mau naik pesawat. Lagipula, mau kemana sampai naik pesawat?

Ran merengkuh tubuh mungil [Name], kemudian mendekapnya erat. Tidak peduli jika hal itu akan membuatnya kembali mendapat hadiah berupa tendangan di pelipis—atau Mikey akan benar-benar membunuhnya.

"Kau aneh Ran." celetuknya. Tetapi di sisi lain, ia merindukan dekapan hangat seperti saat ini. Rasanya berbeda dengan pelukan Koko—atau bahkan Mikey sekalipun. "Lagipula kenapa kau sangat ingin tahu tentang hidupku?"

"Aku mempunyai teman kecil," Ran kembali mengajak [Name] duduk. "Dia hobi mengepang rambutku, memarahi ku, membela Rindou. Hari itu dia pamit ingin mengunjungi neneknya di luar negeri, dia sudah berjanji untuk menelpon ku setelah sampai, tapi yang terjadi justru... dia menjadi salah satu korban pesawat jatuh."

"Yosh yosh...." [Name] berganti merengkuh tubuh Ran, menepuk-nepuk pelan kepala laki-laki itu—memperlakukannya bagai anak kucing, tanpa takut jika Ran adalah eksekutif Bonten yang mungkin akan membunuhnya kapan saja jika ingin. "Laki-laki seperti mu menangis karena ditinggal seorang perempuan?"

Kenyataannya Ran memang belum benar-benar mengikhlaskan kepergiannya.

Andai [Name] tahu jika ia bukan hanya sekedar gadis tetangga rumah. Ia pernah membuat hubungan Haitani bersaudara renggang sebab Rindou yang terus-terusan berkata jika [Name] sudah mati, sedangkan Ran belum bisa menerima kenyataan pahit itu.

Tidak peduli gadis itu melupakannya.

Yang jelas, Ran yakin jika ia memang [Name]—gadis yang selalu ia tunggu kepulangannya. Ran kembali memeluk tubuh mungil [Name]—memeluknya dengan sangat erat, takut jika hal yang sama akan kembali terulang jika ia merenggangkan pelukannya.

"Terima kasih sudah kembali."

---
Tokyo Revengers © Ken Wakui
07/11/2021

𝐀𝐍𝐈𝐌𝐄 𝐗 𝐑𝐄𝐀𝐃𝐄𝐑 !! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang