𝟎𝟔𝟓. shinichiro sano - moon

4.7K 758 109
                                    

Tengah hari yang terasa begitu panas, seorang gadis memilih meneduh di dalam dealer milik sang pacar seraya menikmati dinginnya es krim

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tengah hari yang terasa begitu panas, seorang gadis memilih meneduh di dalam dealer milik sang pacar seraya menikmati dinginnya es krim. Layaknya bocah, [Name] justru duduk tepat di depan kipas angin.

Melihat [Name] sedang dalam mode kekanak-kanakan, Shinichiro hanya tersenyum simpul. Mengabaikan cuaca panas, pemuda dua puluh tiga tahun itu tetap melanjutkan pekerjaannya.

Shinichiro meregangkan otot-otot tangannya setelah menyelesaikan semua pekerjaan. Kemudian, ia berjalan mendekati [Name] dan duduk di sebelahnya. "Nanti masuk angin." ucapnya seraya merapikan rambut [Name] yang sedikit acak-acakan karena terkena terpaan angin dari benda di depannya.

[Name] mendorong dada bidang Shinichiro dengan pelan. "Kau bau keringat." ucapnya bohong. Karena walaupun baru saja bekerja, Shinichiro tetap wangy wangy.

Terkekeh pelan, Shinichiro justru merengkuh tubuh ramping [Name] dan memeluknya dengan sangat erat. "Benarkah??"

"Nanti jadi kan?" [Name] justru mengalihkan topik pembicaraan. Menatap wajah tampan Shinichiro yang berada tepat di atasnya—karena saat ini [Name] tengah tidur dengan paha Shinichiro sebagai bantal.

Shinichiro mencubit hidung [Name]. "Ingin sekali pergi berkencan dengan Shinichiro, huh??"

Mengabaikan godaan itu, tangan [Name] terulur untuk memegang kalung yang berada di leher Shinichiro. "Kukira bakal di buang." celetuknya di susul tawa kecil. Merasa konyol karena sudah memberi kado ulang tahun berupa kalung kepada seorang pria. Walaupun demikian, Shinichiro tidak akan pernah membuang hadiah dari [Name].

Baru saja [Name] beranjak dan akan melangkahkan kakinya, Shinichiro menahan pergelangan tangannya dan kembali memeluknya dari belakang dengan erat. Tingkah Shinichiro itu terlalu random dan susah di tebak.

"Kau kerasukan apa sih Shin??!" ketus [Name], sudah lelah dengan sifat Shinichiro yang akhir-akhir ini memiliki hobi baru berupa mendekap tubuhnya dengan erat.

"Kapan aku bisa menikahi mu?" Shinichiro tidak sabaran. Padahal hanya tinggal tiga bulan lagi [Name] akan lulus kuliah, tetapi rasanya masih harus menunggu tiga abad lagi untuk menikahi gadis itu.

Perlu di ketahui jika Shinichiro sudah mengisi slot seorang yang akan menjadi pasangan [Name] di hari kelulusan nanti. Pemuda itu tidak sabar melihat gadisnya memakai toga wisuda.

[Name] mengedipkan mata berkali-kali. Tiba-tiba terbesit di benak pikirannya, bayangan tentang kesehariannya setelah menjadi istri dari seorang Shinichiro Sano. Mungkinkah ia akan mati muda karena sesak napas sebab Shinichiro bisa memeluknya di setiap saat?

Seolah tahu apa yang tengah gadis itu bayangkan, Shinichiro tertawa pelan dan segera melepaskan pelukannya. Ia beranjak, mengulurkan tangan kanannya dengan maksud untuk menggandeng. "Mau jalan kaki atau naik motor?"

[Name] menggelengkan kepala agar pikiran konyol nya tadi hilang. Segera, dirinya menerima uluran tangan Shinichiro. "Aku malas jalan." Padahal bisa langsung menjawab 'naik motor'.

Perjalanan terasa sunyi, karena keduanya justru saling diam menutup rapat mulut masing-masing. Shinichiro yang fokus melajukan motor kesayangannya, dan [Name] yang tengah melamun kan masa depan.

Perubahan cuaca terjadi begitu cepat, rintik hujan turun dari langit. Yang awalnya tidak begitu deras lama kelamaan berubah menjadi keroyokan. Shinichiro membelokkan motornya ke bangunan terbengkalai yang jauh dari jalan raya. Jika tidak salah ingat, ia pernah menggunakan tempat ini sebagai tempat berkumpul anggota Black Dragon dulu.

"Kenapa tidak hujan-hujanan saja?" Pertanyaan konyol lolos dari bibir mungil sang gadis. Padahal jelas-jelas ia sudah kedinginan—di buktikan dengan sedari tadi terus menggosokkan kedua telapak tangan.

Shinichiro yang berdiri tepat di belakang [Name] langsung meraih tangan kecil itu dan menggenggamnya untuk menyalurkan sedikit rasa hangat. "Nanti kau sakit."

[Name] menyenderkan punggungnya di dada bidang Shinichiro karena merasa pegal. Shinichiro tidak masalah dengan hal itu, atau justru malah kesenangan.

"[Name], lihat kesini sebentar!" Setelah sang gadis menolehkan kepala ke belakang, Shinichiro langsung memotret wajah polos itu menggunakan kamera ponselnya. Shinichiro menatap hasil jepretannya dengan tawa mengejek. "Harus di kirim ke NASA."

Tidak paham dengan ucapan Shinichiro, [Name] hanya menaikkan salah satu alisnya.

Shinichiro yang paham dengan ekspresi bingung itu justru semakin tertawa. "Because you're a star."

"Jika aku bintang, kau adalah bulannya." [Name] mengulurkan tangan kanannya, merasakan dinginnya rintik hujan di telapak tangan. "Jadi jangan pernah meninggalkan ku. Karena langit malam akan sepi jika hanya di hiasi oleh bintang."

Shinichiro mengernyitkan dahi dengan penuturan gadisnya. "Aku kan mau menikahi mu."

Hujan sudah sedikit mereda, hari juga mulai gelap, Shinichiro kembali melajukan motornya untuk mengantarkan [Name] pulang. Tetapi sebelum itu, ia mampir ke dealer lebih dulu karena ada satu hal yang harus ia kerjakan.

[Name] tidak ikut masuk ke dealer. Padahal dirinya sudah benar-benar kedinginan, tetapi Shinichiro justru tidak kunjung menampakkan batang hidungnya. Membuat [Name] memutuskan untuk menyusul laki-laki itu masuk.

"Shinichiro... " Kaki jenjangnya mendadak tidak bertulang. Berjalan tertatih-tatih menuju seorang yang tergeletak di lantai dengan darah yang terus mengalir di sekitar kepalanya.

Tanpa memperdulikan dua bocah yang tidak ia kenali, [Name] mengangkat kepala Shinichiro dan meletakkan di pahanya—sama seperti yang Shinichiro lakukan siang tadi kepadanya. "Bodoh! Kenapa malah tersenyum?!!"

Walaupun pandangannya mulai memburam, tetapi samar-samar Shinichiro melihat gadisnya yang mulai menangis—membuat ia justru mengulas senyum tipis. Karena sejak menjalin hubungan dengannya, Shinichiro belum pernah melihat [Name] menangis.

[Name] mencoba agar tidak panik dan menahan isak tangisnya. Tangannya bergerak mengambil ponsel dari dalam saku, kemudian segera menghubungi ambulans.

Shinichiro dengan nafas yang tidak beraturan tetap mencoba membuka kedua matanya agar ia tidak kehilangan kesadaran, tetapi hal itu sia-sia. "Aku mencintaimu, [Name]." ucapnya begitu lirih.

Kini, bulan dan bintang tak lagi berada pada malam yang sama. Keduanya terpisah oleh ruang dan waktu—dengan bintang yang terus menerus berlarut dalam kesedihan, terbujur dalam sepi sembari menanti waktu untuk kembali bertemu.

---
Tokyo Revengers © Ken Wakui
14/11/2021

𝐀𝐍𝐈𝐌𝐄 𝐗 𝐑𝐄𝐀𝐃𝐄𝐑 !! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang