2. Salah Orang

432 89 16
                                    

Pengalaman memanglah guru terbaik. Namun, akan lebih baik jika tidak melakukan kesalahan. Cukup jadikan orang terdahulu sebagai tempat berkaca.

~OTW Taubat~

Zulfi menyusuri kantor setelah namanya dipanggil. Ia tidak tahu entah hukuman apa lagi yang akan menderanya. Yang jelas, kali ini dirinya mengenakan sarung dan peci seperti santri-santri lain.

Zulfi sedikit terperanjat ketika menemui seorang wanita yang berdiri di depan pusat informasi. Di tangan kirinya penuh dengan kertas kresek yang sepertinya berisi makanan. Sementara tangan kanannya menenteng tas lumayan besar.

"Mami?"

"De ...."

Zulfi tersenyum girang. Hampir sebulan dirinya menjadi santri dan baru kali ini bisa menatap wajah ibunya kembali. Sebelum ini, hanya pak Jo —supir pribadi— yang mengantar keperluan Zulfi ke pesantren.

"Kamu ganteng banget kalo pake peci, De," ujar Mariah setelah mereka duduk di posko khusus wali santri. Mariah membuka tas dan mengeluarkan kotak nasi dan lauk.

Zulfi tertawa lebar, lalu membuka pecinya dan memperlihatkan kepalanya yang sudah gundul.

"Kok botak?"

"Biasa ... melanggar aturan,"

"Wow, bagus sekali. Besok jangan diulang lagi ya!" Mariah menggerutu di akhir.

"Peraturannya ribet di sini, Mi. Aku pindah aja gimana?"

"Mau pindah ke mana? Mau di pesantren manapun, semua punya peraturan. Kamu aja yang gak mau diatur," timpal Mariah.

Zulfi membuang muka sambil mengerucutkan bibirnya. Mariah yang melihat ekspresi anaknya jadi gemas sendiri. Ia mengusap pelan kepala Zulfi yang sudah botak itu. Ternyata memberikan sensasi tersendiri ketika telapak tangannya ditusuk oleh rambut Zulfi yang baru tumbuh sedikit itu.

"Papi apa kabar, Mi?"

"Papi alhamdulillah udah sehat, tapi kalau tau kelakuan kamu yang suka melanggar, papi bakalan sakit lagi katanya,"

"Ah Mami jangan nakutin!"

"Makanya kamu harus patuh. Udah, sekarang balik ke asrama kamu. Jangan lupa belajar dan baca Al-Qur'an,"

"Mami gak usah khawatir, di sini waktu baca Al-Qur'an dan mengulang kitab aja udah ada jadwalnya.

***

Setelah makan bersama teman-teman sekamarnya, Zulfi baru teringat bahwa tadi ibunya menitipkan makanan untuk abi Zikri juga. Zulfi lupa mengantarnya ke rumah pimpinan pesantren.

"Aduh, aku lupa ngasih makanan ini ke Abi," keluh Zulfi. Ketika sudah kenyang, baru ingat. Dasar Zulfi!

"Ya udah simpan aja buat kita makan nanti malam," Iman menimpali. Ia sudah makan banyak, tapi masih belum merasa cukup juga. Katanya masakan ibu Zulfi begitu sedap.

Memang sudah seperti itu kodratnya. Apabila menjadi santri, masakan rumahan seketika menjadi juara.

"Heh, gak boleh gitu. Itu diamanatkan untuk abi, bukan hak kita," Ikhlas menyahuti.

"Anterin sana, akhi. Ini udah hampir Maghrib, takutnya nanti gak keburu," Sabar mengingatkan.

Zulfi mencuci tangannya lalu mengambil nasi kuning dan lauk yang ingin dibawakan ke sana.

Begitu sampai di pekarangan rumah abi Zikri, Zulfi tidak menemukan sosok manusia manapun di halaman sana. Terpaksa ia harus masuk ke bangunan yang dirancang tidak sebegitu besar itu. Berharap di dalam rumah ada orang nantinya.

OTW TAUBAT ✔Where stories live. Discover now