28. Tasrif Cinta

248 70 17
                                    

Mereka bilang, syukurilah saja
Padahal rela tak semudah kata

Tak perlu khawatir, ku hanya terluka
Terbiasa tuk pura-pura tertawa
Namun, bolehkah sekali saja ku menangis?
Sebelum kembali membohongi diri

Seorang perempuan meneteskan air matanya ketika lagu Febi Putri dan Fiersa Besari itu mendengung di indera pendengarannya.

Zulfi masuk, menutupi pintu kamar lalu duduk di atas permadani berhadapan dengan perempuan itu yang tengah duduk di atas sofa.

"Enak lagunya?" tanya lelaki itu yang mengejutkan sang perempuan.

Musik dimatikan, buru-buru air mata diusap.

"Anda ngapain masuk ke kamar perempuan?" Tanyanya tidak suka.

"Kalau perempuan itu sudah halal buat aku, apa salahnya?" balas Zulfi dengan pertanyaan pula.

Lea menghela napas, lalu bangkit dan berpindah duduk ke atas ranjang dengan dibantu tongkat. Ya, perempuan itu sudah tidak bisa berjalan secara mandiri. Itu yang membuat Zulfi khawatir dan selalu menyempatkan diri menjenguk Lea.

"Sebaiknya anda keluar. Saya mau istirahat,"

"Le, sedikitpun kamu nggak ingat lagi sama aku? Masa iya? Kok kamu bisa lupa semuanya?"

"Kalaupun ingatan saya masih bagus, sepertinya saya lebih menyukai hidup tanpa mengenal anda. Annoying!"

"Bahasa Inggris kamu nggak lupa. Kok sama aku bisa lupa, sih?" ujar Zulfi berdecak sebal. "Jangan-jangan kamu pura-pura lupa, lagi," tambahnya seraya berdiri mendekat dan menjepit hidung sang istri.

Sontak Lea mendorong lelaki yang sedang berusaha dekat dengannya. Bukan Zulfi saja yang jatuh, ternyata dirinya ikut hanyut ke lantai karena tidak mampu menjaga keseimbangan. Kakinya masih lemah. Berjalan saja harus memakai alat bantu.

"Kamu bisa juga ya, mendadak romantis. Sok-sok ngedorong, nyatanya biar bisa pelukan sama aku," tuduh Zulfi bersamaan dengan kekehan.

Zulfi tersenyum menikmati, Lea buru-buru duduk karena tidak kuasa jatuh berdebam ke badan lelaki itu. Dirinya malu. Jantungnya berdegup tidak karuan.

"Saya nggak sengaja!"

"Tapi dorongan kamu kuat banget barusan, aku aja bisa terjatuh terjungkal," ujar Zulfi. Lea bersikap pura-pura tidak dengar saja.

Lima menit berlalu, Lea sudah dibantu Zulfi untuk duduk di atas ranjang kembali, walaupun perempuan itu sempat menolak keras ketika tangannya dipegang Zulfi.

"Ke luar sana! Saya mau tidur, istirahat." Usir Lea.

Zulfi mengangguk pelan. Belum ikhlas. Dirinya masih ingin berlama-lama dengan perempuan itu. Namun, Lea sudah berkali-kali mengusirnya. Daripada nantinya Lea tidak mengizinkannya bertemu lagi, lebih baik Zulfi mengalah saja untuk malam ini.

"Aku pulang dulu ya, Sayang,"

Lea seketika memberikan tatapan maut pada lelaki itu.

"Oke oke. Aku pulang, bye!"

Baru beberapa langkah Zulfi berjalan di halaman pesantren, tiba-tiba suasana berganti menjadi gelap semua. Riuh suara santri mulai terdengar. Ternyata lampunya padam.

"Yah, akhi Sultan nggak bayar listrik nih,"

"Di pesantren nggak ada genset ya?"

"Bersyukurlah, malam ini nggak jadi ngaji. Hahaha,"

Kira-kira begitulah keributan para santri. Mati lampu ketika jadwal pengajian adalah hal yang paling dinantikan. Lumayan, bebas belajar dan tidak perlu mengulang kitab.

OTW TAUBAT ✔Where stories live. Discover now