20. Circle Buruk

294 79 16
                                    

Lia mengelap air matanya dengan tisu. Semua yang terjadi padanya sudah diceritakan pada Sholeh sejak pertemuan itu. Terkait alasan mengapa dirinya pergi dari rumah dan menemukan pendaftaran guru tahfiz. Lia butuh pekerjaan dan tempat tinggal, menurutnya pesantren adalah tempat yang pas dan aman. Ditambah dengan trauma yang masih membekas jika bertemu dengan orang asing di jalanan. Takut akan merusak dirinya lagi.

Sholeh hanya menjadi pendengar yang baik. Tak jarang meminta Lia untuk bersabar menjalani hidup yang memeritkan.

"Antum sudah mendengar semuanya tentang ana. Sekarang, tolong rahasiakan keberadaan ana dari keluarga ana,"

"Kenapa harus dirahasiakan?" Sholeh bertanya.

Lia tidak menjawab. Ia tertunduk lesu. Dirinya sengaja pergi jauh dari keluarga demi mencari kehidupan baru. Ia mencari pekerjaan untuk bertahan hidup. Lia juga meminta kepada pihak pesantren itu agar difasilitasi tempat tinggal.

Sholeh tidak mau mendesak. Ia bisa membayangkan betapa sulitnya Lia untuk tahan banting. Entah apa yang sudah terjadi pada keluarga Az-Zikri di sana semenjak Lia pergi dari rumah.

"Ana yakin anti kuat. Anti pasti bisa melewati semua ini. Insyaallah, kebahagiaan sedang menanti anti. Jangan sekali-kali membenci bayi yang tidak berdosa itu, apalagi berencana melenyapkannya. Dialah yang nantinya akan menjadi sumber kekuatan anti,"

Air mata Lia kembali menetes usai mendengar kalimat itu. Sebaik apapun dirinya, pernah pada suatu hari berniat untuk menggugurkan saja bayi itu. Dirinya sudah dilanda stres karena bingung harus melakukan apa untuk menjalani hidup.

Sholeh memanggil seorang santriwati, lalu meminta untuk mengantar Lia ke asrama putri. Lia akan tinggal di sana dan mengajari santri-santri itu nantinya.

"Ya Allah, sungguh skenario yang kau alurkan tak pernah dapat terpikirkan oleh akal manusia. Jika memang ada kesempatan, maka ana akan perjuangkan dia demi mencapai keredhaan-Mu," gumam Sholeh seraya memperhatikan sosok Lia yang semakin menjauh.

***

Lea baru saja usai mandi. Ia sengaja mengambil waktu yang pas ketika tidak ada Zulfi di kamar. Kabarnya lelaki itu sedang ke minimarket untuk membeli snack karena tidak mau mencicipi masakan Lea. Perempuan muda itu fine-fine saja. Malah dirinya berterima kasih karena bisa memanfaatkan waktu itu betul-betul untuk berganti pakaian.

"Astaghfirullah! Lahaula wala quwwata illa billah. Maafkan hamba ya Rabb!"

Suara dari penjuru kamar membuat Lea menoleh mencari sumber.

"Eh kamu kok ada di sini?" Lea tak kalah shock mendapati Zulfi yang ternyata sudah kembali kamar. Lea yang cuma memakai handuk, hanya bisa pasrah ketika sebagian tubuhnya dilihat Zulfi.

"Cepat pake baju, jangan malah menodai mata aku!"

"Ya jangan diliatin!" seru Lea.

Zulfi sama sekali tidak menggubris, dirinya malah terlalai menatap tubuh perempuan itu. Ada sesuatu di bagian pundaknya, seperti bekas luka. Menyadari Zulfi memperhatikannya, Lea mengambil piyama lalu cepat-cepat ngacir ke kamar mandi.

"Benar-benar kamu ya, suka nyari penyakit. Nggak baik mandi malam hari!" ceramah Zulfi begitu Lea keluar dari kamar mandi mengenakan piyama warna lavender. Tampak begitu memesona.

"Nanti kalau sakit juga aku, bukan kamu! Jangan-jangan kamu khawatir ya ... sama aku?" goda Lea seraya menaruh handuknya di rak khusus dekat dinding, sesekali melirik Zulfi dengan tatapan penuh makna.

Zulfi seketika risih dan ingin rasanya segera keluar dari sana. "Nggak usah kegeeran, bisa?"

Lea hanya memuncungkan bibirnya. Ia mengambil selimut dan bantal untuk segera tidur. Berdebat dengan Zulfi malah akan menyita waktunya saja. Besok ia ingin bangun cepat karena Mariah akan mengajarinya memasak lagi.

Lea tidak mau masakannya gosong sampai tidak bisa dimakan, seperti beberapa menu yang pernah dimasaknya tempo hari. Wajar kalau Zulfi tidak mau makan. Sekadar membuat sambal saja, sampai hangus berwarna hitam. Lea tidak mau disalahkan, ia hanya mengatakan api kompornya yang kebesaran.

Setelah membentang selimut dan hampir membentuk gaya rebahan, si suami malah melayangkan pertanyaan.

"Lele,"

"Apa ikan gabus?" tanya Lea dengan tatapan tajam. Zulfi ini, begitu suka mengganti namanya.

"Itu badan kamu ...."

"Jangan bilang sedari tadi kamu perhatiin aku!!!"

"Kenapa pundak kamu ada semacam warna merah gitu?"

"Bekas perselingkuhan. Puas kamu?" Lea menjawab asal. Lagian ini sebagai sindiran bahwa Zulfi belum pernah melakukan apa-apa padanya.

"Aku serius nanya!"

Lea hanya tersenyum, sebelum akhirnya menjawab. "Bekas pukulan Abi gara-gara aku pake pakaian ketat,"

"Astaghfirullah," Zulfi geleng-geleng kepala.

"Bandel banget kan aku dulu?" tanya Lea lesu. Bayangan masa lalunya jadi terngiang-ngiang gara-gara Zulfi.

Zulfi beranjak dari ranjang dan duduk tepat di hadapan Lea. Entah kenapa ada rasa iba padanya.

"No, bukan itu, tapi ayah kalian yang kasar banget sama anak sendiri. Kamu merasa didikannya keterlaluan gak sih? Malam itu akhi Sultan dipukul tanpa ampun. Ternyata kamu yang cewek juga kena?"

Lea terdiam cukup lama. Sampai air matanya menetes perlahan. Zulfi seketika menyesal atas pertanyaannya. Namun, gara-gara itu dirinya bisa mengetahui bahwa ternyata Lea juga punya sisi kelemahan. Ia bisa menangis juga, saudara-saudara!

"I'm sorry for the question,"

Zulfi pindah posisi lagi, kali ini duduk tepat di sebelah Lea dengan posisi begitu dekat. Tangannya ia bawa mengambang untuk mengusap bahu perempuan itu, tetapi ia tidak berani. Akhirnya ia biarkan tangannya kembali turun.

"Karena sekarang kamu udah jadi suami aku, aku ingin menceritakan beberapa hal,"

"Ya?"

"Dulu aku remaja yang bandel. Sering cabut ketika jam belajar, suka bikin masalah, pacaran ...."

"Aku juga begitu," Zulfi menyela.

"Aku bukan perempuan baik-baik. Aku suka melanggar aturan. Disuruh ke pesantren tapi aku tolak mentah-mentah. Aku pengen menikmati dunia luar, tidak terikat dengan status sebagai santri. Circle aku nggak baik sama sekali, teman-temanku hampir cowok semua. Mereka suka mabuk dan konsumsi narkoba. Aku biasa-biasa aja dengan semua kehidupan itu, bahkan merasa bangga bisa tau banyak hal. Hingga sampai pada suatu hari yang paling aku benci. Aku dikurung di sebuah ruangan sama mereka ...."

"Lea, jangan bilang kamu udah ...." napas Zulfi seakan tertahan, tak kuat meneruskan.

OTW TAUBAT ✔Where stories live. Discover now