5. Katanya Komitmen

327 68 26
                                    

Zulfi dan Iman tampak mengendap-endap di luar gerbang sambil sesekali menengok ke asrama putra.

"Liat sekarang udah jam berapa?" tanya Zulfi dengan wajah masam.

Iman melirik jam tangannya yang ternyata sudah menunjukkan pukul enam lewat lima belas menit.

"Lima belas menit terlambat, bisa setengah jam kita dijemur!" omel Zulfi tak suka.

Tadi pagi Zulfi diajak ke suatu tempat oleh Iman. Katanya untuk menghadiri wisuda adiknya. Namun ternyata, yang wisuda adalah seorang gadis yang sedang dekat dengan Iman.

Awalnya Zulfi setuju saja, tetapi Iman malah lupa waktu karena terlalu asik dengan sang gebetan.

"Gara-gara antum sih, pacaran nggak kenal waktu!" kesal Zulfi pada lelaki di sebelahnya.

"Siapa yang pacaran? Orang cuma berkomitmen doang kok," balas Iman melakukan pembelaan terhadap dirinya.

"Antum pikir maksiat itu ditandai harus dengan pacaran dulu? Kalau dekat gitu juga dosa, walaupun kalian nggak bermesraan sedikitpun. Zina hati, zina pikiran! Lebih parah lagi kalau sampe menjadikan dia sebagai bahan imajinasi. Dosa, alghanamu!"

Mentang-mentang sudah belajar nama-nama hewan dalam bahasa Arab, Zulfi tidak ragu memanggil Iman alghanamu yang artinya tak lain adalah 'kambing'.

"Heh, alba'udhah! Kayak antum nggak pernah dosa aja," seloroh Iman.

"Wah, enak aja manggilin ana nyamuk! Itu juga gara-gara antum ajak ana ke tengah-tengah kalian berdua! Sok-sokan jadikan ana orang ketiga supaya nggak dibilang berduaan. Itu tetap aja nggak boleh, kecuali ditemani mahram!"

Iman dibuat skakmat oleh Zulfi. Benar apa yang baru saja dikatakan oleh Zulfi. Walaupun mereka tidak berduaan, tetap saja salah. Ini semua karena Iman lebih mengutamakan keinginan tanpa mengedepankan larangan Allah yang sudah nyata.

Zulfi masih akan melanjutkan khutbahnya seandainya di depan mereka tidak lewat satu manusia pun. Pesona seorang gadis yang baru saja turun dari angkutan umum di depan gerbang pesantren, membuat Zulfi menghentikan aksinya.

"Sok-sokan ceramah, liat yang cantik langsung menganga. Cepat nunduk!" sindir Iman sekaligus menundukkan wajah Zulfi dengan tangannya.

Zulfi hanya bisa menurut. Namun, diam-diam ia memperhatikan wajah gelisah gadis yang mulai menghampiri gerbang yang menjulang tinggi.

Gadis yang memakai outer warna navy dan menyandang hand bag itu melirik ke kanan dan kiri. Lalu meraih ponselnya untuk menelpon seseorang.

Sudah menjadi peraturan pesantren Az-Zikri bahwa gerbang utama pesantren akan tutup pada jam enam sore. Para wali santri pada jam itu tidak diperbolehkan masuk kembali. Begitupun dengan santri yang keluyuran dan terlambat pulang. Mereka akan dibiarkan di luar sampai petugas keamanan datang memberi akses masuk dengan catatan mendapat hukuman.

"Kok bisa terlambat, ukhti?" tanya Iman pada gadis yang berdiri tak jauh di sebelahnya.

Perempuan itu sempat melirik sejenak, khawatir jika pertanyaan itu bukan ditujukan untuknya.

"Tadi ada wali murid yang terlambat menjemput anaknya. Jadinya ana harus nunggu dulu," balasnya setelah menunduk karena menyadari yang sedang berada di sebelahnya adalah Zulfi dan Iman.

Di sisi lain, Zulfi mulai paham jika itu adalah Lia. Lia mengajar Tahfizul Qur'an di sebuah masjid ternama. Sudah menjadi tanggung jawab Lia jika anak-anak itu belum dijemput orang tuanya, maka Lia harus menunggu.

OTW TAUBAT ✔Where stories live. Discover now