Trouble

1.4K 109 5
                                    

Renta menyandarkan kepalaku di dada, mulutnya terus menggumam tanpa kata sedangkan kening mengerut menjadikannya terlihat seperti Pipiyot dalam cerita Negeri Dongeng hanya saja hidungnya tidak semancung itu. Aku tahu dia tengah memikirkan sesuatu, tetapi, dia belum memiliki cukup keberanian untuk mengatakanya atau tidak mau menggangguku yang sedari tadi sibuk dengan tablet mengecek laporan keuangan dari kantor Ayah. Pikiran dalam kepalanya mungkin sangat rumit sampai dia tidak menyadari aku sudah selesai dari tadi.

"Mikir nakal ya?" godaku sembari menggelitik pinggangnya.

Renata mendengus kesal sembari melayangkan pukulan bertubi-tubi ke tanganku.

"Aku mikir begituan?" kata Renata dengan mata membelalak sempurna. "Seriusan, aku nggak bakal mikir udah aku terkam kamu dari tadi."

"What?" telingaku jelas sudah salah mendengar. Dadaku langsung bertabuh nyaring seperti genderang perang. Wait, dia memang istriku atau bukan. Dengan cepat aku mengulurkan tangan memegang pipi istriku.  "Ayo!"

"Nanti," jawabnya dengan nada mengesalkan. Ok aku kalah lagi.

"Kamu ngeselin tahu."

"Kamunya terlalu tempe."

Aku makin kesal mendengarkan balasannya, sontak aku mendorong tubuhnya hingga jatuh telentang di atas kasur, kepalanya menghadap kaki tempat tidur dan aku tidak peduli. Aku mengunci kedua tanganya dengan tangan kanan dan kakinya dengan kakiku hingga dia tidak bisa bergerak, tanpa menunggu kalimat serangan pemberontakannya menggema membuyarkan niat, aku hujankan ciuman pada wajahnya sebelum ke arah bibir hingga dia kehabisan napas dan memukul dadaku.

Renata batuk berulang kali sembari memukul dadanya sendiri. "Rese banget sih!" cecarnya kesal.

"Itu yang bakal terjadi kalau kamu berani godaain Jonatan!" balasku dengan cengiran lebar.

"Lunitik!"

"Kan tetap suami kamu."

"Jo, besok aku mau ketemuan sama Sam."

"Aku ikut, jam berapa?"

"Besok pagi, sampai siang. Kayanya aku bakalan makan siang di sana."

"Nggak boleh!"

"Kok gitu! Sam itu teman aku!"

"Dan kalian udah sama-sama dewasa dan udah pada nikah. Pokoknya tanpa aku, kamu nggak boleh pergi! Titik!"

"Jo, sampai kapan aku terpenjara di rumah ini?"

"Samai kamu benaran cinta lagi sama aku."

"Aku kan udah bilang, kalau aku udah jadi istri kamu sepenuhnya. Sekarang kamu bisa lakuin apa aja!"

"Jangan, jangan kamu batalin bulan madu kita karena Sam itu lebih penting dari aku?"

"Nggak gitu! Aku cuman pengen aku bebas kaya dulu!"

"Dulu dan sekarang itu beda! Kamu istri aku dan nggak ada yang bakalan ngubah itu."

"Emang nggak ada yang ngubah itu, tetapi dengan cara kamu kaya gini aku nyesal udah mau diajak nikah sama kamu."

Ucapan Renata menusuk keras ke jantungku seperti ratusan jarum.

"Kamu marah?" katanya masih dengan nada tinggi. "Adanya aku yang harus marah selama ini cuman bisa diam terkurung di dalam rumah. Nggak ngapa-ngapain juga. Masak di larang, bersih-bersih rumah dimarahi! Nyuci baju sendiri juga nggak boleh. Kamu enak keluar sana punya pekerjaan, kamu nahan aku di sini sedangkan kamu, mana aku tahu kamu berbuat apa di luar sana!"

"Kamu dengarin aku dulu!" teriakmu membungkam mulutnya, semua aku lakuin semata-mata karena aku sayang sama dia.

"Nggak Jo! Selama ini aku yang terus dengarin kamu. Udah malam ini aku mau balik ke rumah dulu!"

"Udah malam! Aku nggak bakalan biarin kamu keluar!"

"Aku." Renata menunjuk dirinya sendiri dengan mata terbakar amarah. "Nggak peduli!"

Sudah pukul sepuluh malam, dia menyambar jaket di gantungan dan keluar, sialnya kakiku kesemutan hingga sulit bergerak. Saat aku berhasil berdiri pintu sudah tertutup dan terkunci dari luar.

Tamat!

𝙊𝙝 𝙂𝙊𝙙, 𝙃𝙚'𝙨 𝙈𝙮 𝙀𝙭 ( 𝙀𝙉𝘿)Where stories live. Discover now