Nasib

1.8K 181 2
                                    

“Loh, loh!” Renata menatap tidak mempercayai pemandangan yang dilihatnya keenam botol air yang tadi pagi mendiami sudut kamar tertinggal kemasan, isinya sudah ludes semua. Dia memiliki rutinitas khusus setiap tiba di vila, mengecek buah jambu di kebun belakang. Ada sepuluh pohon juga buah ceri hutan yang tumbuh sembarangan. Lagi pula tidak ada satu pun yang mempedulikan keberadaannya, para pasangan bercengkerama ria dan Reno sibuk di dalam kamarnya sedari tadi.

“Sory, Na,” aku Sam, “kita pengen ngopi tadi, waktu ngecek air ternyata air sumurnya keruh, nah kita make air yang kamu bawa.”

“Kemarin aku udah bilang, Samuel! Kita bawa galon air sendiri, kamu malah ....” Tangan Renata mendarat di kepala dengan pipi mengembung.

“Maaf!”

“Tadi aja aku susah bawaiinya nggak ada yang mau bantuin. Aku pulang!”

Renata masuk ke kamar, membating pintunya cukup keras.

“Ren, Renata bukain pintunya dong!” pinta Sam dari luar. Renata tidak bergeming terus memasukkan jaket dan handuk yang sudah dia tata tadi sebelum keluar. kamar kecil dengan tempat tidur kayu kecil selalu menjadi kamarnya di sini. lantai kayu coklat dan dinding kamar putih ini memiliki daya tarik sendiri untuknya.

Ponselnya berdering, Kakak iparnya menelepon.

“Ada tamu nih di rumah nyariin kamu,” beritahu Sela dari seberang, “namanya Jonatan.”

“Hah!” Renata melogo, untuk apa lagi pria terkutuk itu mencarinya. “Dia bilang apa?”

“Nggak ada, cuman nyariin kamu, begitu aku bilang kamu lagi keluar dan nggak bakalan pulang selama dua hari ke depan, dia langsung pulang ... aaa dia minta sama aku buat bujuk kamu cepat pulang.”

“Nggak! Aku bakalan pulang cepat!”

Renata mematikan panggilan itu, mengecek ponselnya. Luar binasa ada tujuh belas panggilan tidak terjawab dari Jonatan. Ia menarik napas, mencari nomor Jonatan lalu memblokirnya.

Mata hari makin meninggi dan perutnya mulai meronta, ceri merah asam-manis hasil buruannya tadi ada di meja dapur, lumayan untuk mengganjal perut.

Sayang, keranjang rotan kecil di meja sudah kosong.

“Sekarang apa lagi?” ia mengacak-acak rambutnya frustrasi.

Jihan muncul di balik punggungnya. “Nat, kamu bawa sabun mandi nggak? Aku sama Kara lupa bawa sabun soalnya.”

Renata berbalik menatap Jihan, tubuh gadis itu ramping dengan kulit putih mulus.

“Bawa, tapi sabun batangan murah, nggak cocok sama kulit kalian.” Dia tahu, Kara itu orang yang seperti apa.

“Ren, kamu bawa jaket lebih nggak. Aku lupa, jaket aku basah,” kata Kara di tanganya jaket wolnya belepotan lumpur, etah dari mana mereka.

“Pinjamin jaketnya ya, Na!” rayu Sam, “udara di sini dingin banget!”

Renata kehabisan kata, benar saja dia datang untuk melayani mereka. sudah cukup, tapi kalau pulang juga bukan pilihan yang tepat. Tanpa kata dia masuk kamar, mengambil semua barang yang diperlukan. Diletakkannya semua benda itu di meja.

“Ini sudah semuanya. Aku nggak jadi nginap, aku harus segera balik ke rumah!”

Ransel abu-abu sudah disampirkan di lengan kananya. Disaat-saat terakhir dia memasang senyuman terbaiknya membuang kesan dia sangat tertekan sekarang. tanpa menunggu tanggapan dari Sam, dia berjalan keluar. saat ini dia hanya menggunakan baju kaos abu-abu dan celana jeans. Dia hanya membawa satu jaket.

Jalanan berbatu ditapaki kakinya, dulu mereka pernah datang bersama Jonatan, di hari itu hujan lebat dan jalanan licin. Dia yang pertama tergelincir, lalu menarik tangan Jonatan selanjutnya si Pao-pao menarik tangan Sam dan mereka bertiga jatuh sekaligus.

“Argh! Why?” Renata mengentakkan kakinya di tanah berulang kali.

“Renata,” panggil Kara di belakangnya.

“Ada apa lagi, yah? Bukanya aku udah ninggalin semua keperluan kalian?”

“Aku minta maaf, kalau ngerepotin lagi. Kita nggak bisa tanpa kamu di sini,” kata Kara.

“Nggak bisa tanpa aku, karena aku bakalan jadi pembatu kalian di sini. Sam bisa masak, kamu tahu dia kan?”

Kara mendekat, dadanya terangkat. “Hubungan aku sama Sam lagi bermasalah, aku ke sini dengan harapan kita bisa baikkan. Karena gugup, aku jadi lupa sama semua yang perlu aku bawa.”

Renata menggelengkan kepala. “Aku tetap pulang.”

“Renata aku mohon! Aku bohong soal kursus memasak sama Sam, aku masih belum bisa apa-apa kaya dulu. Aku cuman nggak mau pisah sama Sam.”

“Kalian baik-baik aja tadi pagi.” Renata masih tidak mempercayai ucapan Kara.

“Itu karena kita di depan Jihan. Dia udah lama naksir sama Sam.”

“Terus, kenapa kalian ngajak dia ke sini? Dika?”

Kara mengangguk. Gadis berparas ayu dengan rambut ikalnya itu tampak pucat. “Ren, aku mohon! Jangan pulang dulu.”

“Aku udah terlanjut kesal!”

“Ren, aku bakalan turun buat ngambil air, setelah itu kita buatin makan siang.”

Renata mengembuskan napas kesal. Situasi tidak menyenangkan ini atau Jonatan? Rasanya seperti menggantung di tengah-tengah tali di atas bara api.

“Ya, udah. Tapi aku balik besok!”

Kara meloncat kegirangan lalu memeluk Renata erat.

Situasi tidak berangsur membaik, dia harus bisa memisahkan Jihan dan Sam, melihat wajah Kara yang terbakar cemburu. Kara menempati janjinya turun ke perumahan mengambil air bersih, tapi ia turun untuk membayar anak-anak di bawah sana guna mengangkut air. 

“Makan malamnya apa?” Reno mengejutkan Renata saat dia membersihkan panci bekas pakai saat makan siang tadi. 

“Noh, makan panci!” jawabnya gusar.

“Seharian marah mulu.”

“Urusan aku.”

“Sam aku juga?”

“Reno, bisa kita akhiri pembicaraan ini?”

“Kenapa?”

“Kenapa? Karena aku udah cukup memikul beban pajang hari ini, kamu kan enak duduk manis dalam kamar. Mendingan ku di rumah nonton doraemon.”

“Maaf, aku lagi ngerjain laporan tadi. Kita nasibnya sama, aku dipaksa sama Dika buat datang.”

“Jadi kamu datang atas paksaan juga?”

“Ia, soalnya udah lama setelah kuliah kita nggak liburan bareng. Ternyata ketemu kamu di sini.”

Renata tersenyum kembali menggosok panci.

“Mau aku bantuin?” tawar Reno.

Renata menggelengkan kepala.

Sam membuat kehebohan karena menabrak meja makan. “Ren, ada telepon dari Jonatan buat kamu,” katanya dengan wajah meringis menahan sakit.

“Nggak mau!” tolak Renata tegas.

“Please, Ren. Terima!”

“Matiin aja!” Renata membanting panci menuju kamar. Apa yang diinginkan oleh Jonatan sebenarnya?

𝙊𝙝 𝙂𝙊𝙙, 𝙃𝙚'𝙨 𝙈𝙮 𝙀𝙭 ( 𝙀𝙉𝘿)Where stories live. Discover now