Our Happines

4.9K 183 6
                                    

“Sam, tangan!” kecamku keras melihat adegan video call dengan Renata. Sam melingkarkan tanganya di bahu istriku dan gadisku malah tersenyum lebar.

Shit! Aku sudah berjanji tidak akan menampakkan wajah cemburu level tinggi. aku tahu mereka sahabatan dari dulu, bagaimana pun juga, Sam adalah penolong Renta dulu, saat mendapatkan penolakan lantaran keegoisanku dulu, dia yang menangkan Renata.

Hm, berbicara mengenai masa lalu itu ... jujur pengakuan cinta Renta padaku membuat seluruh tubuhku terbakar. Ingatkan jika dulu aku bukan Jonatan tampan dengan wajah tirus penuh pesona. Di bangku SMA, aku si Jonatan yang hobi makan, ya maklum Ayah dan Ibuku yang saat itu masih wanita karir selalu sibuk. Setiap kali aku sendiri dan tertekan aku bebas memesan makanan dengan jumlah yang memuaskan mata dan membuat perutku buncit setiap hari.

Teman-teman SMA hanya ada beberapa orang dan tidak ada yang cukup dekat, saat itu aku sama sekali tidak mengharapkan adanya sosok gadis yang ingin menjadi pacarku. Aku sadar diri. Tetapi, secara mengejutkan di siang yang panas, bertepatan di tengah lapangan sekolah, Renata menyatakan cinta.
Sebelum hari itu, aku memang mengenal dia. Aku beberapa kali menolongnya dan setiap kali bertemu dia melebarkan senyuman manis, meski Sam kerap kali menyikutnya kuat. Aku menyangka mereka berpacaran.

Setelah penolakan itu, aku tidak melihatnya di sekolah. Aku menemui Sam dan dia membakarku dengan cercaan panas, dia juga mengatakan Renata sakit gara-gara penolakan aku.

Aku belum yakin mengenai perasaanku saat itu. Maksudku, jika perasaannya tulus aku tidak bolehkan memberi balasan atas kepalsuan. Semalaman aku memikirkannya, akhirnya aku membuat keputusan menemui Renta dan menerimanya. Aku mengatakan “iya” dengan maksud status pacaran kami tidak lebih dari hubungan saling mengenal saja.

Waktu yang selalu dia ibaratkan dengan siput daun melaju lebih cepat dari yang aku kira. Satu minggu kemudian, aku benar-benar menemukan bentuk hati sempurna, aku mencintai pacarku dan tidak ingin terpisah darinya. Sayang, kedua orang tuaku memintaku untuk pindah. Aku tidak menyangka dia akan tetap memiliki rasa yang sama.

Sandiwara bersama Febi membuatku benar-benar jengah. Aku merasa sangat bodoh dan naif ketika itu.

“Sayang, kamu kok melamun. Jangan dianggurin dong makanannya.” Renata melambai-lambaikan tangannya di depan kamera.

Aku menatap spageti di meja. “Nggak nafsu, kamu bikin aku kesal sih!” 

“Uuuuh, baby!” Renata memanjakan suaranya.
Tubuhku bergidik ngeri, berani-beraninya dia menggodaku dari jauh.

“Makan dong, Jonatan sayang. Kalau kamu sakitkan aku nggak ada yang nemanin.”

“Nemanin tidur doang nggak masalah kali. sekali-kalikan temaninya bikin anak!” runtukku.
Renata mematikan panggilan video secara sepihak pada hal aku masih sangat merindukannya.
Aku tercenung, entah melihat rupa Renata tadi, sepertinya dia jauh lebih bahagia dibandingkan saat bersamaku. Apa sebaiknya untuk saat ini aku melepaskannya dulu menjalani apa yang dia mau? Aku juga harus menghadiri perjalanan bisnis ke Yogyakarta  selama tiga hari, sudah aku menghilang sebentar, biarkan Renata menikmati kebebasannya.
*_**_*_*_*_*_*_*_*_*

Aku berangkat pagi sekali sebelum Renata bangun, koper pakaian yang sudah aku tata aku sembunyikan di bawah kolong tempat tidur. Semalam aku mengatakan sangat lelah dan tidur duluan.

Ini lah hal paling aku benci dalam dunia bisnis, hampir semua waktu tersita sepenuhnya. Jam makan siang aku ingin mengabari istriku, tetapi ponselku lowbath. Malam harinya pertemuan kami berakhir tengah malam dan aku sangat letih hingga langsung terlelap begitu menyentuh kasur.

Keesokan harinya, aku mengecek ponsel dan tidak menemukan satu pun pesan dari Renata, berarti benar dia tidak merindukanku dan masih belum bisa menerima keadaan. Caraku mungkin terlalu mengekang. Jo! You so stupid.

𝙊𝙝 𝙂𝙊𝙙, 𝙃𝙚'𝙨 𝙈𝙮 𝙀𝙭 ( 𝙀𝙉𝘿)Where stories live. Discover now