You

1.3K 133 4
                                    

Sam tidak menanggapi pertanyaan Renata, dia hanya melirik Jonatan sekilas dan si jangkung beralis tebal nan hitam itu hanya mengangkat bahu.

“Come on boys!” Renata menengadahkan tangan ke udara. “Tell me what happend? Lama-lama aku bisa gila dikurung tanya, tahu nggak kalian, nanya itu nggak boleh di kasih tahu, nanya ini jawababnya nanti!”

“Nggak ada apa-apa,” sahut Jonatan, “persoalan antara kita berdua, bukan antara aku dan Sam.”

“Hia, Samuel! Kamu ngebela ....” Renata kehabisan kata, dia hanya bisa memukul pahanya kesal.

“Na,” Sam mendekat ke arahnya, mengusir Jonatan menjauh dari sisi Renata. “Kita berdua baikan demi kamu, kalau kita terus rebutan siapa yang nolongin kamu kemarin, bisa-bisa tubuh kamu di gergaji kaya Evil Dead, dibagi jadi dua!”

Renata menatap Sam, kepalanya masih meragukan penuturannya.

“Aku boleh ke ruangan, Reno kan?” tanya Renata penuh harap pada Sam.

“Nggak diam di sini aja!” kata Sam tegas, “yang ada kalian malah sibuk pelukan, mesra-mesraan!”

“I swear in the name of my belove rabit, snow ball!” Renata mengangkat tangan kanan dengan dengan dua jari telunjuk dan jari tengah berdiri tegak juga tangan kiri merapat di dada. “I will never break the rule!”

“Tadi kaki ketusuk kaca aja nggak nyadar,” cibir Jonatan tajam.

“Kenapa cemburu?” tantang Renata, tetapi matanya mengarah ke tembok kosong.

“Buat apa? aku udah punya tunangan juga,” balas Jonatan.

“Oh, Jack The Latern, when he is gone?” desis Renata, dia mengalihkan pandangannya ke jendela.

“Ok! Kamu bisa ke ruangan Reno, tapi ....”

“Tapi?”

“Jalan sendiri, stok kruk keknya lagi kosong!” ucap Sam serius.

“I can do it!” Renata meyakinkan diri, dia turun dari tempat tidur, lupa kakinya baru diperban. Dia meringis, kesakitan.

“Mau dibantu nggak?” tanya Jonatan.

“Pulang aja sana!” usirnya.

“Ini memang mau pulang. Sini gandengan biar aku anter ke tempat Reno!”

“Jonah, otak angkuh kamu kayanya udah dicuri sama Davy Jones!”

“Renata, jangan ungkit itu lagi, mau tidak?”

“Nggak!” Renata menolak tegas, dia berdiri perlahan, mulai menggerakkan kaki, memperhatikan setiap langkahnya, hingga tiba di ruangan Reno. Dia mendorong pintu perlahan, jantungnya terhenti sejenak melihat ada tamu yang tengah ditemui sang pacar, Wanda.

Wanda menyentuh pipi Reno dan pria tampan itu tersenyum lebar. Hawa panas membakar hati Renata, dia tahu Wanda memang sebaik itu, hanya saja sekarang Reno sudah menjadi kekasihnya, dia tidak terima, mereka tidak boleh lama-lama berdua.

Wanda menoleh ketika Renata membuka pintu serampangan hingga menimbulkan suara.

“Hay, Na. Kamu apa kabar?” sapa Wanda.

“Baik,” jawab Renata memaksakan diri tersenyum.

“Reno, aku pulang dulu, yah, kan udah ada Renata yang nemanin, satu jam lagi ada penerbangan. Aku pamit, Ya Na. Get well son, No.”

Wanda bergegas keluar dari ruangan, Renata menangkap perubahan wajah Reno signifikan, kedatangannya seakan menjadi lubang hitam menyedot keceriaan semenit yang lalu.

“Kesal yah, aku datang ganguin pertemuan kamu sama mantan kesayangan kamu,” ketus Renata menyilangkan tangan di dada.
“Dia kan masa lalu aku, Na,” ucap Reno.

Renata meremas ujung tangannya, hanya itu saja yang dia ucapkan.

“Kamu cemburu?” tanya Reno, nadanya menggoda.

“Iya lah! Masa enggak!” Sudut bibir kanan atas Renata terangkat, air mata kembali mengaburkan pandangannya.

“Na, Na!” Reno berusaha bergerak, namun gerakannya tertahan dia meringis. “Na, jangan ngambek dong, aku minta maaf!”

“Kamu ngeselin!” rengek Renata.

“Sayang, dekat dikit dong!” pinta Reno manis.

Renata menatap wajah Reno, dia tersenyum manis. Masih dengan wajah merenggut, Renata mendekat.

“Lebih dekat!”

Renata lebih dekat menarik kursi. Reno mengusap kepala kekasihnya, lalu pindah ke pipi. “Setelah berminggu-minggu, akhirnya aku lihat kamu cemburu.”

“Kok, kamu sesenang itu?”

Reno tertawa. “Aku yang minta Wanda lakuin hal tadi, dia menolak mentah-mentah, tanya aja sama Dika, dia nggak mau kamu terluka, dan ternyata kelinci manis aku bisa cemburu.”

“Renooooo!” gemes Renata. “Jadi lapar, aku cari makan dulu!”

“Wait! Kaki kamu gimana, lukanya parah?”

“Kata Sam mau diamputasi.”

“Nggak lucu!”

“Tadi juga nggak lucu!” Renata menarik ujung Reno gemas.

“Kiss me!” tangan Reno menyentuh dagu Renata, menatap matanya dalam-dalam.

“Nope! Aku lagi kesal!”

“Sampai kapan?”

“A whole week!”

“Naaaa, jangan kaya gitu lah, aku nangis nih!”

Renata mengecup kening Reno sekilas. Lalu menepuk-nepuk perutnya. “Aku order makanan dulu, aku lagi pengen bakso ikan hiu.”

Reno tersenyum, menepuk jidatnya. “Bukan kodok lagi, nih?”

“Kodoknya kan udah menjelma jadi kamu!” Renata mengedipkan mata, dia menekan kedua siku di tempat tidur dengan telapak tangan menopang dagu.

“Ada-ada aja! Udah buruan kih pesan makanan, kalau kamu sakit juga kan nggak bisa mesra-mesraan lagi!”

“Aaaaaa, terhura akunya. Pesan makanan dulu deh, ponsel aku mana yah?” Renata menoleh ke kiri dan kanan.

“Tuh, ponsel aku di dalam tas hitam.” Reno menunjuk tas yang posisinya merapat di dinding.

“Ah, pria idaman!” Renata berdiri buru-buru.

“Kaki!” sentak Reno.

“Ia!” Renata berjalan pincang mengambil ponsel, ponsel Reno tidak dikunci atau menggunakan sandi, sama seperti ponselnya. Dia tersenyum sendiri melihat wallpaper ponsel Reno, dia saat menemani pria itu ke acara pernikahan Talia.

“Kok bisa?” Renata mengangkat ponsel meminta penjelasan Reno.

“Order dulu.”

Renata membuat orderan makanan, lalu meletakkan ponselnya kembali.

“Jadi?”

“Jadi, aku udah lama naksir sama kamu, bahkan sebelum kita berkenalan secara resmi. Sam, punya banyak foto wajah konyol kamu dari kalian kecil, juga dia terlalu sering ceritain tentang kamu, sewaktu kita kenalan, itu kaya pertanda, kalau kita emang jodoh. Dan menurut aku, kamu luar biasa cantik waktu itu, sayang aja kalau nggak diabadikan.”

“Jadi, kalau aku nggak pake make up, nggak cantik?”

“Biasa aja sih.”

“Aaaaa, tega!”

“Becanda, pentingkan hati kamu yang cantik.”

“Reno, tadi kemarin, aku ketemu sama Mama kamu.”

“Mama nemuin kamu?”
“Iya.”

“Terus?”

“Kita cuman ngobrol tentang kamu, tapi kamu tenang aja, aku tetap nggak tahu kamu sebenarnya sakit apa. Kenapa aku nggak boleh tahu sih.”

“Cukup aku yang pikirin, dan aku butuh kamu buat nguatin aku tanpa memikirkannya juga.”

“Gimana aku mau nguatin kalau aku nggak tahu kenapa,” protes Renata.

“Menjadi diri kamu seperti sekarang.”

Renata mengharu biru. “Oh, ya tadi siapa yang bantuin kamu ke ruangan aku?”

“Jonatan.”

“What?” Renata menggeleng tidak percaya.

“Kayanya dia mau nebus kesalahan yang udah dia lakuin dulu.”

Renata menyipitkan mata, tanda tanya ini belum berakhir









𝙊𝙝 𝙂𝙊𝙙, 𝙃𝙚'𝙨 𝙈𝙮 𝙀𝙭 ( 𝙀𝙉𝘿)जहाँ कहानियाँ रहती हैं। अभी खोजें