I love you You Love Me Not

1.7K 156 4
                                    

26 tahun, usia Reno bertambah satu hari ini. Renata sudah membuat kotak kado cantik berisi jam tangan. Tidak ada yang istimewa dari benda itu, hanya saja dia memiliki rencana hari ini langsung ke rumah sakit tempat Reno bekerja, mengucapkan selamat serta menuturkan harapan secara langsung di depan sang dokter.

Renata memutuskan untuk izin pulang lebih awal dari kantor jadi semakin cepat kegundahan di hati tumpah, sehingga dia tidak tenggelam dalam kesesakkan kerinduan teramat dalam, pada manisnya senyuman dan hangatnya pelukan.

Kenangan di tepi danau teringat. Renata tidak menolak ajakan Reno ke sana pada kesempatan pertama dan juga tidak ada penyesalan melihat tempat itu. 

Mereka disambut pagar kayu tua reot begitu turun dari mobil, dibalik punggung pagar tua semak belukar beranak pinak. Langit yang tadinya biru cerah ceria, sudah berganti rupa kini dandanan awan kelabu mengambil alih. 

“Kamu yakin ngajak aku ke tempat kaya gini?” mata Renata terbelalak melihat penampakan di depannya. “Jangan mikir macam-macam ya!”

“Adanya aku yang ngomong gitu,” balas Reno, “jadi, kamu mau masuk enggak?”

“Udah sampai di sini juga, nanggung! Tapi ....” Renata memandang kaki telanjangnya, sepatunya mana bisa dipakai, apa lagi melewati jalan kecil di depan mereka.

“Minta digendong aja susah banget!” rengut Reno.

“Aku nggak minta digendong,” protes Renata, “ada sendal atau apa di mobil yang bisa dipakai?”

Reno menggeleng. “Aku yang ngajak kamu ke sini, aku gendong aja.”

Renata menepuk-nepuk bahu Reno perlahan. “Kamu bisa bungkuk, tubuhku setara beratnya dengan karung beras loh.”

Reno menyilangkan tangannya di dada, menarik napas. “Udah mau hujan. Buruan!”

“Mobil kamu aman di sini? Takutnya kita malah harus pulang jalan kaki.”

“Asalkan sama kamu, aku nggak apa-apa.”
“Aku serius!”

“Mikirin hal lain aja!” sembur Reno. Dia menarik tangan Renata, hingga gadis itu merapat ke punggungnya, siap di gendong.

Renata melingkarkan tanganya ke leher Reno. Matanya menatap keliling, ada banyak sekali bunga tumbuhan liar yang menyerupai bola bunga dandelion putih. Angin berembus cukup kencang menerbangkan helaian bola putih itu membumbung ke angkasa melewati mereka.

Renata terpukau, tanganya melambai ke angkasa berusaha mengapai helaian putih di udara.

“Pegangan dong, Na. Nanti jatuh!” protes Reno.

Renata menurunkan tangannya lalu memeluk leher Reno erat. “Makasih udah bawa aku ke sini. Rasanya seperti kesasar ke dunia peri. Are you realy a human?”

“Enggak! Manusia serigala.”

Renata malah tambah gemas. Jalanan menurun, dari tempat mereka berdiri, danau luas membentang di depan mata, saat Renata berpaling ke kanan sebuah rumah panggung berdiri. Bukan rumah panggung tradisional melainkan terkesan gotik dengan cat putih dan banyak jendela kaca. Balkonnya menghadap ke danau.

Hujan mulai turun, Reno bergegas mendekati tempat perlindungan. Renata segera turun saat mendekati tangga, dia berlari naik ke atas menginjak ranting juga dedaunan yang singgah di anak tangga.

“Aku lupa bawa kunci!” Reno menepuk jidatnya. 

“Bentar lagi bakalan hujan angin!” Renata memeluk tubuhnya sendiri kedinginan.

“Bercanda dong!” Reno mengangkat kunci di tangannya.

“Lucu juga enggak!” cibir Renata. Dia menyibak plastik pembungkus kursi rotan gantung di sudut dan duduk dengan nyaman. “Aku mau di sini aja.”

𝙊𝙝 𝙂𝙊𝙙, 𝙃𝙚'𝙨 𝙈𝙮 𝙀𝙭 ( 𝙀𝙉𝘿)Where stories live. Discover now