Peluk Aku Lebih Lama

1.4K 137 3
                                    



“Pulang aja sana!” usir Sam dengan mata terbelalak melihat penampakan di depannya.

Renta baru saja tiba di depan pintu kamar Sam,  pria itu baru selesai mengganti jas putihnya dengan jas biru. “Kok bisa kamu lebih cantik dari pengantinnya,” lanjut Sam lagi.

“Ya, aku nggak mau dong kalah dari pengantinnya.” Renata mengibaskan rambut ke belakang. Pertama kalinya Renata menggerai rambut dengan ujung diikal, dia menghabiskan dua jam untuk mengurus rambut dan juga berdandan, dia menggunakan gaun putih, bagian atas berbentuk huruf ‘v’ memperlihatkan bahu, panjangnya hingga mata kaki lengkap dengan bentuk panjang bagian belakang, baju desainnya sendiri.

Sam dan Kara langsung menikah dua minggu setelah acara lamaran berlangsung, berbeda dengan acara lamaran yang hanya dihadiri sanak keluarga dekat, acara pernikahan jauh lebih besar.

“Ngerusuh aja kerjaanya!” decak Sam sembari melingkarkan tangan di bahu Renata. “Na, aku nervous banget nih, rasanya kaya digantung sama jerat setan.”

“Kok gugup? Telan siput aja dulu biar tenggorokannya lancar.”

“Dasar sahabat nggak pengertian. Reno mana?”

“Belum datang, katanya sih tadi kalau acara udah mulai, pada hal semalam aku pengen kita berangkat berdua, tetapi i don’t know, dan aku nggak pengen maksa juga ap ....”

“Yang kamu lakuin udah benar, kayanya dia emang lagi sibuk hari ini. Buat aku, kamu udah mewakili dia ada di sini. Oh ya, kita ngundang Pak Herman, ternyata beliau itu Kakak kandung dari Ayahnya Kara, so secara nggak langsung pernikahan ini udah menyatakan aku dan Jonatan ada dalam ikatan keluarga.”

“Pantasan di rumah sakit kalian akur banget.”

Sam meringis. “Tetapi tenang aja, aku janji kalau dia macam-macam aku nggak bakalan belain dia, Kara juga.”

“Kamu tetap kamu, Kara tetap Kara, jangan sampai hubungan kalian rusak karena aku! Aku nggak mau! Paham?”

Jam mengangguk dengan wajah serius, tampangnya malah menggemaskan.

“Berangkat yuk!” Sam menggendeng tangan sahabatnya. Acara pernikahan berlangsung di tempat yang di datangi Reno dan Renta dulu.

Dalam mobil, Renata menghubungi Reno, nomornya tidak aktif. Kegelisahan memudarkan pesona yang sudah susah payah dia ciptakan berjam-jam lamanya. Dia ingin melihat Reno di apartemen, tetapi tidak mungkin juga menghilang dari pernikahan Sam.

Keluarga Kara baru turun dari mobil ketika rombongan keluarga Sam tiba, jadilah Renata berpapasan lagi dengan Herman, istrinya dan tentu saja putra keluarga mereka Jonatan, dua minggu mereka tidak pernah beradu tatap lagi, semenjak kejadian di apartemen.

“Selama ini kemana aja?” sapa Herman pada Renata.

“Keliling dunia, Pak,” jawab Renata dengan candaan, “tapi pake googel map.”

Herman tertawa bersama istrinya. “Kamu nggak pernah berubah, kantor sepi nggak ada kamu. Ayu paling parah, mana katanya nomornya kamu blokir.”

Renata hanya bisa meringis, kehancuran hatinya dulu membuatnya memutuskan semua hal dengan kantor lama.

“Nanti kalau ada waktu, saya mampir buat ketemu sama Bu Ayu,” janji Renata, meski kepalanya mengatakan hal lain.

“Yakin punya waktu buat oang lain selain nempel terus sama Reno?” Jonatan ikut ambil bagian.

Renata menatapnya tajam, hatinya tetap tenang, kalimat Jonatan sudah tidak berpengaruh secuilpun untuk hatinya.”Silahkan masuk, Pak acaranya hampir mulai.”

Herman dan keluarganya berlalu, Renata menantikan Reno, dia berdiri gelisah terus menerus berusaha menghubungi. Karena tidak kunjung menampakkan muka, Renata masuk ke dalam tempat acara mengambil tempat duduk di bagian keluarga Sam, tempat yang strategis untuk melihat jalan masuk.

Pengucapan janji pernikahan sudah selesai, Reno belum juga muncul, kegelisahan menjadi-jadi, hingga sekujur tubuh Renata bergetar.

“Na, kamu baik-baik aja?” tanya Sela di sebelahnya.

“Nggak apa-apa,” bohong Renata.

“Bohong,” Reno muncul di belakang Renata.

“Renooooooooooooo!” teriak Renata kesal dan rasa lega keluar bersamaan. “Kemana aja sih?”

“Aku di belakang dari tadi.”

“Kok nomor kamu aku hubungin ....”

“Lowbath.” Reno mengeluarkan ponsel dari saku celananya.

“Ih, pokonya aku kesal!” Renata menyilangkan tangan di dada berpaling dari Reno, alasan lain terlintas saat melihat penampilan Reno, rambutnya yang biasa seadanya disisir rapi ke belakang, jadi sangat maskulin.

“Maafin dong,” bujuk Reno, dia menepelkan dagu ke bahu Renata, menyelipkan tangan ke pinggang kekasihnya, lalu memeluknya erat. Sontak Renata melepaskan diri, merea menjadi pusat perhatian.

“Malu tahu!”

“I realy like to kiss you, now!” bisik Reno nakal.

“Reno!” Renata mendelikkan mata.

“Becanda, sayang.” Reno menyentil ujung hidung Renata.

“Eh! Foto-foto dulu, yuk!” Jasmin menarik tangan Renata dan Reno menuju pelaminan.

Setelah foto-foto, tiba waktunya Kara melempar buket bunga. Renata selalu gagal dalam hal-hal seperti ini, apa lagi jumlah wanita di sekelilingnya yang berkumpul cukup banyak juga, saat Kara melemparkan buket mawar putihnya, Renata hanya mengulurkan tangan ke depan dengan telapak terbuka, ajaib buket mendarat di tangannya dengan mulus.


Sorakan berseliweran dimana-mana. Saat Renata berbalik, dia menemukan Reno dan Jonatan berdiri berdampingan. Reno tersenyum manis, bahunya sedikit terangkat dan kedua tangan tersilang di dada. Jonatan juga tersenyum tipis dan tangan di dalam saku celana.

Renata menghampiri mereka. “I got it,” soraknya riang.

“You are next!” Jonatan menggerakkan dagu ke arah pelaminan.

“Tahun depan mungkin, atau tahun depannya lagi, iya kan, Reno?” Renata melingkarkan menatap Reno.

“Bisa jadi,” jawab Reno datar. “Tapi yang mau nikah bulan depan bukanya kamu, Jo?”
“Dipercepat mungkin atau bisa jadi ditunda, perencanaan kita masih kurang tepat sih.” Jonatan melirik jam hitam di pergelangan tangan kirinya. “Aku balik duluan, yah ada kerjaan yang harus aku selesaikan hari ini juga.”

Renata dan Reno menganggukkan kepala.
Acara demi acara di lakukan, hingga pukul enam saat lampu-lampu taman bercahaya orange mulai dinyalakan. Pesta dansa.

Renata duduk manis di sisi area dansa, dia tidak tahu berdansa dan kata Sang Ibu, Reno tidak suka berdansa. Dia sedang bersama Dika, katanya ada yang mereka bicarakan.

“Mau berdansa denganku, Tuan Putri?” Reno mengulurkan tanganya.

“I don’t know how,” keluh Renata melihat antusias besar kekasihnya.

“Please!” mohon Reno manis.

“But ....” Senyuman Reno meluluhkan hati Renata, dia akhirnya menerima uluran itu. mereka mengambil tempat, paling belakang tertutup pasangan lain.

“Seriusan aku nggak tahu,” kata Renata saat musik lembut mulai mengalun.

Reno meraih tangan kiri Renata meletakkannya di bahu, lalu menggenggam tangan kanan. Mereka tidak jadi berdansa, Reno malah membawa Renata ke dalam dekapannya, memeluknya erat.

“I never realy love someone like you before. I fell peace deep inside me, evertime i hearing your voice, looking your face,” bisik Reno lembut.

“You are my angel, Reno,” balas Renata pelan.

“I love you so much.”

“Me to.”

“Can i kiss you now?” Reno menatap Renata dengan mata berbinar.

“Nope!” Geleng Renata tegas. “Not here!”

Reno melepaskan pelukannya, dia menarik tangan Renata.

“Kemana?”

“Danau!”

Renata hanya bisa menurut, mereka meninggalkan pesta diam-diam.

Jangkrik mulai menyanyi saat mereka tiba di danau, agak kesusahan memang berjalan menembus ilalang di malam gelap hanya diterangi senter hp. Tangan mereka selalu bergandengan hingga sampai di rumah.

“Aku harus ganti baju,” Renata menarik gaunnya. Dia sudah menyimpan beberapa pasang baju ganti di lemari kamar.

“Jangan please, aku pengen lihat wajah cantik kamu sebelum aku pergi, besok.”

“Pergi, kemana?” Renata berbalik menatap wajah Reno baik-baik, mencari kebohongan.

“New York.”

Mulut Renata menganga, tubuhnya membeku sesaat. Lalu dia menarik napas dalam-dalam. “Ketemu sama Ayah kamu?”

Reno menganggukkan kepala.

“Oh, God,” Renata menarik napas legah, “I’m happy to hear that.”

“Kamu nggak apa-apa aku tinggalin?”

“Enggak dong, apa lagi kamu pengen ketemu sama Ayah kamu kan. Jangan main mata aja sama Ibu tiri kamu.”

“Yeee, negative thingking.”

“Tapi kamu harus janji buat terus ngirimin aku pesan, vidio call juga.”

“I promise!” Reno mengacungkan jari kelingkingnya.

Janji terikat. Reno kembali memeluk Renata erat. “Kalau aku nanti pergi, kamu harus janji kalau kamu bakalan tetap bahagia, jangan galau karena mikirin aku, jangan bersedih karena sendiri terlalu lama.”

“Ok, sayang aku janji,” ucap Renata, pelukannya makin erat, tidak ingin berakhir.












𝙊𝙝 𝙂𝙊𝙙, 𝙃𝙚'𝙨 𝙈𝙮 𝙀𝙭 ( 𝙀𝙉𝘿)Kde žijí příběhy. Začni objevovat